Kamis, 16 Juni 2022

MARI BANGUN RASA PERCAYA DIRI ANAK

Tentulah setiap orangtua ingin agar anaknya memiliki rasa percaya diri yang bagus. Percaya diri (self confidence) adalah keyakinan seseorang akan kemampuan yang dimiliki untuk menampilkan perilaku tertentu atau untuk mencapai target tertentu. Kebanyakan orangtua berpikir bahwa rasa percaya diri yang bagus dapat membantu anak berprestasi dan sukses.

Rasa percaya diri itu bukan bakat, melainkan sebuah kualitas mental (dalam arti pencapaian yang dihasilkan dari proses pendidikan atau pemberdayaan). Setiap anak punya hak untuk dilatih menjadi lebih percaya diri, sesuai dengan keadaannya. Artinya, rasa percaya diri itu bukanlah sesuatu yang sudah ada dalam diri seseorang, melainkan butuh pelatihan.

Kapan anak-anak bisa dilatih untuk menumbuhkan kepercayaan diri? Menurut Erik Erikson, kepercayaan diri ini perlu dilatih dari sejak anak mengenal dunia di luar kandungan atau sejak usia dini. Dengan beranjaknya usia, naluri adaptatifnya anak secara perlahan dan bertahap ingin memupuk kepercayaan dirinya melalui berbagai eksperiensi dan eksplorasi, misalnya dengan menjajal sesuatu, bergerak bebas, dan lain-lain. Kata Erikson, orangtua yang sanggup memberikan kasih sayang dan rasa aman, akan memupuk kepercayaan diri anak. Kasih sayang dan rasa aman itu akan menancapkan kesimpulan dalam pikiran anak: ternyata dunia ini bersikap baik sehingga tak ada alasan untuk takut.

Orangtua yang pintar mengembangkan naluri berotonomi si anak (misalnya bebas bermain atas keputusannya), pintar menyalurkan hak berinisiatif atau orangtua yang pintar memberi kesempatan kepada anak untuk mengasah berbagai kebolehan dan kebiasaan (kompetensi), akan memupuk kepercayaan dirinya, mungkin di bidang yang umum atau mungkin di bidang tertentu.

Memang anak adalah ‘makhluk’ dengan dua sisi. Satu sisi, dia adalah makhluk pasif, tergantung bagaimana orangtua membentuknya; dan di sisi lain, dia adalah makhluk aktif, bisa membentuk dirinya sendiri dan bahkan berhasil membentuk perilaku orangtua. Sebagian perilaku dan respon orangtua dipengaruhi oleh peranannya dalam mempengaruhi.

Karena itu, seperti kata Alfred Adler, model pola asuh yang paling membahayakan bagi perkembangan mental anak adalah terlalu melindungi atau terlalu mengabaikan. Yang menjadi titik tekan di sini bukan melindungi atau mengabaikan, melainkan ‘terlalu’-nya itu.