Rabu, 15 Juli 2015

Memberi Contoh Baik pada Anak

PERILAKU ORANGTUA MODEL UTAMA BAGI ANAK
Meski sering tidak disadari, orangtua sesungguhnya merupakan tokoh panutan bagi anak. Celoteh, tindak-tanduk, bahkan mimik muka dapat ditiru anak. Ada pendapat ahli yang mengatakan bahwa anak adalah peniru handal. Untuk perilaku positif tentu orangtua senang. Tapi untuk yang buruk? Tentu tak satu pun orangtua ingin menularkannya pada anak mereka.
Ada cerita soal imitasi ucapan ibu pada anaknya. Ketika seorang ibu memanggil anak sulungnya keluar kamar, tiba-tiba anaknya dengan fasih meneruskan ucapan ibunya saat mengingatkannya untuk segera bersiap sekolah.
“Nanti terlambat, sebentar lagi jam setengah tujuh, ayah sudah mau berangkat, jangan sampai ketinggalan, ayo minum susunya, habiskan rotinya!” tiru sang anak sambil bersungut-sungut menuju meja makan.
“Udah hafal deh Bu! Bosen,” sambung sang anak cuek sambil duduk di ruang makan. Sang ibu tidak menyangka kalau ucapan yang tanpa sadar diucapkan berulang-ulang setiap pagi ditiru persis sampai nada tinggi rendahnya pula.
Orangtua Adalah Model Utama
Dalam bersikap dan bertingkah laku setiap anak memang banyak meniru pada lingkungannya, mulai dari orangtua, nenek-kakek, om-tante, pengasuh, tetangga, sekolah, guru, teman bahkan dari TV dan VCD yang ditonton. Anak mudah sekali meniru apa yang dilihat dan menjadikan lingkungan sebagai model kehidupan. Mulai dari ucapan, misalnya kata-kata yang mudah untuk diikuti, atau tingkah laku yang dilihat dari tontonan film/sinetron.

Renungan Hari Rabu Biasa XV - Thn I

Renungan Hari Rabu Biasa XV, Thn B/I
Bac I  Kel 3: 1 – 6, 9 – 12; Injil           Mat 11: 25 – 27;

Bacaan pertama hari ini masih diambil dari Kitab Keluaran, yang berkisah tentang perjumpaan pertama Musa dengan Allah. Dalam perjumpaan itu Tuhan meminta kesediaan Musa untuk membebaskan umat pilihan-Nya, yaitu bangsa Israel dari penindasan bangsa Mesir. “Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir.” (ay. 10). Ada dua hal yang menarik di sini, yaitu soal Allah yang peduli akan jerit penderitaan umat-Nya, dan soal keberatan Musa. Keberatan Musa hanya didasarkan pada pertimbangan kepantasan saja. Ia merasa tidak layak, karena hanyalah orang biasa. Namun Tuhan sudah punya rencana. Tuhan tidak melihat status rendah Musa.
Apa yang disampaikan dalam bacaan pertama, kembali diajarkan Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Tuhan tidak melihat status, pangkat atau jabatan seseorang. Malahan Tuhan berpaling kepada orang-orang kecil dan tak terpandang; orang-orang yang sering tidak diperhitungkan. Dalam Injil Tuhan Yesus mengatakan bahwa rencana Tuhan disembunyikan “bagi orang bijak dan pandai, tetapi Kaunyatakan kepada orang-orang kecil.” (ay. 25). Inilah cara pandang Allah. Di sini mau ditampilkan keberpihakan Allah kepada orang-orang kecil.
Dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang kita lebih melihat status, pangkat atau jabatan seseorang. Kita lebih percaya omongan orang yang memiliki status atau label tertentu. Umat lebih percaya kalau pastor yang berbicara daripada seorang awam; dan umat lebih percaya lagi pada pastor kepala paroki daripada pastor biasa-biasa saja. Seakan jika mereka yang berbicara, sudah pasti baik dan benar. Tuhan hari ini, melalu sabda-Nya, mengajak kita untuk mengubah pola pikir ini. Tuhan menghendaki agar kita mau juga mendengarkan suara-suara orang-orang yang selama ini kita tak anggap atau bahkan kita singkirkan, karena bisa saja Tuhan sudah menyatakan kehendak-Nya pada mereka.***

by: adrian