Beberapa
hari lalu publik kembali disajikan perdebatan soal remisi bagi para pelaku
korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi dan Muhammadiyah menolak adanya remisi,
sementara Wakil Presiden, Jusuf Kalla, setuju. Banyak elemen masyarakat menolak
pemberian remisi tersebut, mengingat korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
Malah ada yang mengusulkan agar para koruptor ini dijatuhi hukuman mati, sama
seperti terpidana narkoba dan teroris, supaya menimbulkan efek jera. Dasarnya
adalah ketiga kejahatan itu (korupsi, narkoba dan teroris) merupakan kejahatan
luar biasa.
Jika
hanya untuk menimbulkan efek jera, saya pikir tidak perlu sanksi hukuman mati.
Efek jera di sini pertama-tama ditujukan kepada pelaku. Jika pelakunya sudah
meninggal, bagaimana bisa jera. Paling sebagai pembelajaran bagi orang lain.
Artinya, hukuman mati gagal untuk menimbulkan efek jera.
Tidak adanya efek jera dalam diri koruptor disebabkan karena hukuman yang dikenakan kepada mereka masih terbilang
amat sangat ringan, malah menyenangkan. Selama ini kita sering saksikan bahwa
para pelaku korupsi mendapat hukuman yang ringan. Selain hukumannya yang ringan,
mereka juga mendapat perlakuan-perlakuan khusus selama di penjara (misalnya
kasus Atalyta Suryani) serta hak istimewa seperti remisi atau keluar dari
tahanan tanpa pengawalan.
Karena
itu, untuk menimbulkan efek jera, para pelaku harus diberi sanksi sangat
berat. Beratnya
hukuman itu bukan hanya dilihat dari lamanya waktu atau masa tahanan. Hukuman
yang berat itu bukan cuma menyentuh fisiknya melainkan juga psikis, karena efek
jera itu berkaitan dengan masalah psikologi.
Seperti apa hukuman berat itu?
Saya memberikan satu jenis hukuman dengan tiga
tindakan yang berbeda. Ketiga tindakan harus menjadi satu kesatuan.
Istilahnya three in one law. Setiap pelaku tindak kejahatan
yang sudah divonis bersalah oleh hakim, wajib dikenakan tiga sanksi ini dalam
satu waktu.
Tindakan pertama adalah hukuman kurungan. Hukuman penjara kepada para koruptor ini haruslah lama, minimal 75 tahun dan maksimal 200 tahun. Boleh saja dia mendapat remisi setiap tahun (potongan 1 bulan), karena remisi itu adalah hak setiap tahanan. Hak istimewa para tahanan korupsi hanyalah remisi dan grasi. Mereka tidak diperkenankan mendapat fasilitas mewah di penjara atau kemudahan keluar dari tahanan.