Kanon 1055 menyebutkan
bahwa Kristus telah mengangkat pernikahan menjadi sakramen. Sakramentalitas
pernikahan ini tidak hanya dikhususkan bagi pernikahan antara orang katolik
dengan katolik saja, melainkan antar orang-orang yang dibaptis. Bagi Gereja
Katolik, pernikahan dua orang protestan adalah juga sakramen meski mereka tidak
mengakuinya. Bagaimana memaknai secara sederhana pernikahan sebagai sakramen?
Sakramen dapat dimaknai
sebagai tanda kehadiran Allah yang memberi keselamatan kepada manusia. Jadi,
pernikahan sebagai sakramen berarti dengan menikah pasutri menghadirkan Allah
dalam hidup rumah tangganya sehingga rahmat keselamatan tercurahkan atas mereka
dan anak-anaknya. Bagaimana kehadiran Allah itu bisa diketahui?
Yohanes, dalam suratnya
yang pertama, mengatakan bahwa Allah adalah kasih (1Yoh 4: 8, 16). Di mana ada
kasih, Allah hadir. Yohanes menulis, “barangsiapa tetap berada di dalam kasih,
ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” (ay. 16). Dengan kata
lain, apabila dalam keluarga ada kasih, misalnya suami istri saling mengasihi,
orangtua dan anak saling mengasihi, maka Allah hadir dalam keluarga itu.
Untuk dapat memahami kasih
itu, Paulus mengurainya dengan sangat sederhana dalam 1Kor 13: 1 – 13. Secara
sederhana, kasih itu dapat diwujudkan dalam tiga perbuatan, yaitu menyayangi,
mengampuni dan berbela-rasa. Jika ada kasih, maka suami istri harus saling
menyayangi, mengampuni jika pasangan atau anak berbuat salah, dan turut
merasakan suka-duka pasangan atau anak.
by: adrian