Sabtu, 31 Agustus 2013

Mencari Sosok DPR Ideal

Ketika mengikuti Pemilu 2008 lalu, tentulah rakyat menaruh harapan akan perubahan yang lebih baik bagi bangsa ini. Harapan itu diletakkan pada pundak wakil rakyat. Kiranya harapan dapat terwujud memiliki dasar karena Pemilu mengambil sistem memilih orang. Rakyat akan terhindar dari praktek “memilih kucing dalam karung”. Rakyat tahu, atau mungkin juga kenal, siapa yang dipilihnya.
            Namun hati kita akan sedih bila melihat berbagai kasus yang mewarnai lembaga ini, mulai dari kasus korupsi dengan mafioso-nya sampai pada tindakan tak terpuji, seperti bolos, tidur saat sidang atau gaya hidup wah. Janji-janji yang pernah diucapkan saat kampaye, kini hanya tinggal pepesan kosong. Lembaga DPR yang sebenarnya adalah pelayan masyarakat, kini justru menjadikan rakyat sebagai pelayan mereka. Karena itulah, orang lantas mengartikan DPR dengan Dewan Pemeras Rakyat.
            Keprihatinan inilah yang mendasari tulisan ini untuk mencari kriteria apa yang cocok buat anggota dewan di masa depan. Namun saya melihat bahwa tidak cukup berhenti pada kriteria (pribadi) anggota DPR. Kita harus meninjau juga “sistem” yang ada. Karena, membandingkan dunia perpajakan, seperti dalam tulisan Heri Prabowo, masuk ke dunia mafia DPR tak berkaitan dengan watak seseorang.[1] Artinya, sekalipun manusianya “baik” menurut kriteria, tapi jika lingkungannya buruk (baca: sistem), maka manusianya pun berpeluang busuk. Karena itulah, untuk mewujudkan DPR yang ideal, bagi saya, selain kriteria diperlukan juga pengaturan sistem yang membentuk anggota dewan itu menjadi ideal.

12 Kriteria Anggota DPR
Ada banyak kriteria yang bisa diajukan untuk mencari sosok anggota dewan yang ideal. Dalam tulisan ini akan diberikan 12 kriteria.
a.        Takut akan Tuhan
Salah satu slogan kampanye Basuki T Purnama[2] dalam pemilihan gubernur Bangka Belitung 2007 adalah “takut akan Tuhan”. Dasar pernyataan ini ada dalam Kitab Suci (Amsal 8: 13; 14: 27 dan 16: 6). Orang yang takut akan Tuhan akan menjauhi kejahatan, sehingga ia terhindar dari maut (baca: jerat hukum). Karena itu, sikap “takut akan Tuhan” ini hendaknya dimiliki para anggota dewan.
b.        Kesederhanaan
Sangat diharapkan agar anggota dewan yang akan datang memiliki pola hidup sederhana. Salah satu wujud pola hidup sederhana adalah sikap penuh syukur. Dengan sikap penuh syukur, anggota dewan terhindar dari jerat budaya materialisme, hedonisme dan konsumtivisme yang menjadi biang orang melakukan korupsi.
c.         Jujur, Adil dan Tegas
Pada 30 Juli 2010 Pong Harjatmo melakukan aksi “gila” dengan membubuhkan tulisan di atap gedung DPR: Jujur, Adil, Tegas. Pesan yang mau disampaikan kiranya jelas, yaitu agar anggota dewan memiliki sikap jujur, adil dan tegas.
d.        People Oriented
Ketika terpilih, hendaknya anggota dewan sadar bahwa dirinya dipilih orang rakyat. Sebagai wujud terima kasih atas kepercayaan rakyat, maka hendaknya anggota dewan lebih memperhatikan kepentingan rakyat dari pada partai. Sikap people oriented berarti anggota dewan mengabdikan dirinya secara total untuk kepentingan rakyat, khususnya rakyat kecil.
e.         Ugahari
Anggota dewan di masa depan hendaknya memiliki keutamaan keugaharian. Ugahari berarti suatu pengendalian diri. Keutamaan ini memiliki keunggulan dalam menghadapi keinginan-keinginan dan kesenangan yang tidak biasa bagi kebanyakan masyarakat umum.[3] Dengan sifat ini, anggota dewan bisa berkata “tidak” terhadap korupsi, malas atau tindakan tak terpuji lainnya yang sudah lumrah di lingkungan DPR.
f.         Bermoral
Moral merupakan pedoman yang mengatur manusia untuk melakukan yang baik dan menghindar yang buruk.[4] Sangat diharapkan di masa depan anggota dewan memiliki moralitas sehingga mereka dapat menghindar hal-hal yang buruk dan berusaha melakukan hal yang baik.
g.        Cerdas berhati nurani
Tentulah diharapkan agar anggota dewan itu harus memiliki kecerdasan yang mumpuni agar tidak malu-maluin. Kecerdasan dapat membantu anggota dewan untuk bersikap kritis. Namun hendaknya tidak hanya berhenti pada cerdas otak, tetapi juga harus cerdas hati. Untuk itu mereka harus memiliki hati nurani yang bisa mengajak mereka untuk berempati dan bersolidaritas dengan korban.
h.        Profesional
Profesional berasal dari kata profesi. Dari akar katanya, profesi berarti "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen".[5] Umum mengartikan profesi sebagai pekerjaan, meski tidak semua pekerjaan itu adalah profesi. Dikaitkan dengan anggota dewan, maka harus dilihat bahwa ke-DPR-an ini memang merupakan pekerjaan anggota dewan, bukan kerja sampingan dan tidak ada kerja sampingan lainnya, sehingga bisa fokus akan tugasnya.
i.          Berani berkorban
Yesus pernah menasehati murid-Nya, yang kelak akan menjadi pemimpin, agar tidak seperti pimpinan duniawi pada umumnya yang memerintah rakyatnya dengan “tangan besi”. Sebaliknya “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."[6] Memberikan “nyawa” berarti mau berkorban demi rakyat. Inilah yang diharapkan pada anggota dewan kelak.
j.          Rendah hati
Kriteria rendah hati ini tidak hanya tampak dalam penampilan saja melainkan juga dalam sikap dan tutur kata. Contoh profil rendah hati terlihat dalam diri Bapak Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN. Sikap ini akan memangkas jarak anggota dewan dengan rakyat.
k.        Arif
Kearifan tumbuh di atas kerendahan hati. Sikap ini akan menuntun orang untuk dengan benar memilih tindakan yang harus diterapkan.[7] Dengan sikap ini, tentulah anggota dewan dapat terhindar dari praktek-praktek tak terpuji.
l.          Punya prinsip
Tak ada gading yang tak retak. Dalam perjalanan tugas, tentulah anggota dewan akan menghadapi masalah, baik internal maupun eksternal. Berkaitan dengan ini sangat diharapkan agar mereka memiliki prinsip dan berpegang pada prinsip sekalipun akan menjadi korban. Sophan Sophiaan adalah contohnya. Dia adalah anggota DPR/MPR pertama di era reformasi yang berani mengundurkan diri karena tidak setuju dengan sikap politik partainya.

Sistem yang Mendukung
            Di atas sudah dikatakan bahwa jika hanya mengandalkan kriteria, sekalipun bagusnya, akan menjadi sia-sia bila tidak ditunjang sistem yang mendukung. Sistem apa yang dibutuhkan agar kriteria anggota dewan yang ideal bisa terwujud sehingga harapan akan perubahan bangsa ini dapat terealisasi?
a)        Anggota dewan adalah wakil rakyat, bukan wakil partai. Ini musti didukung dengan aturan yang tegas. Karena itu, harus dihapus istilah fraksi dalam DPR.
b)        Badan Kehormatan harus lembaga independen. Ini juga harus didukung dengan penerapan aturan dan sanksi yang tegas terhadap anggota dewan tanpa harus konsultasi dengan partainya.
c)        Hapus “politik uang” bagi calon anggota dewan. Salah satu kriteria adalah profesional. Di negara ini ada begitu banyak pengangguran yang sebenarnya berkualitas menjadi anggota dewan. Persoalannya adalah mereka tidak punya uang banyak untuk membayar ke partai. Dengan menghapus “politik uang” ini, kita memberi kesempatan kerja kepada mereka. Dengan demikian angka pengangguran berkurang.
d)       Akuntabilitas kinerja anggota dewan. Setiap tiga bulan setiap anggota dewan wajib membuat laporan kinerjanya. Laporan itu bisa diakses di website DPR atau dipublikasi di media massa yang ada. Hal ini sudah dilakukan oleh Basuki Purnama, anggota DPR dari partai Golkar (sebelum akhirnya pindah ke Gerinda).

Penutup
            Demikianlah beberapa buah pikiran untuk mewujudkan adanya sosok anggota dewan yang ideal demi terciptanya perubahan yang lebih baik bagi bangsa ini. Namun di atas semuanya itu, political will menjadi mutlak dibutuhkan. Tanpa adanya kemauan dan usaha, semuanya menjadi percuma.
Tanjung Balai-Karimun, 15 Maret 2012
by: adrian



[1] Bdk. Heri Prabowo, “Dhana, Saya dan Mafia Pajak”, dlm KOMPAS, 8 Maret 2012, hlm. 6
[2] Dikenal sebagai Ahok, yang dinobatkan majalah TEMPO sebagai salah satu dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia (2006). Dan pada 2007 ia dinobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari penyelenggara negara oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan.
[3] Dr. William Chang, OFMCap, Menggali Butir-Butir Keutamaan. Yogyakarta: Kanisius, 2002, hlm. 38-39
[4] Bdk. Sonny Keraf, Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius, 1991, hlm. 20
[5] Wikipedia untuk kata profesi, 14 Maret 2012, 10:48
[6] Markus 10: 42-45
[7] Dr. William Chang, ibid. Hlm 36-37

Orang Kudus 31 Agustus: St. Raymundus Nonnatus

Santo raymundus nonnatus, pengaku iman
Julukan ‘Nonnatus’ yang berarti ‘Yang tidak dilahirkan’ serta merta menunjukkan kepada kita bahwa ada suatu keanehan seputar saat kelahiran Raymundus. Memang Raymundus lahir tidak seperti biasanya. Ibunya meninggal dunia karena sakit keras selagi Raymundus masih ada dalam kandungan. Demi menyelamatkan dia, dokter terpaksa melakukan operasi terhadap ibunya yang sudah tak bernyawa lagi. Dokter berhasil mengeluarkan dia dari rahim ibunya. Karena itulah ia dijuluki ‘Nonnatus’.

Raymundus lahir di Portello Katalonia, Spanyol, pada tahun 1204. Ayahnya seorang bangsawan dari keluarga Sarrois yang disebut juga keluarga Segers. Meskipun berdarah bangsawan, namun keluarganya hidup miskin dan serba kekurangan. Raymundus mengalami kegetiran hidup itu selama masa mudanya. Meskipun terlilit kemiskinan, ia tetap riang. Dalam doa dan imannya yang teguh, ia menyerahkan hidupnya kepada penyelenggara ilahi Allah. Dalam situasi sulit ini, ia mengatakan keinginannya untuk menjadi seorang biarawan. Ayahnya tidak merestui dan menyuruh dia mengusahakan kebun mereka yang terletak jauh dari kampung halaman dengan maksud agar dia dapat melupakan cita-citanya itu. Namun usaha sang ayah ini tidak berhasil. Sebaliknya Raymundus lebih banyak mempunyai waktu untuk berdoa dan merenung.

Setelah mengalami banyak kesulitan, ia diterima oleh Santo Petrus Nolaskus dalam tarekat Mercederian. Ordo ini didirikan pada tahun 1256 dengan tujuan pokok ialah membebaskan para budak dan tawanan yang beragama kristen dari tangan orang-orang islam. Mula-mula Raymundus bekerja di Barcelona selama 3 tahun. Kemudian ia diutus ke Aljazair, Afrika Utara, untuk menebus para budak dan tawanan kristen dari tangan orang-orang islam. Ia membawa banyak uang untuk menebus mereka. Namun uang itu ternyata tidak mencukupi. Karena itu ia dengan suka rela menyerahkan diri sebagai pengganti para budak dan tawanan itu. Ia bekerja keras sambil mewartakan Injil Kristus dan mengajar agama. Kegiatannya ini menimbulkan amarah besar di kalangan para majikan dan mandur, karena pengajarannya dianggap sangat merugikan mereka.

Raymundus dipenjarakan selama 8 bulan dengan siksaan yang berat. Bibirnya dilubangkan dan dikunci sehingga ia tidak bisa lagi mengajar orang banyak. Untunglah bahwa uang tebusan baginya segera tiba, sehingga ia dapat segera dibebaskan dan bisa kembali ke Spanyol.

Di sana ia mendapat kabar bahwa Paus Gregorius IX sangat terharu dan kagum akan ketabahan dan keberaniannya mewartakan Injil Kristus kepada orang-orang islam. Paus mengangkatnya menjadi kardinal dan mengundangnya datang ke Roma. Tetapi rupanya Tuhan sudah puas dengan jasa-jasanya. Sementara di tengah perjalanan, ia jatuh sakit dan menghembuskan nafasnya di Cordona, dekat Barcelona. Raymundus meninggal dunia pada tahun 1240. Ia dihormati sebagai pelindung para ibu yang akan melahirkan.


sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Sabtu Biasa XXI-C

Renungan Hari Sabtu Biasa XXI, Thn C/I
Bac I   : 1Tes 4: 9 – 11; Injil         : Mat 25: 14 – 30

Salah satu tema sabda Tuhan hari ini adalah kesungguhan. Dalam suratnya yang pertama kepada Jemaat di Tesalonika, Paulus meminta kesungguhan para jemaat. Kesungguhan itu dalam hal kasih. Dalam permintaan itu, bukan berarti Paulus meragukan penghayatan kasih mereka atau penghayatan kasih mereka tidak serius. Penghayatan kasih itu memang sudah ada dan serius, namun Paulus meminta agar lebih sungguh lagi. Hal ini bisa dipahami bahwa menjadi murid Yesus tidak bisa hana sekedar atau setengah-setengah, melainkan dituntut lebih.

Kesungguh juga menjadi tema dalam perumpamaan Yesus tentang talenta. Bukan soal banyak atau sedikitnya, melainkan kesungguhan dalam mengembangkan talenta itu. Sekalipun mendapatkan talenta sedikit, namun jika dengan kesungguhan mengembangkannya, maka talenta itu akan menghasilkan laba. Dan ini tentulah mendatangkan kebahagiaan tuan yang empunya talenta.

Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita bahwa diri kita masng-masing sudah menerima “talenta” dari Tuhan. Tuhan menghendaki agar kita mengembangkan talenta tersebut. Mengembangkan talenta itu berarti kita telah bertanggung jawab. Dan untuk mengembangkan talenta itu, kita dituntut untuk bersungguh-sungguh.

by: adrian