Allah,
tidak ada tuhan selain Dia. Dia pasti akan mengumpulkan kamu pada hari kiamat
yang tidak diragukan terjadinya. Siapakah yang lebih benar perkataan(nya)
daripada Allah? (QS 4: 87)
Tak
bisa dipungkiri bahwa umat islam percaya bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu Allah
yang langsung disampaikan kepada Muhammad, yang kemudian ditulis di atas
kertas. Sekalipun ada di kertas, tapi umat islam yakin bahwa itu adalah
kata-kata Allah sendiri. Dan karena Allah itu mahasuci, maka kertas yang ditulisi perkataan Allah adalah
suci juga. Maka dari itu, tak heran ketika ditemukan lembaran-lembaran
Al-Qur’an di tempat sampah, yang sebagiannya sudah terbakar, umat islam merasa
marah. Hal itu dilihat sebagai bentuk penghinaan terhadap Allah. Dalam surah al-Maidah ayat 33, Allah meminta umat islam untuk membunuh mereka yang
menghina-Nya. Begitu sadisnya Allah
islam ini!
Berhubung Al-Qur’an merupakan pedoman yang menjadi
tuntunan bagi umat islam, Allah telah memudahkan ayat-ayat Al-Qur’an. Artinya,
dalam penyampaian wahyu-Nya Allah menggunakan bahasa yang sederhana sehingga
mudah dipahami oleh umat-Nya. Karena itulah, Al-Qur’an dikenal juga sebagai
kitab atau keterangan yang jelas. Umat islam, khususnya para ulama, menafsirkan
kata “jelas” di sini sebagai terang benderang, sejalan dengan maksud Allah
memudahkan semua ayat-Nya. Dengan kata lain, makna ayat-ayat Al-Qur’an dapat
ditemui sebagaimana tertulis di dalamnya.
Berangkat dari dua premis di atas dapatlah dikatakan
bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan wahyu Allah dan maknanya sangat
jelas. Karena wahyu Allah ini ditulis dalam satu ayat, maka bisa dikatakan
bahwa kutipan kalimat di atas turun bersamaan, sekali tarikan nafas. Kutipan
wahyu Allah di atas terdiri dari 3 kalimat. Kalimat pertama, yang secara
linguistik tidak bisa disebut sebagai kalimat, berisi pesan tauhid. Kalimat
kedua menjelaskan tentang hari kiamat. Ada 2 pesan yang hendak disampaikan di
sini, yaitu peran Allah yang mengumpulkan umat-Nya dan tentang kepastian hari
kiamat itu sendiri. Kalimat ketiga berbentuk pertanyaan retoris tentang
kebenaran perkataan Allah.
Kalau diperhatikan dengan seksama, ketiga kalimat
Allah di atas sama sekali tidak mempunyai hubungan sama sekali. Ketiga kalimat
tersebut memiliki arti dan pesannya sendiri, yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Dari pesan tauhid langsung ke persoalan hari kiamat, dan tiba-tiba muncul
pertanyaan yang sama sekali tidak ada kaitan dengan dua kalimat sebelumnya.
Secara linguistik hal ini terasa sangat tidak masuk akal, dan membuat wahyu
Allah ini terlihat kacau. Jika dikaitkan dengan salah satu sifat Allah, yakni
maha sempurna, maka secara linguistik kutipan wahyu Allah di atas sangatlah
mungkin bukan berasal dari Allah. Bagaimana mungkin dari Allah yang maha
sempurna bisa muncul sesuatu yang tidak sempurna. Ataukah standar kesempurnaan
Allah berbeda dengan standar kesempurnaan manusia? Artinya, bagi Allah itu
sempurna, tapi tidak bagi manusia. Dapat dipastikan kutipan kalimat Allah di
atas lahir dari pikiran manusia yang kacau, atau meminjam kata-kata JK
Sheindlin, lahir dari “pikiran orang bingung”.