Tentu kita sudah tak asing dengan kata
“menghina”. Kata ini sering disejajarkan dengan frase mencemarkan nama baik
atau menjelek-jelekkan. Tak jarang pula kata ini disepadankan dengan kata
“memfitnah”. Kata ini masuk kategori kata moral, yaitu kata yang mempunyai
nilai-nilai moral. Penilaian moral itu menyangkut baik dan buruk; baik dan
jahat. “Menghina” masuk ke dalam kata yang buruk.
Selain terletak pada kata itu, nilai moral
juga terletak pada sesuatu yang kepadanya diarahkan kata-kata itu atau orang
yang dinilai telah menggunakan kata ini. Dengan kata lain, sumber dan obyek
dari kata itu ikut menjadi buruk. Orang yang menggunakan kata ini untuk orang
lain akan dinilai sebagai orang yang jahat atau tidak baik. Misalnya, Matius menghina
Lukas. Ini artinya Matius jahat secara moral. Atau Maria itu orang hina. Ini berarti
Maria buruk secara moral.
Akan tetapi, kata “menghina” bukan tanpa
masalah. Kata ini sedikit problematis karena membingungkan. Kebingungan itu
bukan terletak pada penilaiannya, karena soal nilainya sudah jelas. Kebingungan
itu timbul dari efek penggunaannya, dan itu terfokus pada orang yang menyandang
atau kepadanya kata itu dilekatkan. Kata ini mempunyai nilai buruk atau jahat.
Orang yang menyandangnya, atau kepadanya dikenakan kata ini, berarti yang
bersangkutan itu buruk secara moral. Agama juga mengajarkan agar umatnya tidak
menghina.
Kenapa kata “menghina” membingungkan? Kita akan melihatnya dalam dua contoh berikut ini.