Tentu kita berharap supaya anak-anak kita hidup tenang, menurut dan tidak
rewel. Ada orangtua yang merasa kaget ketika menghadapi anaknya yang rewel,
seperti suka ngambek dan teriak-teriak saat keinginannya tak dituruti.
Kekagetan ini bisa saja disebabkan karena pengalaman orangtua ketika masih
kanak-kanak tidak seperti anaknya saat ini. Padahal pepatah mengatakan “Buah
jatuh tak jauh dari pohonnya.” Karena itu, orangtua akan bertanya apa, dimana
dan siapa yang salah?
Perlu disadari bahwa menjadi orangtua tidaklah semudah membalikkan telapak
tangan. Hingga saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menjadi orangtua.
Menjadi orangtua merupakan suatu panggilan hidup, dan untuk menjadi orangtua
yang baik merupakan suatu proses yang panjang, bahkan tak berhenti.
Untuk menjadi orangtua, kita harus memperkaya diri dengan banyak
pengetahuan cara mendidik serta melakukan pengasuhan. Pengetahuan ini bisa
didapat melalui bahan bacaan, bisa juga melalui pengalaman-pengalaman orang
lain. Intinya, harus ada sikap terbuka untuk menerima masukan.
Mendidik dan mengasuh anak itu terkait dengan pola asuh. Tentang pola asuh
ini, masing-masing keluarga punya caranya tersendiri. Namun perlu juga diingat
bahwa pola asuh ini tidak selamanya bersifat permanen, kecuali sudah terbukti
sahih. Bagi keluarga yang belum menemukan pola asuh yang pas, sangat terbuka
untuk mengubahnya.
Dalam menghadapi anak yang rewel, orangtua perlu memberikan batasan dan
pengertian mengenai hal-hal yang bisa diberikan atau tidak, lengkap dengan
alasannya. Anak dapat membentuk sistem regulasi diri jika memang diberikan
kesempatan lebih banyak untuk dapat melakukan yang baik dan benar sehingga hal
tersebut akan terbentuk secara sempurna sesuai usia. Hal praktis yang dapat
dilakukan oleh orangtua adalah dengan membuat aturan secara konsisten dan
diterapkan lengkap dengan konsekuensi yang logis (bukan hukuman)
Anak yang sudah mencapai usia 6 tahun memungkinkan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemahaman secara verbal dan setiap aturan yang diberikan
sebaiknya diikuti dengan contoh konkret. Misalnya, jika ingin membuat aturan
kapan waktunya membeli mainan, anak diberikan pemahaman bahwa mainan itu baru
dapat dibeli setiap 3 bulan sekali di tanggal tertentu; jelaskan alasannya dan
mengapa perlu dilakukan pengaturan pembelian mainan.
Bila perlu, ajak anak untuk mendiskusikan keinginannya disertai contoh
cerita anak-anak yang terkait dengan permasalahan yang dihadapi sehingga anak
akan lebih mudah dalam memahami. Selain itu, perlu dilakuan penguatan terhadap
perilaku yang akan dibentuk dengan memberikan reward atau
penghargaan berupa stiker atau poin ketika anak dapat melakukan sesuatu sesuai
kesepakatan.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar