Selasa, 19 November 2013

Aksi Paskah Umat Katolik Tg Batu 2012: Tanam Pohon

 Pak Feliks memberi instruksi

 Rm. Yudgi memberkati bibit yang hendak ditanam
 Menyiapkan lubang perdana
 Pak Feliks menanam pohon pertama

 Nuho mendapat giliran
 Pak Frans juga tak mau ketinggalan
 Dengan susah payah untuk menunduk, akhirnya Rm. Yudhi berhasil menanam pohonnya

 Pak Tikia juga terlibat menanam

 Menyiapkan pagar pengaman pohon yang baru ditanam






(Pencerahan) Perjuangan Hidup

HIDUP ITU PERJUANGAN
Robertson Davies berkata, "Orang-orang yang luar biasa bertahan dalam situasi yang sangat sulit, dan mereka menjadi semakin luar biasa karena itu."

Setiap manusia terlahir untuk berjuang. Hidup, yang didapat ketika kita lahir, ini terlalu berharga, jika hanya sekedar menjalani 'gaya hidup bertahan saja' dalam jangka waktu lama. Artinya, kita tidak menghidupi hidup itu; hidup hanya mengalir begitu saja. Hidup berjalan tak semulus yang diharapkan. Kadang-kadang kita memang mengalami masa-masa sulit. Masalah datang silih berganti. Ekonomi yang jatuh, bisnis yang melambat, kesehatan yang melemah, dan hubungan yang mungkin mengalami masa-masa sulit. Hidup terasa sulit.

Buatlah keputusan, bahwa apa pun yang menimpa, betapapun sukarnya, betapa pun tidak adilnya, kita tetap akan melakukan lebih banyak lagi dari sekedar hanya bertahan hidup. Dengan ini kita akan berkembang pesat walaupun semua itu terjadi. Jadi, kita tidak begitu saja menyerah pada keadaan.

Ibarat sebuah musim kemarau yang berganti dengan musim hujan. Tuhan pun telah menyiapkan sebuah musim baru untuk kita. Tuhan memiliki hal-hal luar biasa di masa depan. Tuhan memiliki pintu-pintu baru yang ingin kita buka. Tuhan menghendaki kehidupan kita lebih baik daripada sebelumnya. Tak pernah Tuhan menginginkan yang buruk terjadi dalam kehidupan kita.

Maka, perlu disadari bahwa mentalitas bertahan hidup hanya akan menghalangi kita mencapai hal terbaik dari TuhanJika harapan kita selalu kurang, kita pun akan mendapatkan yang kurang. Tetapi jika kita berharap berkah yang lebih besar lagi, Tuhan akan meningkatkan hidup kita dengan cara yang lebih hebat lagi.

Apa yang terjadi pada kita, seburuk apapun itu, tidak akan menghalangi kekuasaan-Nya. Tetapi terkadang pikiran kitalah yang justru menghalangi kekuasaan Tuhan pada kita. Karena itu, tetaplah beriman, yakinlah bahwa kita akan mendapatkan kemurahan Tuhan yang tak terduga!


by: adrian, diolah dari email Anne Ahira

Orang Kudus 19 November: St. Mechtildis Helfta

SANTA  MECHTILDIS HELFTA
Matilda von Hackerborn-Wippra dilahirkan pada tahun 1241 sebagai puteri salah satu keluarga bangsawan Thuringian yang paling berkuasa. Saudari kandungnya adalah Abbas Getrudis dari Hackeborn yang termasyhur. Waktu kelahirannya, Machtildis terlihat begitu rapuh sehingga, khawatir kalau-kalau ia mati tanpa dibaptis, orang tuanya segera membawanya kepada imam yang saat itu sedang mempersiapkan diri untuk mempersembahkan misa. Imam yang terkenal saleh ini, setelah membaptis si bayi, menyampaikan suatu pernyataan yang diterima sebagian orang sebagai nubuat, “Apakah yang kalian takutkan? Anak ini sudah pasti tidak akan mati, tetapi akan menjadi seorang biarawati kudus, di mana Allah akan mengadakan banyak perbuatan ajaib, dan ia akan mengakhiri hari-harinya dalam usia lanjut.”

Ketika usianya tujuh tahun, ibunya membawanya mengunjungi kakak perempuannya, Getrudis, yang kala itu adalah seorang biarawati di Biara Cictersian di Rodersdorf. Mechtildis kecil begitu terpikat oleh kehidupan biara dan tak dapat dibujuk untuk pulang, baik dengan kata-kata manis maupun dengan ancaman. Akhirnya, dengan berat hati orang tuanya terpaksa mengijinkannya tinggal di sana. Dalam waktu singkat Machtildis maju pesat dalam devosi dan kasih akan Allah.

Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1258, Machtildis mengikuti saudarinya memindahkan biara ke wilayah Helfta yang disumbangkan oleh saudara laki-laki mereka, Louis dan Albert. Pada tahun 1261, seorang anak kecil berusia lima tahun, Getrude, dipercayakan dalam bimbingan Machtildis. Anak ini adalah Getrude yang dikemudian dikenal dengan Santa Getrude Agung.

Machtildis menonjol dalam kerendahan hati, semangat, kesalehan dan keramahtamahan yang telah menjadi ciri khasnya semenjak kanak-kanak dan yang tampak menjadi ciri keluarganya. Ia sangat mencintai kemiskinan dan melewatkan hari-hari hidupnya dalam matiraga yang berat, dan melakukan silih atas dosa-dosa sesama. Machtildis senantiasa menanggung sakit fisik sepanjang hidupnya; terus menerus ia menderita karena sakit kepala atau sakit-sakit ainnya. Namun demikian, ia menanggung sakitnya dengan begitu sabar hingga ia selalu tampak ceria sementara menderita. Meski dirinya sendiri sakit, ia biasa menghibur dan melayani mereka yang sakit, bahkan meski terkadang ia sendiri harus diusung untuk mengunjungi mereka. Ia menunjukkan kasih sayang dan simpati begitu rupa kepada mereka yang sakit hingga orang yang melihatnya mencucurkan air mata.

Para biarawati yang lain biasa ada di sekelilingnya seperti mengelilingi seorang pengkotbah, untuk mendengarkan sabda Allah dari mulutnya. Machtildis adalah pengungsian dan penghibur mereka. Tak pernah seorang pun yang menyampaikan penderitaannya, dibiarkan pergi tanpa menerima penghiburan dan nasehat yang menenangkan. Di samping suara merdu, Machtildis juga dianugerahi bakat musik yang luar biasa; ia adalah pemimpin paduan suara para biarawati sepanjang hidupnya. Karena alasan ini ia sering disebut “Burung Bulbul Kristus.”

Kristus, Mempelainya terkasih, yang mempertunangkannya dengan Diri-Nya dengan sebuah cincin, kerap menampakkan diri dan berbicara kepadanya. Santa Perawan Maria dan banyak para kudus juga biasa berbincang dengannya. Pada suatu hari Rabu dalam masa Paskah, ayat dalam bacaan misa adalah, “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku...” Machtildis bertanya kepada Yesus apakah dirinya termasuk dalam bilangan yang diberkati untuk mendengarkan suara-Nya. Dan Yesus menjawab, “Ya, engkau akan tahu pasti bahwa engkau termasuk dalam bilangan ini.” Dan Yesus memberikan Hati-Nya kepada Machtildis sebagai tanda janji, yang lalu disembunyikan Machtildis dalam dirinya sampai menjelang ajalnya. Ia terdengar biasa mengatakan, “Jika segala yang dianugerahkan Hati Yesus atasku dijabarkan, maka tak ada buku yang akan cukup untuk memuatnya.”

Baru di usianya yang kelimapuluh Machtildis mengetahui bahwa ada dua orang biarawati yang secara istimewa membukukan kekayaan rohaninya. Mereka telah mencatat semua karunia dan pengalaman rohani yang dianugerahkan Allah kepadanya. Dan buku itu telah hampir selesai ditulis. Sebagian orang berpendapat bahwa salah seorang dari kedua biarawati itu adalah St. Getrude Agung. Machtildis menjadi galau hatinya karena tulisan itu. Kristus menampakkan diri dengan buku wahyu di tangannya dan mengatakan, “Semua ini telah dituliskan karena kehendak dan insirasi dari-Ku. Sebab itu, engkau tak memiliki alasan untuk khawatir mengenainya.” Yesus mengatakan juga bahwa sebagaimana Ia telah begitu bermurah hati kepadanya, ia pun harus melakukan yang sama, dan bahwa penyebarluasan wahyu ini akan membuat banyak orang semakin bertumbuh dalam kasih-Nya. Lagi pula Ia menghendaki buku itu disebut “Buku Rahmat Istimewa”, sebab akan mendatangkan rahmat bagi banyak orang. Ketika Machtildis mengerti bahwa buku itu ditujukan demi kemuliaan Allah, ia berhenti khawatir dan bahkan ia sendiri mengoreksi naskah aslinya.

Setelah tinggal selama limapuluh tahun dalam biara, dan usianya telah limapuluh tujuh tahun, maka akhir hidupnya sudah dekat. Tiga tahun lamanya ia menderita penyakit payah dan sementara ia menerima sakramen terakhir. St. Getrudis, saudarinya, melihat Kristus sendiri datang mengurapinya dalam suatu cara rohani. Pada hari terakhir hidupnya, ia menderita sakit yang sangat dahsyat dan tak dapat mengatakan apa-apa selain, “Ya Yesus yang paling baik hati, Yesus yang paling baik hati!” Akhirnya, pada saat kemuliaan dimadahkan dalam misa kudus, Kristus menampakkan diri kepada Machtildis dan berkata, “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku...” dan mengingatkannya akan janji bertahun-tahun yang silam di mana Yesus telah memberikan Hati-Nya sebagai tanda janji. Sementara Mechtildis mengembalikan Hati-Nya, Yesus menerima kembali seraya membawa serta Mechtildis, dan ia pun menyerahkan nyawanya. St. Mechtildis wafat pada tanggal 19 November 1298 di Biara Helfta.

Segera sesudah wafat suster Benediktin ini, “Buku Rahmat Istimewa” dipublikasikan dan mendapat sambutan luar biasa hingga begitu cepat mengalami cetak ulang. Pesta St. Mechtildis dirayakan pada tanggal 19 November.

Renungan Hari Selasa Biasa XXXIII - Thn I

Renungan Hari Selasa Biasa XXXIII, Thn C/I
Bac I   : 2Mak 6: 18 – 31; Injil     : Luk 19: 1 – 10

Tokoh utama dalam bacaan pertama adalah “seorang ahli Taurat yang utama” (ay. 18), yaitu Eleazar. Ia menjadi contoh teladan, sebagaimana dia sendiri maksudkan perbuatannya. “Berpura-pura tidaklah pantas bagi umur kami, supaya janganlah banyak pemuda kusesatkan juga...” (ay. 24). Salah satu teladan Eleazar adalah kesetiaannya kepada Allah tanpa kemunafikan.

Sikap dan teladan Eleazar ini sangat bertentangan dengan sikap orang banyak yang menyertai Yesus. Ketika Yesus bersahabat dengan Zakheus, yang adalah kepala pemungut cukai, dan berlanjut dengan makan bersama, orang banyak bersungut-sungut sebagai ungkapan protes. Yesus menyindir sikap mereka. Di sini sikap Yesus sama dengan sikap Eleazar. Yesus pun ingin memberi contoh teladan kepada orang banyak bagaimana bersikap dengan sesama. “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (ay. 10).

Beriman janganlah berpura-pura. Tidak pula mencari muka. Beriman harus menjadi contoh teladan bagi orang lain. Inilah yang hendak disampaikan Tuhan melalui sabda-Nya. Tuhan tidak ingin kita berlaku munafik, sebagaimana yang dilakukan orang banyak yang menyertai Yesus. Akan tetapi hendaklah kita meniru teladan hidup Eleazar dan Yesus. Salah satunya adalah menerima sesama kita tanpa pandang bulu.

by: adrian