Minggu, 24 Mei 2015

Ini Alasan Orang Bermental ABS

MENGENAL MENTAL ABS
Pada jaman rezim Soeharto, kita kenal istilah “Asal Bapak Senang” alias ABS. Istilah ini dikenakan kepada Presiden RI, Soeharto. Maksud dari istilah ini adalah bawahan-bawahan Soeharto selalu memberi laporan yang baik dan bagus dengan tujuan supaya Soeharto senang. Apapun keadaan dan situasinya, laporannya selalu yang baik dan bagus.

Presiden tidak suka jika ada berita negatif tentang negeri ini. Presiden akan marah kalau mendengar berita buruk itu. Tentulah, pemberi laporan akan sedikit mendapat teguran dan ancaman. Oleh karena itu, para menteri berusaha memberikan laporan yang positif, bukan hanya untuk menghindari dari teguran dan amarah, melainkan juga supaya presiden senang. Dari sinilah muncul istilah ABS itu.

Bisa dikatakan bahwa metode “Asal Bapak Senang” menutup mata dan telinga presiden akan situasi dan kondisi bangsa yang sebenarnya. Presiden tidak akan tahu bahwa ada rakyat yang kekurangan makanan atau anak sekolah terlantar. Bawahan-bawahan presiden selalu memberi laporan bahwa rakyat hidup damai sejahtera dan pendidikan Indonesia maju.

Metode Asal Bapak Senang ini ternyata bukan hanya ada dalam dunia sekular (politik kenegaraan). Di kehidupan Gereja juga bisa ditemui metode dan juga sekaligus mental ABS ini. Mungkin istilahnya tidak ABS melainkan AUS (Asal Uskup Senang).

Tak jauh berbeda dengan dunia sekular tadi, mental atau metode Asal Uskup Senang juga lahir dari keinginan uskup yang hanya menghendaki laporan positif dari bawahannya. Para bawahan uskup, misalnya seperti pastor paroki dan ketua-ketua yayasan milik keuskupan, selalu berusaha menampilkan berita dan laporan yang positif dan menutupi atau malah menghilangkan hal yang negatif. Karena itu, uskup hanya tahu yang positif saja.

Kita tidak tahu apakah memang uskup hanya ingin berita yang positif saja karena tak mau dengan berita negatif atau uskup hanya ingin dihibur. Hiburan bisa datang dari laporan-laporan yang menyenangkan. Laporan yang tak menyenangkan tentu tidak akan mendatangkan perasaan senang dan tenang. Bawaannya adalah resah dan gelisah. Atau juga mungkin uskup punya pemikiran bahwa berita positif dapat membawah efek perubahan positif.

Apapun faktor alasannya, sikap uskup yang hanya ingin senang tadi dengan menerima laporan positif, melahirkan mental AUS dalam diri imamnya. Setiap kali kunjungan uskup ke paroki-paroki, pastor paroki selalu setia mendampingi uskup. Pendampingan ini bukan semata-mata karena tuntutan tugas, melainkan menjadi sarana pengalihan perhatian uskup. Pastor paroki dapat dengan mudah menjelaskan hal-hal positif di parokinya. Pastor paroki dapat segera mengalihkan uskup dari hal-hal yang negatif, baik itu dari penglihatan langsung maupun dari komentar umat. Keadaan paroki semuanya dalam keadaan baik. Umat berkembang, keuangan meningkat, ada program ini itu, dan lain sebagainya. Tentu uskup akan senang dengan laporan ini, meski jika ditelisik dengan benar maka akan terlihat bahwa tidak semuanya itu benar; atau mungkin kebalikannya.

Kita bisa bertanya kenapa imam-imam bermental Asal Uskup Senang? Apakah karena mereka meniru mental pejabat pemerintahan di era Orde Baru?

Renungan Hari Raya Pentakosta, Thn B

Renungan Hari Raya Pentakosta, Thn B/I
Bac I  Kis 2: 1 – 11; Bac II        Gal 4: 16 – 25;

Hari ini merupakan akhir dari perjalanan masa paskah. Hari ini Gereja Universal mengajak kita untuk merayakan peristiwa Roh Kudus turun atas para rasul, yang dikenal dengan istilah Pentakosta. Bacaan pertama hari ini, yang diambil dari kitab Kisah Para Rasul, menceritakan peristiwa tersebut. Para murid, yang masih berkumpul di Yerusalem sesuai dengan amanat Tuhan Yesus, berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba Roh Kudus turun di atas kepala para murid, yang digambarkan seperti lidah-lidah api. Dengan terang Roh Kudus ini mereka bisa bersaksi tentang Kristus dalam berbagai bahasa. Peristiwa ini mau menunjukkan bahwa Kristus harus diwartakan ke segala penjuru dunia.
Tentang Roh Kudus ini, Tuhan Yesus sendiri sudah pernah mengatakannya. Sebelum memasuki masa sengsara dan wafat-Nya, Tuhan Yesus sudah menjanjikan Roh Kudus untuk menyertai perjalanan pastoral mereka kelak. Roh Kudus yang dimaksud oleh Tuhan Yesus tidak merujuk kepada sosok manusia tertentu, sebagaimana diyakini oleh umat islam. Kaum muslim selalu menggunakan teks ini sebagai pembenaran akan kenabian Muhammad. Ada ironisme di sini, dimana umat islam menilai Injil sekarang (termasuk Injil Yohanes) adalah palsu, namun mereka menggunakannya untuk membenarkan kedatangan Muhammad. Satu hal yang bisa dipakai untuk menyanggah argumen umat islam adalah pernyataan Tuhan Yesus sendiri bahwa Roh Kudus itu akan bersaksi tentang Dia (ay. 26). Pertanyaannya, apakah Muhammad bersaksi tentang Tuhan Yesus?
Jika bacaan pertama dan Injil mengungkapkan tuntutan dari menerima Roh Kudus, yaitu bersaksi, dalam bacaan kedua Paulus mengungkapkan tuntutan lain. Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Paulus mengajak umat untuk hidup dalam Roh. Jadi, setelah menerima Roh, umat diminta hidup sesuai dengan tuntunan Roh Kudus. Paulus memberi pertentangan antara hidup dalam Roh (ay. 22 – 23) dengan hidup dalam daging (ay. 19 – 21).
Sabda Tuhan hari ini mau menegaskan kepada kita bahwa janji Tuhan Yesus akan Roh Kudus sudah terpenuhi. Hari ini kita merayakannya. Di sini mau dikatakan bahwa sebagaimana Tuhan Yesus tidak mau meninggalkan para murid-Nya berjalan seorang diri, demikian pula kita. Tuhan senantiasa menampingi perjalanan hidup kita dengan kehadiran Roh Kudus. Menjadi persoalan adalah apakah kita menyadari-Nya. Di samping itu, melalui sabda-Nya ini, Tuhan menghendaki supaya kita selalu bersakti tentang Kristus. Menerima Roh Kudus mengandung dua konsekuensi, yaitu bersaksi tentang Kristus dan hidup dalam Roh.***
by: adrian