Manusia adalah makhluk sosial. Kesosialan itu membuat manusia hidup
berdampingan dengan orang lain. Satu fakta tak bisa ditolak adalah tak ada manusia
hidup seorang diri di suatu tempat. Kesosialan itu juga mau menunjukkan bahwa
manusia itu beragam, baik dari segi jenis kelamin, warna kulit, suku, status
sosial maupun agama. Setiap manusia berbeda.
Perbedaan antar manusia hanya sebatas membedakan, bukan
memisahkan. Manusia tetap sebagai makhluk sosial; dan kesosialan itu membuat
dia tetap hidup berteman dengan perbedaan tadi. Pertemanan dalam perbedaan
dapat terwujud jika tiap-tiap orang memiliki sikap hormat satu sama lain.
Menghormati seseorang berarti juga menghormati totalitas dirinya, yang karena
totalitas itu dia berbeda dari kita. Jadi, menghormati seseorang sekaligus juga
menghormati perbedaan. Dengan menghormati perbedaan bukan lantas berarti kita
sama dengan dia.
Apakah islam mempunyai tradisi menghormati perbedaan dengan
orang lain? Perbedaan di sini hanya sebatas perbedaan agama, bukan lainnya.
Karena jika antar sesama islam, umat islam sungguh memiliki sikap menghormati.
Suku, warna kulit, ras, antar golongan telah disatukan oleh islam. KH Zainuddin
MZ pernah berkata bahwa umat islam itu seperti lebah. Jika salah satu bagian
sarang lebah diganggu, maka semua lebah akan ngamuk. Hal senada diungkapkan
Sayyid Mahmoud al-Qimni, “Jika identitas Mesir berdasarkan pada Arabia dan
persekutuan islamiah, maka orang muslim Mesir lebih merasa bersaudara dengan
muslim Bosnia dibandingkan dengan orang Mesir Kristen Koptik. Dengan begitu,
mencurahkan darah orang Mesir Koptik dianggap halal, dan orang Mesir Kristen
ini dibunuh karena apa yang terjadi terhadap Muslim di Bosnia dan Hursik.”