Minggu, 13 Januari 2013

(Sharing Iman) Alasan Menjadi Katolik

MENGAPA SAYA MENJADI KATOLIK?


Newton Leroy "NewtGingrich adalah seorang kandidat Presiden Amerika Serikat untuk Pemilu 2012 dari Partai Republik. Dia adalah eks-Protestan denominasi Lutheran dan Southern Baptist yang secara resmi memutuskan menjadi Katolik ketika Paus Benediktus XVI mengunjungi AS tahun 2008. Dia melihat AS sekarang ini terlalu sekuler dan memerlukan sentuhan iman. Berbeda dengan Obama yang anti-life, Newt Gingrich adalah seorang pro-life.

======================

Saya sering ditanya ketika saya memilih untuk menjadi Katolik. Bagaimanapun juga, adalah lebih penuh kebenaran untuk mengatakan bahwa selama perjalanan beberapa tahun, saya setahap demi setahap menjadi Katolik dan kemudian suatu hari memutuskan untuk menerima Iman yang baru saja telah saya anut.

Istri saya, Callista, seorang Katolik seumur hidupnya dan telah menjadi anggota dari Paduan Suara Basilika Peziarahan Nasional Immaculate Conception di Washington DC selama 15 tahun. Meskipun saya dulu seorang Southern Baptist (salah satu denominasi Protestan), saya telah menghadiri Misa bersama Callista setiap Minggu di Basilika untuk menyaksikan dia bernyanyi bersama paduan suara.

Saya menemani Callista ke Roma pada tahun 2005, ketika Paduan Suaranya diundang untuk bernyanyi di Basilika St. Petrus. Selama di sana, saya memiliki kesempatan untuk berbicara panjang lebar dengan Monsinyur Walter Rossi, Rektor Basilika di Washington DC, mengenai iman, sejarah dan banyak tantangan budaya termasuk sekularisme yang menghadapi negara kita (maksudnya Amerika Serikat). Percakapan kami begitu mencerahkan dan menggugah rasa ingin tahu.

Selama perjalanan tersebut, saya mengalami perjalanan pertama saya ke Basilika St. Petrus dan saya mengenang kekaguman saya saat saya berada pada kehadiran dari kebenaran historis Gereja pada hari itu. Pada waktu yang sama, saya sedang dipengaruhi oleh beberapa buku yang sedang saya baca, termasuk buku The Cube and The Cathedral  karya George Weigel mengenai krisis sekularisme di Eropa dan bukunya yang lain yang berjudul The Final Revolution mengenai peran Kekristenan dalam membebaskan Eropa Timur dari kediktatoran atheis. Saya juga tergerak oleh refleksi Paus Benediktus XVI dalam bukunya Jesus of Nazareth bahwa, “Allah adalah pokok isunya; apakah Ia nyata, realitas itu sendiri atau Ia tidak [nyata]? Apakah Ia baik atau apakah kita harus menemukan kebaikan diri kita sendiri?”

Selama perjalanan kami, entah Callista dan saya berada di Kosta Rika atau Afrika, ia (Callista) tidak menyerah untuk menemukan Misa setempat pada hari Minggu. Mendengarkan “Amazing Grace” yang dinyanyikan dalam bahasa Chinese pada Misa di Beijing adalah sebuah pengalaman yang indah dan menyembah bersama umat beriman di seluruh dunia membuka mata saya pada keberagaman dan kekayaan Gereja Katolik.

Selama perjalanan satu dekade, dalamnya iman dan dan sejarah yang terkandung dalam kehidupan Gereja Katolik semakin bertambah nyata kepada saya dan keterpusatan akan Ekaristi dalam Misa Katolik semakin dan semakin jelas.

Kunjungan Paus Benediktus XVI ke Amerika Serikat pada tahun 2008 adalah titik balik bagi saya. Bapa Suci memimpin Vesper/Liturgi Senja meriah bersama Uskup-uskup Amerika Serikat di gereja bawah tanah di Basilika Washington. Paduan Suara Callista diminta bernyanyi bagi Paus Benediktus pada vesper dan sebagai suaminya, saya memiliki kesempatan unik untuk menghadiri kunjungan kepausan dan saya begitu dalam tergerak oleh peristiwa tersebut.

Menangkap pandangan sekilas Paus Benediktus pada hari itu, saya terpana akan kebahagiaan dan kedamaian yang ia pancarkan. Sukacita dan kehadiran yang memancar dari Bapa Suci adalah sebuah momen peneguhan mengenai banyak hal yang telah sedang saya pikirkan dan alami selama beberapa tahun.

Sore itu saya memberitahu Monsinyur Walter Rossi bahwa saya ingin diterima masuk ke dalam Gereja Katolik dan ia setuju untuk mengikutkan Callista sebagai pendukung saya. Di bawah pengawasan Mgr. Rossi, saya belajar Katekismus Gereja Katolik selama setahun berikutnya dan diterima dalam Gereja pada Maret 2009 dalam sebuah Misa yang indah di St. Yosef di Capitol Hill.

Setelah sepanjang satu dekade – mungkin sepanjang hidup – perjalanan iman saya, saya akhirnya berada di rumah.

Pax et Bonum

kisah Newton Leroy “Newt” Gingrich, dikutip dari Indonesian Papist

Baca juga sharing lainnya:

Dokumen Konsili Vatikan II: Lumen Gentium (2)

Sambungan sebelumnya ......
KONSTITUSI DOGMATIS TENTANG GEREJA

7. (Gereja, Tubuh mistik Kristus)
Dalam kodrat manusiawi yang disatukan dengan diri-Nya Putera Allah telah mengalahkan maut dengan wafat dan kebangkitan-Nya. Demikianlah Ia telah menebus manusia dan mengubahnya menjadi ciptaan baru (lih Gal 6:15; 2Kor 5:17). Sebab Ia telah mengumpulkan saudara-saudara-Nya dari sagala bangsa, dan dengan mengaruniakan Roh-Nya Ia secara gaib membentuk mereka menjadi Tubuh-Nya.

Dalam Tubuh itu hidup Kristus dicurahkan ke dalam umat beriman. Melalui sakramen-sakramen mereka itu secara rahasia namun nyata dipersatukan dengan Kristus yang telah menderita dan dimuliakan.[6] Sebab berkat baptis kita menjadi serupa dengan Kristus: “karena dalam satu Roh kita semua telah dibaptis menjadi satu Tubuh” (1Kor 12:13). Dengan upacara suci itu dilambangkan dan diwujudkan persekutuan dengan wafat dan Kebangkitan Kristus: “Sebab oleh baptis kita telah dikuburkan bersama dengan Dia ke dalam kematian”; tetapi bila “kita telah dijadikan satu dengan apa yang serupa dengan wafat-Nya, kita juga akan disatukan dengan apa yang serupa dengan kebangkitan-Nya” (Rom 6:4-5). Dalam pemecahan roti ekaristi kita secara nyata ikut serta dalam Tubuh Tuhan; maka kita diangkat untuk bersatu dengan Dia dan bersatu antara kita. “Karena roti adalah satu, maka kita yang banyak ini merupakan satu Tubuh; sebab kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (1Kor 10:17). Demikianlah kita semua dijadikan anggota Tubuh itu (lih 1Kor 12:27), “sedangkan masing-masing menjadi anggota yang seorang terhadap yang lain” (Rom 12:5).

Adapun semua anggota tubuh manusia, biarpun banyak jumlahnya, membentuk hanya satu Tubuh, begitu pula para beriman dalam Kristus (lih 1Kor 12:12). Juga dalam pembangunan Tubuh Kristus terhadap aneka ragam anggota dan jabatan. Satulah Roh, yang membagikan aneka anugerah-Nya sekedar kekayaan-Nya dan menurut kebutuhan pelayanan, supaya bermanfaat bagi Gereja (lih 1Kor 12:1-11). Diantara karunia-karunia itu rahmat para Rasul mendapat tempat istimewa. Sebab Roh sendiri menaruh juga para pengemban karisma di bawah kewibawaan mereka (lih 1Kor 14). Roh itu juga secara langsung menyatukan Tubuh dengan daya-kekuatan-Nya dan melalui hubungan batin antara para anggota. Ia menumbuhkan cinta kasih di antara umat beriman dan mendorong mereka untuk mencintai. Maka, bila ada satu anggota yang menderita, semua anggota ikut menderita; atau bila satu anggota dihormati, semua anggota ikut bergembira (lih 1Kor 12:26).

Kepala Tubuh itu Kristus. Ia citra Allah yang tak kelihatan, dan dalam Dia segala sesuatu telah diciptakan. Ia mendahului semua orang, dan segala-galanya berada dalam Dia. Ia-lah Kepala Tubuh yakni Gereja. Ia pula pokok pangkal, yang sulung dari orang mati, supaya dalam segala sesuatu Dialah yang utama (lih Kor 1:15-18). Dengan kekuatan-Nya yang agung Ia berdaulat atas langit dan bumi; dan dengan kesempurnaan serta karya-Nya yang amat luhur Ia memenuhi seluruh Tubuh dengan kekayaan kemuliaan-Nya (lih Ef 1:18-23).[7]

Semua anggota harus menyerupai Kristus, sampai Ia terbentuk dalam mereka (lih Gal 4:19). Maka dari itu kita diperkenankan memasuki misteri-misteri hidup-Nya, disamakan dengan-Nya, ikut mati dan bangkit bersama dengan-Nya, hingga kita ikut memerintah bersama dengan-Nya (lih Flp 3:21; 2Tim 2:11; Ef 2:6; Kol 2:12; dan lain-lain). Selama masih mengembara di dunia, dan mengikut jejak-Nya dalam kesusahan dan penganiyaan, kita digabungkan dengan kesengsaraan-Nya sebagai Tubuh dan Kepala; kita menderita bersama dengan-Nya, supaya kelak ikut dimuliakan bersama dengan-Nya pula (lih Rom 8:17).

Dari Kristus “seluruh Tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya” (Kol 2:19). Senantiasa Ia membagi-bagikan karunia-karunia pelayanan dalam Tubuh-Nya, yakni Gereja. Berkat kekuatan-Nya, kita saling melayani dengan karunia-karunia itu agar selamat. Demikianlah, sementara mengamalkan kebenaran dalam cinta kasih, kita bertumbuh melalui segalanya menjadi Dia, yang menjadi Kepala kita (lih Ef 4:11-16 yun).

Supaya kita tiada hentinya diperbaharui dalam Kristus (lih Ef 4:23), Ia mengaruniakan Roh-Nya kepada kita. Roh itu satu dan sama dalam Kepala maupun dalam para anggota-Nya dan menghidupkan, menyatukan serta menggerakkan seluruh Tubuh sedemikian rupa, sehingga peran-Nya oleh para Bapa suci dapat dibandingkan dengan fungsi, yang dijalankan oleh azas kehidupan atau jiwa dalam tubuh manusia.[8]

Adapun Kristus mencintai Gereja sebagai Mempelai-Nya. Ia menjadi teladan bagi suami yang mengasihi isterinya sebagai Tubuh-Nya sendiri (lih Ef 5:25-28). Sedangkan Gereja patuh kepada Kepalanya (ay. 23-24). “Sebab dalam Dia tinggallah seluruh kepenuhan Allah secara badaniah” (Kol 2:9). Ia memenuhi Gereja, yang merupakan Tubuh dan kepenuhan-Nya, dengan karunia-karunia ilahi-Nya (lih Ef 1:22-23), supaya Gereja menuju dan mencapai segenap kepenuhan Allah (lih Ef 3:19).

8. (Gereja yang kelihatan dan sekaligus rohani)
Kristus, satu-satunya Pengantara, di dunia ini telah membentuk Gereja-Nya yang kudus, persekutuan iman, harapan dan cinta kasih, sebagai himpunan yang kelihatan. Ia tiada hentinya memelihara Gereja.[9] Melalui Gereja Ia melimpahkan kebenaran dan rahmat kepada semua orang. Adapun serikat yang dilengkapi dengan jabatan hirarkis dan Tubuh mistik Kristus, kelompok yang nampak dan persekutuan rohani, Gereja di dunia dan Gereja yang diperkaya dengan karunia-karunia sorgawi janganlah dipandang sebagai dua hal; melainkan semua itu merupakan satu kenyataan yang kompleks, dan terwujudkan karena perpaduan unsur manusiawi dan ilahi.[10] Maka berdasarkan analogi yang cukup tepat Gereja dibandingkan dengan misteri Sabda yang menjelma. Sebab seperti kodrat yang dikenakan oleh Sabda ilahi melayani-Nya sebagai upaya keselamatan yang hidup, satu dengan-Nya dan tak terceraikan daripada-Nya, begitu pula himpunan sosial Gereja melayani Roh Kristus, yang menghimpunkannya demi pertumbuhan Tubuh-Nya (lih Ef 4:16).[11]

Itulah satu-satunya Gereja Kristus yang dalam Syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.[12] Sesudah kebangkitan-Nya Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan (lih. Yoh 21:17). Ia mempercayakannya kepada Petrus dan para rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing (lih. Mat 28:18 dsl), dan mendirikannya untuk selama-lamanya sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran” (lih. 1Tim 3:15). Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam Gereja katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya,[13] walaupun di luar persekutuan itupun terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran, yang merupakan karunia-karunia khas bagi Gereja Kristus dan mendorong ke arah kesatuan katolik.

Seperti Kristus melaksanakan karya penebusan dalam kemiskinan dan penganiayaan, begitu pula Gereja dipanggil untuk menempuh jalan yang sama, supaya menyalurkan buah-buah keselamatan kepada manusia. Kristus Yesus “walaupun dalam rupa Allah, … telah mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba” (Flp 2:6-7). Dan demi kita Ia “menjadi miskin, meskipun Ia kaya” (2Kor 8:9). Demikianlah Gereja, kendati memerlukan upaya-upaya manusiawi untuk menunaikan perutusan-Nya, didirikan bukan untuk mengejar kemuliaan duniawi, melainkan untuk menyebar-luaskan kerendahan hati dan pengikraran diri juga melalui teladan-Nya. Kristus diutus oleh Bapa untuk “menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, … untuk menyembuhkan mereka yang putus asa” (Luk 4:18), untuk “mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk 19:10). Begitu pula Gereja melimpahkan cinta kasihnya kepada semua orang yang terkena oleh kelemahan manusiawi. Bahkan dalam mereka yang miskin dan menderita Gereja mengenali citra Pendirinya yang miskin dan menderita, berusaha meringankan kemelaratan mereka dan bermaksud melayani Kristus dalam diri mereka. Namun sedangkan Kristus, yang “suci, tanpa kesalahan, tanpa noda” (Ibr 7:26), tidak mengenal dosa (lih Ibr 2:17), Gereja merangkum pendosa-pendosa dalam pengakuannya sendiri. Gereja itu suci, dan sekaligus harus selalu dibersihkan, serta terus menerus menjalankan pertobatan dan pembaharuan.

“Dengan mengembara di antara penganiayaan dunia dan hiburan yang diterimanya dari Allah Gereja maju”.[14] Gereja mewartakan salib dan wafat Tuhan, hingga Ia datang (lih 1Kor 11:26). Sementara itu Gereja diteguhkan oleh daya Tuhan yang telah bangkit, untuk dapat mengatasi sengsara dan kesulitannya, baik dari dalam maupun dari luar, dengan kesabaran dan cinta kasih, dan untuk dengan setia mewahyukan misteri Tuhan di dunia, kendati dalam kegelapan, sampai ditampakkan pada akhir zaman dalam cahaya yang penuh.


[6] Lih. S. TOMAS, Summa Theol. III, Soal 62, art. 5,ad 1.
[7] Lih. PIUS XII, Ensiklik MyStici Corporis, 29 Juni 1943: AAS 35 (1943) hlm. 208.
[8] Lih. LEO XIII, Ensiklik Illud, 9 Mmey 1897: AAS 29 (1896-1897) hllm.650. PIUS XII, Ensiklik MyStici Corporis : AAS 35 (1943) hlm. 219-220, DENZ. 2288 (3808). S. AGUSTINUS, Kotbah 268, 2 PL 38, 1232 dan lain-lain. S. Yoh. CRISOSTOMUS, Tentang Ef, Homili 9,3: 2 PG 62,, 72. DIDIMUS dari Iskandaria, Tentang Tritunggal 2,1:: PG 39,449 dsl.D. TOMAS, Tentang Kol 1:18, pelaj.5.2 terb. MARIETTI II no.46:”Seperti satu Tubuh terwujudkan dari kesatuan jiwa, begitu pula Gereja dari kesatuan Roh…”.
[9] Lih. LEO XIII Ensiklik Sapientiae christianae, 10 Januari 1890: AAS 22 (1889-90)hlm. 392; Ensiklik Satis
coknitum, 29 Juni 1896: AAS 28 (1895-96))hlm. 710 dan 724 dsl. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis: AAS 35 (1943)hlm.199-200.
[10] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis, hlm.22 dsl.; ensiklik Humani generis, 12 Agustus 1950: AAS 42 (1950) hlm.571.
[11] Lih. LEO XIII, Ensiklik Satis coknitum, AAS 28 (1895-96) hlm. 713.
[12] Lih. Syahadat para Rasul, DENZ. 6-9 (10-30); Syahadat Nicea-Konstantinopel, DENZ. 86 (150); bandingkan dengan
Pengakuan iman konsili Trente, DENZ. 994 dan 999 (1862 dan 1868).
[13] Disebut “Gereja kudus (katolik apostolik) Romawi “dalam Pengakuan iman konsili Trente dan oleh Konsili Vatikan I,
Konstitusi dogmatis Dei Filius tentang iman katolik, DENZ. 1782 (3001).
[14] S. AGUSTINUS, Tentang Kota Allah, XVIII, 51, 2.2 PL 41,614.

Orang Kudus 13 Januari: St. Hilarius

SANTO HILARIUS, USKUP & PUJANGGA GEREJA
Hilarius lahir di Galia Selatan (sekarang: Perancis). Semenjak kecil, ia dididik dalam tata cara kekafiran yang tidak mengenal adat istiadat kristen. Pada usia setengah baya, ia bertobat dan masuk ke pangkuan Gereja kudus bersama anak isterinya, berkat kebiasaannya membaca buku-buku rohani dan Kitab Suci.

Hilarius, seorang yang saleh, pandai dan bijaksana. Karena bakatnya ini ia ditahbiskan menjadi imam dan selanjutnya diangkat sebagai uskup di kota asalnya, Poiters (baca: pwatie).

Pada masa kepemimpinannya, bidaah Arianisme semakin menghebat. Tugas para Uskup Ortodoks menjadi semakin berat. Meskipun demikian, Uskup Hilarius tetap menjadi pembela iman yang benar. Oleh karena itu, ia ditangkap dan dihadapkan kepada Kaisar Konstansius. Ia dibuang ke Phrygia. Selama tiga tahun ia hidup di pengasingan. Di sana ia memanfaatkan waktunya untuk menulis bukunya yang termashyur mengenai Tritunggal yang Mahakudus.

Walaupun ia dibuang namun ia tidak pernah membiarkan para Arian merajalela dengan ajarannya yang sesat itu. Sehabis masa pembuangan itu ia tidak juga diizinkan kembali ke negarinya. Oleh karena itu, ia pergi ke Konstantinopel. Menghadapi kekokohan iman Hilarius ini, para penantangnya mengizinkan dia kembali ke tanah airnya di Gallia Selatan.

Di tempat asalnya ini, Hilarius tetap mencurahkan tenaganya bagi tegaknya ajaran iman yang benar dan kemurnian iman kristen, sampai ia wafat pada tahun 368. Hilarius dihormati Gereja sebagai seorang Pujangga Gereja.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Pesta Pembaptisan Tuhan - C

Renungan Pesta Pembaptisan Tuhan, Thn C/I
Bac I : Yes 40: 1 – 5, 9 – 11 ; Bac II : Tit 2: 11– 14, 3: 4 – 7
Injil       : Luk 3: 15 – 16, 21 – 22

Sabda Tuhan dalam bacaan kedua dan Injil berbicara tentang pembaptisan. Dikatakan bahwa pembaptisan membawa dampak pada kelahiran baru dan pembaharuan hidup (Tit 3: 5). Baptis ini dikenal sebagai pertobatan. Dalam Perjanjian Baru, baptisan pertobatan itu diwartakan oleh Yohanes Pembaptis. Dengan dibaptis berarti orang bertobat dan mendapatkan hidup yang baru.

Dalam Injil diceritakan bahwa Yesus datang kepada Yohanes dan memberi diri dibaptis. Pertanyaannya: apakah Yesus berdosa?

Sama sekali tidak! Pembaptisan Yesus oleh Yohanes adalah bentuk contoh teladan dan solidaritas-Nya kepada manusia. Dengan baptisan itu, Yesus, yang sebenarnya tidak membutuhkan baptis, mau menunjukkan bahwa diri-Nya saja mau dibaptis, bagaimana dengan kita yang memang sudah seharusnya dibaptis (bertobat). Baptisan Yesus juga menunjukkan bahwa Dia mau solider dengan warga sebangsa-Nya yang membutuhkan keselamatan rohani. Yesus mau senasib dengan manusia yang menderita karena belenggu kekuasaan setan.

Karena dua sikap luhur inilah Yesus dimuliakan Allah Bapa. "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." (ay. 22).

by: adrian