Saudara-saudariku terkasih, aku ingin berbagi dengan Anda rahmat yang telah
aku terima dari Allah. Aku ingin setiap orang tahu betapa besar kuasa dan
kerahiman Allahku.
Aku masuk Katolik lima belas tahun yang lalu. Saat itu usiaku 23 tahun. Aku
tidak dibaptis, dan aku memutuskan untuk mengikuti katekumenat, masa persiapan
pembaptisan. Sejak saat aku memutuskan untuk menyerahkan sepenuhnya hidupku
kepada Allah, aku mulai jatuh sakit. Setan mulai penasaran dengan keputusanku.
Tahun itu, aku kehilangan ayahku, pekerjaanku, dan akhirnya kehilangan
semuanya. Aku depresi dan putus asa. Aku berpikir bahwa dengan Allah, hidupku
akan menjadi bunga tanpa duri. Aku ingin berhenti menjadi orang beriman dan
kembali ke hidup yang aku jalani sebelumnya, tetapi Allah berbelas kasih
kepadaku. Allah tidak membiarkan aku terpisah dari-Nya, dan Dia menguatkan iman
dan ketekunanku.
Kemudian, para Suster Pauline mulai memperkenalkan buku-buku Raboni
Editora di kotaku, dan aku mulai membeli bermacam-macam buku.
Buku-buku itu telah banyak memberi pencerahan atas kehidupan rohaniku. Membaca
buku-buku itu memberi aku banyak kekuatan dan hal itu membuat setan sangat
marah. Ia mencoba mengambil dariku apa yang paling berharga bagiku, yaitu
hidupku.
Menjelang hari-hari pembaptisanku, aku mulai jatuh sakit dan sangat lemah.
Para dokter meminta aku melakukan sejumlah pemeriksaan, dan hasilnya positif;
aku mengidap HIV. Dalam waktu sekejap itu, segala sesuatu kehilangan arti
bagiku. Aku berpikir untuk segera melakukan banyak hal, tetapi satu-satunya hal
yang aku lakukan adalah lari ke gereja dan menangis. Sesudah itu aku berbicara
kepada seorang imam dan ia berbicara kepadaku selama berjam-jam, membujuk aku
untuk tidak putus asa, tidak mengundurkan diri dari pembaptisan, dan tidak
menjauhkan diri dari Allah. Ia mendesak aku untuk bertekun dan percaya kepada
penyelenggaraan ilahi.
Sesudah pembaptisanku, aku berencana untuk mulai menjalani pengobatan karena semakin hari aku semakin kurus dan lemah, tetapi kemudian aku membatalkan rencana itu. Aku tahu bahwa tidak ada pengobatan yang sungguh-sungguh dapat menyembuhkan penyakitku. Meskipun pengobatan itu dapat mengurangi atau menghilangkan gejala-gejalanya, namun aku akan menjadi ”hamba” obat, bergantung pada obat selama sisa hidupku. Aku memutuskan untuk menaruh seluruh harapanku pada Yesus, menjadikan Dia tempat pengungsianku karena aku yakin di mana kemampuan manusia berakhir, di situ kekuasaan Allah mulai bekerja. Aku ingat bahwa Allah tidak menginginkan kematian pendosa, melainkan pertobatannya.