HATI DAN KESERAKAHAN MANUSIA
Semua orang tentu paham
dengan satu kata ini: HATI. Kata ini memiliki multi makna. Secara fisik-biologis,
hati merujuk pada salah satu organ dalam tubuh manusia; terletak di bawah jantung dan paru-paru. Namun hati
juga disering diidentikkan dengan ungkapan emosi. Misalnya, sakit hati, yang
bermakna perasaannya tersinggung. Atau hati sebagai ungkapan cinta/kasih sayang.
Karena itu, ungkapan kasih sayang selalu dilambangkan dengan gambar hati
(LOVE).
Selain itu, hati juga
memiliki makna spiritual. Hati sering dilihat sebagai totalitas kemanusiaan
seseorang. Jika dikatakan mencintai dengan hati (bdk. Perintah kasih Yesus
Kristus dalam Markus 12: 30), ini berarti mencintai dengan totalitas diri. Atau
seseorang yang bekerja sepenuh hati, seluruh dirinya: jiwa dan raganya, ada
dalam pekerjaan itu.
Hati, baik yang bersifat
biologis, psikis maupun spiritualitas, pada awalnya bersifat positif. Hal ini mungkin
sesuai dengan rencana awal penciptaan Allah (lih. Kej 1: 31).
Secara medis-biologis, hati berfungsi
sebagai sensor kenyang. Hati merupakan
organ pertama yang menerima nutrisi yang berasal dari sistem pencernaan. Jika kadar
nutrisi sudah mencukupi, hati akan mengirim informasi ke otak, dan otak
memerintahkan orang untuk berhenti makan. Dengan kata lain, hati yang baik berguna
untuk mengatasi sifat rakus manusia.
Namun jika fungsi hati ini
rusak, maka orang kesulitan untuk mengontrol pola makannya. Ia akan terus makan
dan makan. Dan ini berdampak pada kerusakan hati secara fisik. Jika hal ini
terjadi, maka orang akan mudah terserang berbagai penyakit; dan bukan tidak
mungkin nyawa menjadi taruhannya.
Demikian pula dalam dunia sosial-spiritualitas.
Hati dapat menjadi sensor puas. Orang yang merasa diri puas, tidak akan berusaha mencari-cari sesuatu demi memuaskan hasrat diri. Rasa puas membuat orang merasa cukup. Dia tidak akan menjadi serakah. Serakah merupakan aktivitas menumpukkan segala-galanya untuk diri sendiri. Orang
yang baik hati pastilah tidak serakah; ia sudah selesai dengan dirinya sendiri.
Pergerakan hidupnya justru terarah kepada orang lain, karena untuk dirinya
sudah cukup. Perhatikan hidup Yesus Kristus. Selalu diberitakan bahwa
pelayanan-Nya berawal dari hati-Nya yang tergerak oleh belas kasihan (Mat 9:
36; 14: 14; 20: 34).
Akan tetapi, jika hati ini
rusak, maka muncullah keserakahan. Orang selalu mencari dan mencari apa saja
demi kepentingan dirinya. Keserakahan itu tampak dalam penumpukan kekayaan,
jabatan dan kekuasaan, yang berpusat pada diri sendiri atau kelompoknya. Orang tidak
puas dengan kekayaan yang ada sehingga terus mencari dan tak mau berbagi. Demikian
pula dengan jabatan. Sekalipun banyak pekerjaan terbengkelai akibat menumpuknya
pekerjaan, namun karena matinya sensor keserakahan tadi, membuat orang tak mau
berbagi peran dan jabatan. Ini semua karena hati yang rusak, sehingga fungsi
sensornya tak berjalan.
Salah satu bentuk
keserakahan yang popular dewasa kini adalah korupsi. Yang seharusnya cukup
dengan gaji yang sudah ada, namun karena hatinya sudah busuk, maka yang bukan
jatahnya pun diambil. Norma moral dan aturan pun dilanggar demi terpenuhinya
hasrat.
Ternyata, hati yang rusak
bukan hanya menimbulkan keserakahan dalam hidup, melainkan segala jenis
kejahatan lainnya. Tuhan Yesus pernah berkata, “Karena dari hati timbul segala
pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan
hujat.” (Mat 15: 19). Di sini terlihat kalau hati berfungsi juga sebagai sensor kejahatan, atau dalam bahasa
agama dikenal sebagai sensor dosa. Hati yang baik membuat orang tidak mudah
jatuh ke dalam dosa.
Oleh karena itu, adalah
tugas manusia untuk menjaga kesehatan hatinya supaya berfungsi sebagai mana
semestinya. Seperti yang dikatakan di atas, pada awalnya hati berfungsi positif:
sebagai sensor kenyang, sensor keserakahan dan sensor kejahatan. Manusia harus
menjaga hatinya tetap sehat. Jangan merusak atau membusukan hati, karena
pengrusakan hati berdampak, bukan saja pada orang lain, melainkan pada diri
sendiri.
Pangkalpinang,
9 April 2016
by:
adrian
Baca
juga pencerahan lain: