
Memasuki tahun 2000 dunia dihebohkan dengan kehadiran ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah) atau
dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan NIIS (Negara Islam Iraq-Suriah). Belum
selesai dengan urusan terorisme Al Qaidah, dunia dihadapkan dengan terorisme
ISIS, yang konon jauh lebih biadab dari Al Qaidah. Salah satu misi perjuangan
ISIS ternyata bukan hanya mendirikan Negara islam Iraq – Suriah, melainkan juga
mengislamkan dunia. Karena itu, ISIS dilihat sebagai ancaman bagi dunia.
Menyaksikan kebiadaban anggota ISIS dalam membantai manusia yang
tidak sepaham dengannya, menimbulkan reaksi tidak hanya dari kalangan non
muslim tetapi juga dari kalangan islam. Reaksi dari kalangan islam tentulah sudah
bisa ditebak. Umumnya mereka menyatakan bahwa tindakan ISIS itu bukanlah
cerminan islam. Salah satu contohnya adalah tulisan (alm) Ali Mustafa Yaqub,
imam besar Masjid Istiqlal, yang pernah dimuat di Harian KOMPAS. Judul
tulisannya adalah “NIIS, Khawarij, dan Terorisme”. Tulisan menarik ini bisa
dikatakan sebagai bentuk pembelaan terhadap agama islam. Sebenarnya pembelaan
ini sudah banyak kali muncul, semenjak kehadiran kelompok teroris Al Qaeda.
Jadi, dapatlah dikatakan bahwa tidak ada yang baru dalam tulisan tersebut.
Akan tetapi, tulisan tersebut, sebagaimana tulisan-tulisan lain
yang sejenis, masih menyisahkan kebingungan. Satu hal yang membuat bingung
akhirnya melahirkan pertanyaan apakah benar ISIS itu bukan islam. Selain
kebingungan, dalam tulisan Mustafa terdapat satu hal, yang bagi saya, terkesan
lucu.
Dikatakan lucu karena, untuk membela agama islam, Mustafa malah
semacam melemparkan persoalan radikalisme ini kepada penganut agama lain. Ali
Mustafa menulis, “Sebab, terorisme dapat
datang dari pemeluk agama mana saja…” Argumentasi ini mirip seperti argumen
seorang anak yang kedapatan menyontek saat ujian. Ketika ditanya gurunya kenapa
menyontek, ia berkata, “Orang lain juga nyontek, koq!”