Kamis, 11 April 2013

Menjaga Daya Tahan Tubuh

TIPS AGAR BADAN TETAP SEHAT

Setiap orang tentulah menginginkan badan yang sehat, meski tak sedikit juga orang yang tidak menyadari betapa pentingnya kesehatan itu. Sering kali terjadi orang baru menyadari penting dan berharganya kesehatan itu ketika penyakit menghampirinya. Artinya, saat orang sakit, barulah dia sadar arti kesehatan itu.

Dalam dunia kesehatan, tentulah kita sudah tak asing lagi dengan pepatah ini: lebih baik mencegah daripada mengobati. Mengobati itu membutuhkan biaya yang sangat besar, sementara mencegah sedikit biaya, bahkan gratis. Semua itu tergantung diri kita sendiri. Ada banyak sarana untuk sehat. Tak sedikit juga kita temui tips atau saran untuk sehat. Persoalan ada di tangan kita: mau memanfaatkannya atau tidak.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kesehatan adalah daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh ini ibarat benteng dalam pertempuran. Jika bentengnya kokoh, maka amanlah prajurit di dalamnya. Namun jika rapuh, bukan tidak mustahil musuh dengan mudah menyusup masuk dan menyerang. Oleh karena itu, menjaga daya tahan tubuh agar tetap kuat dan sehat, itu wajib dilakukan. Dengan tubuh yang sehat, segala aktivitas dan rutinitas yang akan atau tengah dilakukan bisa berjalan lancar sesuai apa yang diharapkan. Bagaimana cara menjaga daya tahan tubuh agar tetap sehat? kita bisa memulainya dari perawatan tulang pada tubuh kita.

1.     Kandungan kalsium pada tulang adalah hal penting. Hindarilah minum-minuman yang dapat menyebabkan berkurangnya kandungan kalsium pada tulang kita. Contohnya bisa kita lihat pada minuman bersoda.
2.     Vitamin D dipercaya dapat menjaga kesehatan tulang kita. Untuk tetap bisa mencukupi kebutuhan vitamin D ini, perbanyaklah makan sayur-sayuran yang berwarna hijau.
3.     Rajinlah berolahraga secara rutin. Olahraga kecil seperti jalan dan lari pagi bisa menjadi alternatif olahraga untuk menjaga kesehatan tulang.
4.     Hindari kebiasaan merokok dan minuman beralkohol. Kita semua tahu bahwa kebiasaan tersebut sangatlah tidak baik untuk kesehatan tubuh kita.
5.     Sinar matahari di pagi hari dapat membantu anda dalam menjaga kesehata tulang. Karena sinar matahari merupakan salah satu sumber vitamin D yang dibutuhkan tulang. Berjemurlah sekitar 15 menit dan lakukan secara rutin.
6.     Banyak sekali produk susu khusus untuk menjaga kesehatan tulang. Konsumsilah susu agar tulang kita tetap kuat.

Jika anda ingin sehat tetapi belum membiasakan diri untuk menjalani tips kesehatan seperti di atas, mulailah dari sekarang. Konsultasikanlah kepada ahli kesehatan jika anda ingin melakukan upaya untuk menjaga kesehatan tubuh secara terarah.

Ingat, kesehatan itu berawal dari diri kita sendiri!

by: adrian

Mengurai Kemacetan Jakarta

Salah satu masalah klasik kota Jakarta adalah kemacetan. Dan akibat kemacetan ini banyak waktu yang terbuang sia-sia. Jika dikaitkan dengan prinsip time is money (waktu adalah uang), maka sudah ratusan juta uang terbuang percuma dalam satu hari saja. Metronews.com merilis bahwa akibat kemacetan ini negara dirugikan hingga Rp. 45 Triliun. Kerugian terbesar yakni kehilangan nilai waktu yang mencapai Rp. 14 triliun. Sebuah angka yang sangat fantastis.

Oleh karena itu, kepada setiap calon gubernur dan wakilnya selalu diharapkan dapat mengurai benang kusut kemacetan ini. Gubernur sudah silih berganti, kebijakan pun patah tumbuh hilang berganti, namun kemacetan tetap lestari.

Sebuah Logika Sederhana
Sudah ada beberapa kebijakan yang diambil untuk mengurai kemacetan jalanan kota Jakarta. Ada pembuatan jalan layang. Ada pula penambahan jalur alternatif. Ada program 3 in 1. Ada juga rencana pembuatan transportasi air. Ada busway dan ada juga juga monorel yang sempat macet namun mau dihidupkan kembali oleh Jokowi.

Akan tetapi, sekalipun banyak kebijakan diterapkan, kemacetan tak kunjung sirna dari wajah jalanan ibu kota. Alih-alih mengurangi, kemacetan malah justru bertambah. Kenapa?

Menurut saya, program atau kebijakan yang diambil untuk mengatasi kemacetan tidak menyentuh inti persoalan kemacetan itu sendiri. Kebijakan-kebijakan itu hanya menyentuh permukaannya saja. Ia bersifat sementara. Hanya mengatasi masalah dalam waktu sesaat saja.

Untuk mengatasi permasalahan kemacetan jalanan kota Jakarta ini kita musti menangani langsung ke inti persoalannya. Untuk mengetahui inti persoalan kemacetan ini kita dapat menggunakan logika sederhana. Dikatakan sederhana karena untuk dapat memahaminya tidak dibutuhkan pemikiran dan uraian ilmiah dari ahli atau pakar. Seperti bunyi iklan, “Anak kecil pun tahu!”

Logikanya seperti ini. pertama-tama kita cari tahu dulu apa yang menjadi penyebab kemacetan. Tentulah kita semua sepakat bahwa kemacetan itu disebabkan oleh jumlah kendaraan lebih banyak daripada jalan raya. Dengan kata lain, jalanan tidak sanggup lagi menampung volume kendaraan yang begitu banyak.

Jadi, ada dua komponen yang menyebabkan terjadinya kemacetan: volume kendaraan dan jalan raya. Oleh karena itu, jika kita mau mengatasi kemacetan, maka dua komponen itulah yang harus diatasi. Penambahan jalan raya, jalan layang atau jalur alternatif tidak akan berguna jika volume kendaraan tidak dikurangi. Selama ini kebijakan yang dibuat sama sekali tidak menyentuh soal pengurangan jumlah kendaraan. Pengurangan jumlah kendaraan berarti pemerintah membatasi jumlah produksi kendaraan.

Saya heran dengan bangsa kita ini. padahal tidak ada produsen mobil dan motor dari negeri ini, tapi begitu banyaknya kendaraan (mobil dan motor) di negeri ini. sementara di negeri produsen mobil dan motor itu sendiri (Jepang, Jerman, Amerika Serikat) terlihat sedikit kendaraannya. Apakah kita tidak sadar kalau ini merupakan bentuk penjajahan terselubung?

Busway Bukan Solusi Cerdas
Ketika Sutiyoso naik menjadi Gubernur DKI, busway, dengan nama Trans-Jakarta, dipilih sebagai solusi mengatasi kemacetan. Logika busway adalah sebagai berikut: dengan adanya busway, maka orang akan meninggalkan kendaraan pribadi dan naik bus Trans-Jakarta. Dengan demikian jalanan menjadi sepi dan macet pun teratasi. Keberadaan busway akan mengurangi jumlah kendaraan di jalan raya.

Kesannya masalah kemacetan sedikit teratasi dengan kehadiran busway ini. Akan tetapi saya melihat busway bukanlah suatu solusi yang cerdas karena busway bukannya mengatasi kemacetan melainkan memindahkan kemacetan. Kemacetan berpindah dari jalanan ke halte-halte busway. Masalah kemacetan masih tetap ada.

Jadi, jika sebelumnya kemacetan itu terlihat pada antrean kendaraan di jalan raya, kini tampak pada antrean manusia (penumpang) di halte-halte besar, seperti Senen, Harmoni, Kampung Melayu dan beberapa tempat lainnya. Meski yang antre bukan lagi kendaraan melainkan manusia, masalah kemacetan tetaplah sama: banyak waktu terbuang percuma.

Oleh karena itu, busway yang selalu dibangga-banggakan Sutiyoso, bukan merupakan solusi yang baik melainkan solusi semu. Ia seolah-olah mengatasi masalah, padahal memindahkan masalah. Untuk itu, kebijakan busway ini perlu ditinjau ulang, atau bila perlu dihentikan program penambahan jalur atau koridornya. Biarlah yang ada tetap ada sebagai penghias wajah ibu kota.

by: adrian

(C E R P E N) Jam Weker

JAM WAKER
Sejak diterima bekerja, Joko terpaksa mengurangi kebiasaannya nonton film sampai jauh larut malam. Ia harus bangun pagi jam lima dan berada di stasiun tidak boleh lebih dari jam enam. Lewat beberapa menit saja bisa berakibat fatal: ketinggalan kereta. Dan kalau sudah ketinggalan kereta pertama berarti ia harus menunggu kira-kira sejam kereta kedua yang searah dengan tempat kerjanya. Dan berarti ia terlambat sekitar 45 menit.
Sebenarnya ada jalan lain seandainya tidak dapat kereta. Taksi. Hanya duit saja yang jadi masalah. Jaraknya saja sudah jauh, belum lagi bila terjebak dalam kemacetan lalu lintas atau kerusuhan-kerusuhan. Memang akhir-akhir ini bukan saja aksi demo menuntut mundur presiden yang lagi marak, kerusuhan dan aksi tawuran, baik pelajar maupun warga masyarakat, pun turut ramai. Entahlah apa yang dicari mereka-mereka itu, pikir Joko suatu ketika. Manusia sepertinya sudah menjadi serigala bagi sesamanya.  Homo homini lupus,  istilahnya (nggak ada kaitannya dengan Lupus-nya Hilman).
Selama ini baru dua kali Joko terlambat. Pas pula waktu itu sang bos lagi masuk. Tepat waktu pula. Biasanya agak siangan atau malah tidak masuk sama sekali. Pamitnya saja ke kantor pada istri, tapi sebenarnya nongkrong ke “kantor” lain mencari hiburan di antara minuman dan wanita-wanita penghibur yang selalu ada dan siap dipanggil kapan saja bila dibutuhkan. Memang enak jadi bos.
“Kamu yang namanya Joko?” Hardik sang bos.
“Benar, Pak.” Joko tertunduk.
“Empat hari yang lalu sudah terlambat, kini terlambat lagi...”
Anu, Pak,”
Anu apa? Baru sebulan kerja di sini sudah mulai macam-macam. Kalau nggak mau kerja, ya keluar saja. Saya nggak rugi, kok. Masih banyak yang siap gantikan kamu. Tau? Saya lebih butuh dengan orang yang betul mau kerja.”
“Ii, iya, Pak, “ jawab Joko gugup.
“Kamu yang butuh pekerjaan ini. Saya sebenarnya tidak butuh kamu. Jadi, bisa saja saya gantikan kamu dengan orang yang sungguh-sungguh mau bekerja. Yang mau berdisiplin. Yang tekun. Yang …”
“Maaf, Pak.”
“Kamu kan baru sebulan kerja. Seharusnya punya semangat, dong!”
“Iya, Pak. Saya salah.” Wajah Joko memelas. Suaranya pun syahdu mengiba. “Maafkan saya, Pak. Lain kali saya nggak terlambat lagi. Saya janji.”
“Saya tidak butuh janji-janjian. Banyak orang suka bikin janji, tapi pelaksa-naan kosong. Saya cuma butuh tindakan nyata. Ya, sudah, kerja sana !”
Betapa leganya hati Joko mendengar kalimat terakhir bosnya itu. Seakan baru lepas dari beban penderitaan. Syukur, tidak jadi dipecat, pikirnya.
Dari peristiwa itu, sepulang kerja, Joko langsung mampir sebentar di terminal bus. Cari jam waker yang banyak dijual di pinggiran jalan. Lebih murah ketimbang yang ada di toko, alasan Joko.
Mulailah Joko hidup teratur. Tidak ada lagi alasan terlambat bangun. Weker itu selalu membangunkannya tepat jam lima pagi. Joko selalu menyetelnya setiap kali hendak tidur. Dan sejak ada weker, Joko mulai berani nonton film-film (memang sudah hobinya) sampai larut malam. Ia bisa nonton sinema aksi di Indosiar, atau layar emas di RCTI. Bukankah ada weker yang akan membangunkan saya nanti, demikian Joko. Jadi, kapan saja saya mau tidur, nggak masalah. Pokoknya bangun tepat  waktu, naik kereta tidak terlambat dan masuk kantor tepat waktu. Soal tidur bisa diatur di perjalanan. Lagi pula bos cuma baru mempermasalahkan keterlambatan saya. Jadi, kalo saya nggak terlambat, ya nggak ada masalah.
Mulanya Joko menganggap biasa dengan bunyi ’kriiiiiiiiing!’ jam wekernya setiap jam lima pagi. (Tapi mungkin tidak bagi teman seberang kamar tempat mereka kos). Joko langsung terjaga setiap kali mendengar bunyi itu. Malah beberapa kali sempat ia langsung terduduk atau berdiri sigap. Persis tentara yang lagi dapat komando di pagi buta saat lagi enak-enaknya mimpi malam.
Tapi lama kelamaan Joko mulai merasa bosan. Dari perasaan itu muncul perasaan jengkel. Semua perasaan itu tertuju pada jam wekernya yang awalnya dianggap Joko setia membangunkannya. Ini disebabkan karena Joko belum bisa melepaskan dirinya dari kelekatannya pada tempat tidur. Ia sudah terbiasa molor, apalagi kalau pagi itu cuaca mendukung untuk tetap melanjutkan tidur. Dia merasa weker itu selalu mengganggu acara tidurnya. Walaupun ia sendiri yang sebelumnya menyetel weker agar bunyi pada jam lima pagi.
Mosok aku sebagai manusia mau diatur-atur sama benda,“ keluhnya suatu sore. Di hadapannya jam weker diam membisu. “Manusia adalah ciptaan Tuhan yang jauh lebih unggul dari ciptaan lainnya. Dengan ciptaan lain yang hidup saja sudah jauh lebih unggul, apalagi dengan yang mati seperti weker ini. Malah agama mengajarkan bahwa manusia juga lebih unggul dari pada para malaikat.”
Jam weker tetap diam membisu. Jarum detik tetap terus berputar, sedang jarum menit menunjuk angka sembilan dan jarum jam pada angka enam. Joko terus mengoceh.
“Manusia diserahi tugas oleh Tuhan, sang pencipta, untuk menguasai ciptaan-Nya, baik yang hidup maupun yang mati. Jadi, seharusnya aku yang  menguasai jam weker ini. Kok sekarang ia malah menguasai aku. Mengatur-atur diriku dan memaksaku supaya bangun jam lima pagi. Enak benar dia ini.
“Seharusnya dia bersyukur aku ambil dia dari pinggiran jalan yang panas, kotor dan penuh asap debu. Apalagi daerah terminal. Di sini dia enak-enak. Nggak tersengat terik matahari, nggak ada asap kendaraan atau bising klakson kendaraan yang ingin cepat tapi terhalang oleh padatnya manusia dan kendaraan lain. Dia punya utang budi padaku. Seandainya dia ini manusia, tentu aku ini sudah jadi bosnya.”
Sementara Joko mengoceh, jam weker masih tetap membisu. Jarum detiknya terus berputar. Kini jarum panjangnya menunjuk pertengahan antara sebelas dan dua belas.
Mosok bosnya yang diperintah-perintah. Lancang benar. Kalau aku kaya, sudah kubanting atau kulempar keluar dia.”
Sekalipun sudah diomeli berkali-kali, namun kejadian yang sudah-sudah tetap saja terjadi. Joko selalu merasa terganggu tidurnya setiap kali jam lima. Sampai akhirnya ia membuat suatu rencana.
Pagi-pagi sekali Joko sudah bangun dari tidurnya. Jamnya masih menun-juk waktu 04.45. Joko duduk di atas ranjangnya setelah beberapa menit ia berdiri menggerak-gerakkan badannya. Di depannya jam weker masih berdetak-detak. Joko tetap menatapnya. Ia tersenyum.
Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing...... Weker berdering. Tepat jam lima.
Joko berdiri. “Kau terlambat!! Sudah dari tadi aku bangun.”
Joko keluar kamar menuju kamar mandi sambil bersiul-siul.
Sinaksak,  Pebruari 1997