Rabu, 16 Desember 2020

INSPIRASI DARI YUDAS ISKARIOT


Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Batania, tempat Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan bersama Yesus adalah Lazarus. Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu.

Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?”

Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. (Yoh 12: 1 – 6).

Uang itu memang menggoda, karena ia merupakan salah satu bentuk godaan. Uang, sebagai godaan, masuk dalam kelompok harta kekayaan. Oleh karena itu, orang yang selalu atau sering bersentuhan dengan uang (seperti kasir, bendahara, dll) adalah orang pertama yang digoda atau tergoda.

Contoh di atas sudah membuktikan. Yudas Iskariot adalah pemegang kas kelompok para murid. Dia memegang uang. Dan uang itu juga yang menggoda dia. Makanya Injil mengatakan bahwa ia sering mengambil uang dalam kas. Bahkan karena tergoda dengan uang juga dia rela menyerahkan Yesus untuk ditangkap dan lalu dibunuh.

Kita juga tentu masih ingat dengan Muhammad Nazaruddin, mantan bendahara Partai Demokrat, atau Gayus HP Tambunan, pegawai pajak yang terlibat korupsi. Mereka-mereka ini selalu bersentuhan dengan uang. Nazaruddin bersentuhan dengan uang kas partai, sedangkan Gayus bersentuhan dengan uang wajib pajak. Karenanya, uang itu juga yang menggoda mereka untuk korupsi.

Apakah korupsi terjadi karena iman yang lemah? Bisa iya, bisa juga tidak. Namun harus diingat bahwa sekuat apapun iman seseorang, jika terus menerus digedor dengan godaan tadi, pastilah benteng imannya lemah juga. Tak tergantung siapa orangnya, dari awam maupun imam, pria ataupun wanita. Bayangkan, setiap hari bersentuhan dengan godaan itu. Yesus sendiri pernah mengatakan bahwa sekalipun roh itu memang penurut, namun daging lemah, sehingga kita harus waspada supaya tidak terjatuh ke dalam godaan (Mat 26: 41).

Bukan lantas berarti iman itu tidak ada gunanya. Iman tetap dibutuhkan. Akan tetapi iman yang kuat ini harus ditunjang dengan adanya transparansi laporan keuangan. Iman yang dibantu dengan transparansi akan membuat orang tahan terhadap godaan uang. Transparansi merupakan salah satu langkah pencegahan agar orang tidak larut dalam godaan uang dalam tindakan korupsi. Karena korupsi itu tumbuh dalam suasana ketertutupan.

diambil dari tulisan 7 tahun lalu

TAWARAN MANAJEMEN PAROKI


Pelaku pencurian ikan di wilayah Indonesia bisa kita kejar, tangkap dan larang karena nyata-nyata bisa dibuktikan. Namun bagaimana dengan pencurian ide atau menjaga hal-hal yang bersifat tidak teraga seperti seni dan budaya, misalnya klaim tarian “mirip Tor-Tor”? Dalam bisnis hiburan, kita kerap melihat lagu dan film ditiru habis-habisan, dibajak dan diperbanyak. Dengan semakin canggih dan murahnya perkembangan teknologi, kita memang makin sulit mengontrol dan menghukum pencurian ide serta pembajakan karya cipta. Perusahaan-perusahaan besar memang bisa bekerja sama dengan aparat untuk menangkap pencuri perangkat lunak. Namun bagaimana dengan musisi yang tidak punya modal untuk mempersenjatai diri mengejar pencuri idenya? Kita bisa prihatin bahwa buah pikiran dan hasil karya seolah tidak dihargai. Namun, apa yang bisa kita lakukan? Orisinalitas sudah tidak lagi menjadi satu-satunya kunci inovasi.

Seorang artis terkemuka yang sudah memproduksi sejumlah album mengatakan bahwa kini ia membiarkan musiknya dibajak. Ia bahkan menggratiskan orang untuk men-download karya musiknya melalui situs yang dibangunnya dengan sengaja. Tidakkah ia sadar bahwa dirinya dirugikan? Musisi ini hanya menjawab singkat, “Inilah cara pemasaran yang baru, bukan dengan menjual CD-nya lagi.” Kita lihat bahwa cara pemasaran dan cara menjual hak cipta pun sekarang sudah berganti gaya.

Perkembangan teknologi dan ekonomi diikuti dengan krisis sungguh memacu kita untuk berpikir keras mencari jalan keluar. Produk perangkat keras semakin sulit bersaing dengan perangkat lunak. Sebaliknya, bila kita pandai mengemas nilai tambah, misalnya dengan membuat kemasan yang apik dari produk atau jasa yang kita hasilkan, keuntungan berlipat ganda bisa diraih tanpa menambah modal besar. Kita memang musti berani berbeda kerena differences sangat penting untuk membuat produk dan jasa kita berharga tinggi, bahkan berlipat-lipat. Tanpa inovasi terus menerus, mustahil kita bisa unggul dalam bersaing.

Sikap Rendah Hati dan Mendengar