Umat
kristiani di beberapa gereja di Indonesia yang mengalami konflik tetap
merayakan Pekan Suci meskipun sebelumnya ada aksi protes dari kelompok Islam
garis keras terkait dengan izin pembangunan gereja. Umat menerima ancaman dan
protes di beberapa gereja dalam beberapa pekan terakhir oleh umat Islam, yang
menuntut tempat ibadah mereka ditutup, meskipun mereka sudah memegang izin. Ini
contoh dari intoleransi agama di negara mayoritas muslim, walaupun negaranya
sekuler.
Beberapa
waktu lalu, kekerasan meletus ketika ratusan umat islam menggelar aksi protes
terhadap pembangunan Gereja Katolik St. Klara di Bekasi Utara, Jawa Barat. Polisi
terpaksa menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa yang
mencoba untuk memaksa masuk ke dalam gereja.
“Aksi
protes seperti itu adalah pengingkaran terhadap upaya kita untuk mempertahankan
keragaman,” kata Rasnius Pasaribu, sekretaris dewan paroki. “Tidak peduli. Kami
akan tetap merayakan Pekan Suci di ruko, dimana kami mengadakan perayaan setiap
Minggu.”
Paroki
yang didirikan pada tahun 1996 itu memiliki sekitar 9.400 umat yang
melaksanakan misa Minggu di ruko tersebut. Pada tahun 2015 ia memperoleh izin
mendirikan bangunan dari pemerintah setempat untuk membangun sebuah gereja
setelah semua persyaratan yang ditetapkan dalam hukum Indonesia. Undang-undang
menyatakan pejabat gereja harus memberikan daftar nama dan tanda tangan dari 90
umat dan dukungan tertulis dari setidaknya 60 warga setempat bersama dengan
persetujuan kepala desa.