Selasa, 27 Agustus 2013

(Pencerahan) Sikap terhadap Kekayaan

Harta & Derita

Jangan mengandalkan kekayaanmu, dan jangan berkata: "Ini cukup bagiku."

Hati dan kekuatanmu jangan kauturuti untuk berlaku sesuai dengan hawa nafsu hatimu.

Jangan berkata: "Siapa berkuasa atas diriku?" Memang Tuhan akan menghukum engkau dengan keras.

Jangan percaya pada harta benda yang diperoleh dengan tidak adil, sebab tidak berguna sedikitpun pada hari sial.

sumber: Kitab Putra Sirakh 5: 1 – 3, 8

Orang Kudus 27 Agustus: St. Monika

SANTA MONIKA, JANDA
Monika, ibu Santo Agustinus dari Hippo, adalah seorang ibu teladan. Iman dan cara hidupnya yang terpuji patut dicontohi oleh ibu-ibu kristen, terutama mereka yang anaknya tersesat oleh berbagai ajaran dan bujukan dunia yang menyesatkan. Riwayat hidup Monika terpaut erat dengan hidup anaknya, Santo Agustinus, yang terkenal bandel sejak masa mudanya. Monika lahir di Tagaste, Afrika Utara, dari sebuah keluarga kristen yang saleh dan beribadat. Ketika berusia 20 tahun, ia menikah dengan Patrisius, seorang pemuda kafir yang cepat panas hatinya.

Dalam kehidupannya bersama Patrisius, Monika mengalami tekanan batin yang hebat karena ulah Patrisius dan anaknya Agustinus. Patrisius mencemoohkan dan menertawakan usaha keras isterinya mendidik Agustinus menjadi seorang pemuda yang luhur budinya. Namun semuanya itu ditanggungnya dengan sabar sambil tekun berdoa untuk memohon campur tangan Tuhan. Bertahun-tahun lamanya tidak ada tanda apapun bahwa doanya dikabulkan Tuhan. Baru pada saat-saat terakhir hidupnya, Patrisius bertobat dan minta dipermandikan. Monika sungguh bahagia dan mengalami rahmat Tuhan pada saat-saat krisis hidup suaminya.

Ketika itu Agustinus berusia 18 tahun dan sedang menempuh pendidikannya di kota Kartago. Cara hidupnya semakin menggelisahkan hati ibunya karena telah meninggalkan imannya dan memeluk ajaran Manikeisme yang sesat itu. Lebih dari itu, di luar perkawinan yang sah, ia hidup dengan seorang wanita hingga melahirkan seorang anak yang diberi nama Deodatus. Untuk menghindarkan diri dari keluhan ibunya, Agustinus pergi ke Italia. Namun ia sama sekali tidak luput dari doa dan air mata ibunya.

Monika berlari meminta bantuan kepada seorang uskup. Kepadanya uskup itu berkata, “Pergilah kepada Tuhan! Sebagimana engkau hidup, demikian pula anakmu, yang baginya telah kaucurahkan begitu banyak air mata dan doa permohonan, tidak akan binasa. Tuhan akan mengembalikannya kepadamu.” Nasehat pelipur lara itu tidak dapat menenteramkan batinnya. Ia tidak tega membiarkan anaknya lari menjauhi dia, sehingga kemudian ia menyusul anaknya ke Italia. Di sana ia menyertai anaknya di Roma maupun di Milano. Di Milano, Monika berkenalan dengan Uskup Santo Ambrosius. Akhirnya oleh teladan dan bimbingan Ambrosius, Agustinus bertobat dan bertekad untuk hidup hanya bagi Allah dan sesama. Saat itu bagi Monika merupakan puncak dari segala kebahagiaan hidupnya. Hal ini terlukis di dalam kesaksian Agustinus sendiri perihal perjalanan mereka pulang ke Afrika: “Kami berdua terlibat dalam pembicaraan yang sangat menarik, sambil melupakan liku-liku masa lampau dan menyongsong hari depan. Kami bertanya-tanya, seperti apakah kehidupan para suci di surga... Dan akhirnya dunia dengan segala isinya ini tidak lagi menarik bagi kami. Ibu berkata, ‘Anakku, bagi ibu sudah tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang memikat hatiku. Ibu tidak tahu untuk apa mesti hidup lebih lama. Sebab, segala harapan ibu di dunia ini sudah terkabul.’” Dalam tulisan lain Agustinus mengisahkan pembicaraan penuh kasih antara dia dan ibunya di Ostia, “Sambil duduk di dekat jendela dan memandang ke laut biru yang tenang, ibu berkata, ‘Anakku, satu-satunya alasan yang membuat aku masih ingin hidup sedikit lebih lama lagi ialah aku mau melihat engkau menjadi seorang kristen sebelum aku menghembuskan nafasku. Hal itu sekarang telah dikabulkan Allah, bahkan lebih dari itu, Allah telah menggerakkan engkau untuk mempersembahkan dirimu sama sekali kepada-Nya dalam pengabdian yang tulus kepadanya. Sekarang apa lagi yang aku harapkan.’”

Beberapa hari kemudian, Monika jatuh sakit. Kepada Agustinus, ia berkata, “Anakku, satu-satunya yang kukehendaki ialah agar engkau mengenangkan daku di altar Tuhan.” Monika akhirnya meninggal di Ostia, Roma. Teladan hidup Santa Monika menyatakan kepada kita bahwa doa yang tak kunjung putus, tak dapat tiada akan didengarkan Tuhan.

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Selasa Biasa XXI-C

Renungan Hari Selasa Biasa XXI, Thn C/I
Bac I   : 1Tes 2: 1 – 8; Injil            : Mat 23: 23 – 26

Sabda Tuhan hari ini memiliki kesamaan pesan dalam pertentangan berita. Paulus dalam suratnya yang pertama kepada Jemaat di Tesalonika, dalam bacaan pertama hari ini, mengungkapkan sharing pengalamannya dalam mewartakan Injil Kristus. Paulus mengatakan bahwa dalam mewartakan Injil ini dirinya “telah dianiaya dan dihina.” (ay. 2). Lebih lanjut Paulus menegaskan bahwa tugas pewartaan ini dilakukannya dengan tulus hati (ay. 3), demi “menyukakan Allah,” (ay. 4), tidak dengan “bermulut manis” (ay. 5), serta tidak “mempunyai maksud loba yang tersembunyi.” (ay. 5).

Bertentangan dengan bacaan pertama, Injil mewartakan kecaman Yesus terhadap para ahli Taurat dan kaum Farisi, yang memiliki sikap yang berbeda dari Paulus. Mereka melaksanakan tugasnya dengan tidak tulus hati, hanya bermulut manis supaya dipuji orang, serta memiliki maksud loba yang tersembunyi. Bagi Yesus, sumber kebobrokan mereka ada dalam hati. Karena itulah Yesus menghendaki supaya mereka terlebih dahulu membersihkan bagian dalam dirinya (ay. 26).

Hari ini Tuhan mau membongkar kedok kebobrokan manusia jaman kini yang sudah dirasuki oleh budaya hedonis dan konsumtivistik. Dua budaya tersebut membuat banyak manusia tidak murni lagi dalam melakukan karya kasih; selalu ada maksud tersembunyi, yang semuanya demi kepentingan pribadi daripada melayani Tuhan dalam diri sesama. Budaya hedonis dan konsumtivistik membuat manusia berani menjual Kristus demi kekayaan. Karena itu, sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita kembali ke semangat kristiani: “menjual kekayaan, demi Kristus!”

by: adrian