Sabtu, 25 April 2015

Bagaimana Uang Paroki Dikorupsi


Korupsi sudah merajalela merasuki sendi-sendi kehidupan masyarakat. Ia menjadi budaya, yang tak bisa lepas dari kehidupan manusia. Ketika masalah korupsi Al-Quran muncul, seakan tak ada lagi bagian hidup manusia yang luput dari korupsi. Agama yang mengurus moral dan akhlak manusia pun sudah dirasuki budaya korupsi. Kesucian agama telah hancur karena korupsi.

Bagaimana dengan Gereja? Apakah Gereja sebagai lembaga kudus bebas dari korupsi? Apakah budaya koupsi sudah merasuki para pejabat Gereja, seperti uskup dan imam? Mungkin sebagian orang mengatakan bahwa itu mustahil, karena uskup dan imam sudah mengikrarkan janji kemiskinan yang menjauhkan mereka dari kemewahan harta kekayaan. Janji kemiskinan membuat mereka dapat melawan godaan korupsi.

Bukan maksud saya untuk menuduh, tapi saya berangkat dari asumsi dasar bahwa uskup dan imam itu adalah manusia; dan setiap manusia rentan terhadap godaan uang. Dari asumsi ini dapatlah disimpulkan bahwa korupsi bisa juga dilakukan oleh para pejabat Gereja itu. Artinya, budaya korupsi dapat juga merasuki Gereja.

Bagaimana praktek korupsi dilakukan di Gereja? Inilah yang hendak dipaparkan dalam tulisan ini. Dalam tulisan ini, Gereja yang dimaksud adalah paroki, dan saya, sebagai pastor paroki, adalah pelakunya. Karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana saya mengorupsi uang paroki?

Yang pertama sekali saya lakukan adalah membuat sistem keuangan tertutup dan tunggal. Artinya, keuangan paroki hanya diatur dan diketahui oleh saya. Bendahara paroki hanya membuatkan pembukuaannya. Dewan Pastoral Paroki (DPP) dan pastor pembantu pun tidak tahu. Mereka baru diberitahu pada laporan akhir tahun dalam rapat DPP pleno. Tentulah mereka tidak akan mengetahui secara detail data-data keuangan selama satu tahun, karena yang saya berikan hanyalah laporan rekapitulasinya.

Untuk menguatkan sistem ini saya akan mengatakan kepada umat bahwa apa yang sudah diserahkan kepada Gereja, tidak boleh ditanya-tanya lagi. Tidak pantas. Untuk menguatkan argument ini saya akan mengutip Injil, “Janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.” (Matius 6: 3). Dengan pernyataan ini umat pun tidak akan berusaha untuk mencari-cari tahu soal keuangan. Selain itu mereka sudah percaya bahwa semua pastor itu BAIK, karena itu tak mungkin pastor akan mencuri uang Gereja.

Dengan sistem ini, saya akan dengan leluasa mengambil uang paroki. Uang kolekte hari Minggu (misa Sabtu sore dan Minggu pagi) sesekali saya catut. Sekalipun diumumkan minggu berikutnya, saya yakin tak ada umat yang tahu kalau uang kolekte sudah dicatut. Uang kolekte misa harian di kelompok-kelompok saya ambil sekian persen. Umat dan pastor pembantu yang pimpin misa tidak akan tahu, karena setelah misa uang kolekte itu langsung diserahkan kepada saya. Hal yang sama juga dengan iura stole atau stipendium. Yang ini paling enak, karena uangnya ada dalam amplop yang tidak diketahui nominalnya, kecuali oleh saya. Jadi, semakin besar nominalnya, semakin besar juga potongannya.

Selain sumber di atas, saya juga masih memiliki sumber lain. Setiap misa hari Minggu, selalu ada pemasukan dari parkiran. Uang tersebut disetorkan kepada saya. Nah, inipun saya potong sekian persen. Para juru parkir itu tak akan tahu kalau uang parkir saya catut karena mereka tidak membuat pembukuan. Di samping itu mereka percaya bahwa pastor itu BAIK. Mereka percaya bahwa uang parkir yang mereka serahkan akan digunakan untuk kepentingan pelayanan pastoral. Artinya, mereka percaya uang parkir tidak akan disalahgunakan pastor.

Terkadang juga saya mendapat sumbangan dari para donatur. Malah ada donatur yang agak rutin memberikan sumbangan. Mereka ini umumnya memiliki kepercayaan bahwa setiap pastor itu BAIK, sehingga mereka hanya memberi saja tanpa ada surat tanda terima. Bukankah Injil sudah menasehati “Janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.”? Maka terhadap sumbangan ini, saya selalu menyambutnya dengan gembira dan kepada mereka saya akan bersikap ramah. Tentulah, kepada bendahara paroki saya hanya menyampaikan nominal yang sudah saya catut. Misalnya, jika saya terima 15 juta, maka saya sampaikan 10 juta. Hanya saya yang tahu.

Renungan Pesta St. Markus, Thn B

Renungan Pesta Santo Markus, Thn B/I
Bac I  1Ptr 5: 5b – 14; Injil                      Mrk 16: 15 – 20;

Hari ini Gereja Universal mengajak umat katolik untuk bergembira merayakan pesta Santo Markus, pengarang Injil. Sebagai bentuk penghormatan kepadanya, Injil hari ini diambil dari tulisannya. Injil hari ini berkisah tentang perpisahan para murid dengan Tuhan Yesus. Sebelum naik ke surga, Tuhan Yesus meminta mereka untuk memberitakan “Injil kepada segala makhluk.” (ay. 15). Dalam menjalankan tugas tersebut para murid tak perlu merasa takut dan cemas karena Tuhan senantiasa menyertai mereka.

Bacaan pertama hari ini diambil dari Surat Petrus yang Pertama. Dalam suratnya itu, Petrus menyinggung nama Markus. Bisa dipastikan bahwa Markus yang disebut Petrus ini adalah juga Markus yang menulis Injil. Akan tetapi, isi surat Petrus, yang menjadi bacaan pertama ini, bukan semata-mata ditujukan kepada Markus saja, melainkan kepada semua pembaca, termasuk kita saat ini. Di sini Petrus meminta pembacanya untuk bersikap rendah hati, baik di hadapan Tuhan maupun sesama, berserah diri kepada Tuhan, teguh dalam iman dan berjuang melawan kuasa iblis.

Sabda Tuhan hari ini pertama-tama menyadarkan kita bahwa kita terpanggil untuk melanjutkan karya perutusan para murid Kristus dahulu. Pewartaan akan Yesus Kristus dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kita dapat mengikuti cara Santo Markus dengan membuat tulisan tentang Tuhan Yesus dan ajaran-Nya. Kita tak perlu sama seperti Markus dengan menghasilkan buku, tetapi lewat tulisan-tulisan kita orang bisa mengenal Tuhan Yesus dan karya-Nya. Kita dapat memakai aneka media, seperti media sosial. Selain itu, Tuhan menghendaki kita untuk membangun sikap rendah hati dan berserah diri kepada Tuhan, agar kita dapat mengalahkan kekuatan iblis.

by: adrian