Dalam
audensi mingguan pada 4 Oktober, Paus Fransiskus mengatakan bahwa pengharapan
yang sebenarnya terletak pada pewartaan akan kematian dan kebangkitan Yesus,
tidak hanya dengan kata-kata seseorang, tetapi juga perbuatan. Orang-orang Kristen
dipanggil untuk menjadi saksi kebangkitan melalui cara mereka untuk menyambut,
tersenyum dan mencintai, bukan hanya mengulangi kalimat yang sudah dihafal.
“Seperti
itulah orang Kristen sejati, tidak cengeng dan marah, tapi yakin dengan
kekuatan kebangkitan bahwa tidak ada kejahatan yang abadi, tidak ada malam
tanpa akhir, tidak ada orang yang secara permanen salah, tidak ada kebencian
yang lebih kuat daripada cinta,” kata Paus pernah meraih gelar man of the years dari majalah TIME.
PAUS
melanjutkan serangkaian ceramahnya tentang harapan kristiani, yang
merefleksikan pembacaan dari Injil Lukas, yang menggambarkan keheranan dan
ketidak-percayaan para murid saat dikunjungi oleh Kristus yang telah bangkit.
Orang Kristen bukan lah “nabi malapetaka” melainkan misionaris pengharapan yang
ditugaskan untuk mewartakan kematian dan kebangkitan Yesus, yang merupakan inti
iman Kristen, papar Paus Fransiskus.
“Jika
Injil berakhir pada penguburan Yesus, sejarah nabi ini akan ditambahkan ke
dalam sederetan biografi orang-orang berjiwa pahlawan yang telah memberikan
hidup mereka untuk sebuah cita-cita,” ujar Paus Fransiskus. “Jika demikian,
Injil akan menjadi buku yang meneguhkan dan menghibur, tetapi tidak menjadi
proklamasi pengharapan.”
Sebaliknya,
Paus ke-266 ini mengungkapkan lebih lanjut, kebangkitan Yesus bukan hanya
berita indah yang dibawa kepada semua umat manusia, melainkan sebuah peristiwa
luar biasa yang mengubah kita dengan kuasa Roh Kudus.
sumber: UCAN Indonesia