Senin, 18 Agustus 2014

(Inspirasi Hidup) Belajar dari Negeri Jepang

MARI BELAJAR DARI ORANG JEPANG
Siapa yang tak kenal dengan negara Jepang, yang dikenal dengan istilah Negeri Matahari Terbit ini? Bagi orang Indonesia tentulah takkan bisa melupakan bangsa ini, karena bangsa ini pernah menjajah Indonesia. Begitu banyak kenangan pahit yang ditinggalkan bangsa, yang waktu itu disebut sebagai orang kate, karena orang-orang Jepang waktu itu berpostur tubuh pendek. Salah satunya adalah romusha.

Bila melihat peta dunia, kita dapat mengetahui betapa kecilnya negara ini. Luas daratan seluruhnya tak jauh berbeda dengan daratan Pulau Sumatera. Namun, sekalipun kecil, negara Jepang mampu menjajah negara Indonesia yang sangat jauh lebih besar wilayahnya. Malah bersama Jerman dan Italia, mereka ingin menguasai dunia dalam Perang Dunia II.

Lebih hebat lagi adalah kebangkitan Jepang setelah kehancuran Perang Dunia II. Jatuhnya bom atom di dua tempat, yaitu Hirosima dan Nagasaki, benar-benar membuat Jepang hancur total. Ini membuktikan betapa kecilnya negara tersebut. Akan tetapi, tidak lama kemudian Jepang bangkit menjadi bangsa yang maju dan besar, bukan saja di tingkat Asia melainkan juga dunia. Jepang bangkit dan kembali “menjajah” dunia. Dalam hal teknologi, siapa yang tidak kenal produk-produk Negeri Sakura ini? Dalam dunia olahraga pun Jepang memiliki segudang prestasi. Sekarang sulit menemukan orang Jepang yang bertubuh pendek.

Kehancuran sering melanda Jepang. Yang terakhir adalah gempa dan tsunami yang mengakibatkan bocornya reaktor nuklir Fukushima Daiichi. Namun dalam waktu singkat bangsa ini sudah bangkit dari kehancurannya itu. Tentulah kita bertanya apa yang membuat bangsa, yang dikenal sebagai negeri para samurai, ini begitu maju dan menjadi negara yang besar?

Bila ditelusuri baik-baik, bangsa Jepang memiliki beberapa nilai yang merasuki jiwa rakyat Jepang untuk maju. Nilai-nilai ini sudah menjadi bagian hidup mereka. Oleh karena itu, setiap orang Jepang tentulah mempunyai nilai-nilai luhur ini, yang membuat negaranya maju dan berkembang. Nilai-nilai itu adalah bushido. Kata “bushido” ini dimengerti sebagai semangat kerja keras. Dalam nilai bushido ini tidak ada istilah cepat putus asa dan berpuas diri. Dengan ini bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang terus menerus mau belajar dan mengembangkan diri. Semangat bushido membuat orang Jepang terus berinovasi.

Nilai kedua adalah Kai Zen. Kata Kai Zen ini dapat dimengerti sebagai komitmen. Pada nilai ini terkandung efektifitas dan efisiensi. Pada prinsipnya, semua pekerjaan dilakukan dan diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Karena itu, warga Jepang sudah terbiasa dengan pola hidup tertib dan disiplin.

Nilai Keisan adalah nilai ketiga yang mempengaruhi kemajuan bangsa Jepang. Keisan dimengerti sebagai kesinambungan dan kesungguhan dengan minat yang tinggi. Karena prinsip ini negara Jepang terkesan sebagai bangsa yang ambisius. Dengan nilai keisan ini bangsa Jepang akan terus menerus melakukan perubahan untuk menjadi lebih baik lagi.

Negeri Jepang terkenal juga dengan samurainya. Dalam dunia samurai ada budaya harakiri, yang dimengerti sebagai tindakan bunuh diri karena gagal menjalankan tugas. Mungkin kedengarannya budaya ini menyeramkan, namun budaya inilah yang menjadi nilai keempat yang menjadi faktor kemajuan bangsa Jepang. Di balik aksi bunuh diri itu tersimpan nilai luhur, yaitu berani bertanggung jawab atas kesalahan dan kegagalan. Nilai ini membuat bangsa Jepang memiliki dan menjaga harga diri. Di zaman modern ini, aksi bunuh diri sebagai bagian dari budaya harakiri diwujudkan dengan mundur dari jabatan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kesalahan dan kegagalan.

Kelebihan bangsa Jepang lainnya adalah mandiri. Sejak kecil orang Jepang dilatih untuk hidup mandiri. Ada begitu banyak mahasiswa Jepang yang membiayai kuliahnya sendiri dari hasil pekerjaannya. Dalam nilai mandiri ini terkandung prinsip apa yang bisa dilakukan sendiri akan dilakukan, tanpa merepotkan orang lain. Prinsip ini membentuk bangsa Jepang sebagai bangsa berkembang secara mandiri tanpa mengandalkan bantuan dari bangsa lain.

Nilai terakhir dari bangsa Jepang yang membuatnya menjadi negara maju dan layak ditiru adalah budaya membaca. Sejak kecil warga dibiasakan untuk membaca. Tidak ada waktu luang terbuang percuma. Oleh karena itu, adalah pemandangan bisa bila berada di Jepang kita menyaksikan orang sedang membaca. Mungkin kita bertanya apa kaitan antara membaca (buku) dengan kemajuan? Tentulah kita tahu bahwa buku merupakan jendela ilmu. Dengan membaca berarti kita membuka jendela itu sehingga kita dapat melihat dan mengetahui apa yang ada di luar jendela.

Demikianlah beberapa nilai-nilai positif bangsa Jepang yang membuatnya menjadi bangsa yang maju dan besar. Untuk menjadi maju dan besar sebenarnya tidaklah sulit. Tinggal adanya kemauan dan tekad. Bangsa Jepang adalah bukti nyatanya. Oleh karena itu, jangan menunggu besok! Mulailah dari sekarang, maka kelak Anda akan menjadi orang yang sukses dan maju.
Batam, 17 Agustus, 2014

by: adrian, dari berbagai sumber
Baca juga:

Orang Kudus 18 Agustus: St. Yohana Delanoue

SANTA YOHANA DELANOUE
Jeanne Delanoue lahir pada 18 Juni 1666 di Saumur, Anjou, Perancis. Ia adalah puteri bungsu dari duabelas bersaudara. Ayahnya meninggal dunia ketika ia berusia enam tahun, dan ibunya mulai menjalankan bisnis keluarganya dibantu Yohana, yang berkembang dengan pesat. Setelah kematian ibunya, saat Yohana berusia duapuluh tujuh tahun, Yohana mendapat panggilan, baik melalui penglihatan, dan juga kunjungan seorang peziarah wanita tua, Frances Souchet, dari Rennes pada Hari Raya Pentakosta.

Yohana mulai membuka perhatiannya kepada orang-orang miskin dan membantunya. Dari mulai mengunjungi orang-orang miskin, sampai kemudian banyak orang miskin mencari Yohana. Pada tahun 1700, ia menerima seorang anak ke dalam rumahnya, yang kemudian disusul oleh orang sakit, orang tua, dan orang miskin. Dengan banyaknya orang yang harus ia bantu, Yohana menggunakan sebuah gua kosong yang dibuat senyaman mungkin untuk membantu mereka. Dalam waktu empat tahun, karya Yohana menarik perhatian beberapa gadis muda untuk membantunya.

Yohana kemudian mendirikan Kongregasi St. Anna dari Penyelenggaraan Ilahi (Sainte Anne de la Providence). Konstitusi kongregasi ini diakui pada tahun 1709 dan Yohana kemudian dikenal dengan nama Yohana dari Salib. Pada tahun 1715, rumah untuk orang miskin pertama di Saumur berhasil didirikan. Karyanya mulai cepat tersebar ke luar Saumur dan Keuskupannya. Yohana memiliki banyak komunitas, rumah untuk orang miskin, dan sekolah.

Yohana Delanoue meninggal dunia pada 17 Agustus 1736 di Fencet, Perancis. Pada 5 November 1947, ia dibeatifikasi oleh Paus Pius XII, dan pada 31 Oktober 1982, ia dikanonisasi oleh Paus Yohanes Paulus II


Baca juga riwayat orang kudus 18 Agustus
St. Helena

Renungan Hari Senin Biasa XX - Thn II

Renungan Hari Senin Biasa XX, Thn A/II
Bac I    Yeh 24: 15 – 24; Injil                        Mat 19: 16 – 22;

Ada kesamaan topik dalam dua bacaan liturgi hari ini. Kesamaan itu terletak pada tindakan orang bertanya untuk dirinya sendiri. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Nabi Yehezkiel, orang Israel datang kepada Yehezkiel dan bertanya tentang makna dari tindakan yang dilakukannya. “Apa artinya ini bagi kami?” (ay. 19). Inti jawaban Yehezkiel adalah Yehezkiel menjadi lambang dari sikap Allah terhadap bangsa Israel. Tuhan Allah kecewa dan marah kepada mereka. Di balik jawaban itu terbersit suatu pesan agar umat Israel berpaling kembali kepada Allahnya. Agar dapat kembali kepada Allah, umat musti menanggalkan ego dan andalan-andalannya yang lain.

Injil hari ini menceritakan tentang seorang kaya yang datang kepada Tuhan Yesus dan bertanya, “apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal.” (ay. 16). Sekalipun Yesus sudah merujuk pada Kitab Taurat, sebagai salah satu petunjuk memperoleh hidup kekal, orang ini masih merasa ada yang kurang. Kekurangan itu dilihat oleh Yesus. Orang itu terikat pada sesuatu yang menjadi andalannya. Karena itu, Tuhan Yesus meminta dia untuk melepaskan segala sesuatu yang menjadi andalannya itu, yaitu kekayaan.

Melihat kedua bacaan di atas, terlihat jelas bahwa mereka yang bertanya mengalami kekecewaan atas jawaban. Mereka kecewa karena jawaban itu menuntut sesuatu dari si penanya untuk dilepaskan. Melepaskan sesuatu itu amatlah sulit. Dibutuhkan pengorbanan. Tak jarang sikap mereka ada juga dalam kehidupan kita. Ketika kita bertanya sesuatu hal demi kepentingan kita namun jawabannya menuntut pengorbanan dari kita, reaksi kita adalah kecewa. Kita belum siap berkorban. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki kita untuk siap mengorbankan sesuatu yang menjadi kelekatan diri kita demi tujuan kita.

by: adrian