Iman merupakan tanggapan pribadi atas sapaan Allah. Dengan beriman kita
menyerahkan hidup kita seluruhnya ke dalam penyelenggaraan Allah. Sebagai
umat-Nya kita diminta untuk taat dan berserah pada kehendak Allah, sekalipun
kehendak-Nya itu bertentangan dengan keinginan diri. Ada banyak orang beriman
kepada Allah ketika keinginannya terpenuhi. Sikap iman seperti ini seperti iman
bersyarat; kita beriman dengan syarat keinginan kita terpenuhi.
Iman kepada Allah itu harus tanpa syarat. Inti iman ada pada kehendak Allah
pada hidup kita, bukan pada kehendak pribadi kita. Karena itu, salah satu sikap
iman adalah berserah diri. Hal ini terlihat dalam ungkapan iman Bunda Maria,
“Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu.”
Ada contoh menarik untuk menggambarkan sikap iman tanpa syarat ini. Sikap
iman itu dapat kita lihat pada kisah Tiga Pemuda:
Sadrakh, Mesakh, Abednego. Mereka beriman kepada Allahnya. Ketika mereka
menolak titah raja untuk menyangkal iman mereka dengan cara menyembah dewanya
sang raja, mereka menghadapi ancaman hukuman mati. Akan tetapi, mereka tidak
takut dan meninggalkan imannya.
Banyak orang, demi alasan keamanan, melakukan titah sang raja. Dengan kata
lain, mereka meninggalkan imannya. Mereka takut, karena jika mereka tetap
beriman pada Alllahnya, mereka akan mati. Mereka tahu pasti bahwa Allah tidak
dapat menolong atau menyelamatkan mereka dari hukuman mati. Hanya mengikuti
perintah raja saja yang bisa meluputkan mereka dari kematian. Hal ini berarti
dewanya sang raja yang menyelamatkan.
Berbeda dengan Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Mereka tahu dan sadar bahwa
kesetiaan pada imannya tidak akan meluputkan mereka dari hukuman mati. Ketika
Sang raja kembali memerintahkan mereka untuk menyembah dewanya, salah seorang
dari ketiga pemuda itu berkata, “Jika Allah yang kami imani sanggup melepaskan
kami, maka Ia akan melepaskan kami dari hukuman ini. Namun jika tidak,
hendaklah tuanku raja tahu, bahwa kami tidak akan beriman pada dewa tuanku, dan
tidak akan menyembah patung emas yang tuan dirikan itu.”
Sadrakh, Mesakh dan Abednego memberi contoh beriman sesuai dengan kehendak
Allah, bukan menurut keinginan dirinya. Sekalipun mereka akhirnya mati, mereka
tetap setia pada imannya. Walau akhirnya mereka dijatuhi hukuman mati, mereka
tidak meninggalkan imannya. Mereka tetap beriman pada Allah tanpa syarat.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu