Senin, 10 Agustus 2020

MEDIA DAN SEKSUALITAS YANG PERMISIF


Melihat perubahan yang tengah terjadi dalam masyarakat, di dalamnya terpantul juga keterbukaan seksualitas. Semula hubungan seksual lebih banyak merujuk fungsi reproduksinya, kini fungsi rekreatif juga menonjol. Dan, dalam keterbukaan itu, kaum muda terlibat di dalamnya.
Meminjam psikologi Freudian, kaum muda atau remaja (adolesence) adalah seseorang yang mulai memasuki pubertas, yang ditandai kematangan alat seksual, di antaranya dapat memberi keturunan. Masa awal pubertas diperkirakan antara 12-14 tahun dan berakhir 18-22 tahun.
Tapi, aspek penting masa pubertas ini adalah perubahan emosi yang muncul bersamaan dengan perubahan fisik. Remaja adalah kelompok usia yang secara seksual aktif, terjadi peningkatan hasrat seksual, tetapi budaya dan agama belum memberi peluang untuk penyalurannya.
Akibat dari hal-hal yang bertentangan itu, menurut Freud, emosi remaja menjadi labil. Bila labilitas emosi tidak terkontrol akan mendorong munculnya perilaku menyimpang.
Represi Seksualitas
Kajian Michel Foucault pada masyarakat Eropa sebelum abad ke-18 menunjukkan, seks diungkapkan tanpa ragu. Perilaku vulgar, jorok, tidak santun, sangat longgar. Tetapi, waktu Ratu Victoria (1837-1900) berkuasa di Inggris, budaya ini direpresi dan fenomena ini kemudian menyebar ke wilayah Eropa lain dan diberlakukan di daerah jajahan.

MENGETAHUI APA ITU ALBIGENSIANISME


Albigensis adalah suatu sekte Kristen di abad XII-XIII yang menganut ajaran dualisme. Walaupun mereka menamakan dirinya sebagai Kristen, namun sebenarnya ajaran sekte ini sangatlah menyimpang dari ajaran Kristiani. Karena mereka tidak mempercayai adanya satu Tuhan Pencipta dan Pengatur segalanya, tetapi mereka mempercayai adanya dua tuhan, yang satu baik dan yang lain jahat. Maka Tuhan (allah yang baik) dan Iblis (allah yang jahat) sama-sama bertanggung jawab terhadap dunia ini. Dengan prinsip ini, maka mereka percaya bahwa segala yang berupa material di dunia, termasuk yang ada pada manusia (yaitu tubuh manusia) adalah hasil pekerjaan Iblis dan sepenuhnya adalah jahat. Maka manusia yang merupakan separuh ciptaan Tuhan, dan separuh ciptaan Iblis, perlu untuk diselamatkan. Sumber keselamatan ini bukanlah penjelmaan Tuhan Yesus ke dunia dan kurban salib-Nya tetapi pembebasan jiwa dari tubuh. Maka bagi para Albigensian, Kristus bukan Tuhan dan juga bukan manusia, tetapi semacam malaikat yang mengambil tempat sementara dalam tubuh manusia, dan sengsara dan wafat-Nya hanyalah ilusi.
Konsekuensi dari ajaran sesat Albigensian ini adalah sangat merusak, karena:
1.    konsep keselamatan bagi mereka adalah ‘pembebasan dari tubuh’, bukannya penghapusan dosa oleh jasa Kristus dan anugerah hidup ilahi di dalam-Nya;
2.    Mereka membenci perkawinan, karena perkawinan memungkinkan terciptanya ‘tubuh’ yang baru
3.    mereka mendukung homoseksualitas/perkawinan sesama jenis;
4.    mereka membenci kehamilan; wanita yang mengandung dianggap sebagai seorang yang dirasuki Iblis
5.    mereka mendorong tindakan bunuh diri, karena menyebabkan seseorang terlepas dari ‘tubuh’
Di atas semua itu, dengan konsep merendahkan tubuh, mereka tidak menghargai Inkarnasi (Penjelmaan Allah menjadi manusia dalam diri manusia Yesus). Dan karena Penjelmaan Kristus merupakan salah satu inti Iman Kristiani, maka dapat dimengerti bahwa ajaran Albigensian/Kataris ini sungguh sangat menentang kebenaran iman Kristiani.
Para Albigensian ini beranggapan bahwa selama jiwa masih bersatu dengan tubuh maka masih ada kemungkinan ia jatuh dalam perangkap Iblis. Untuk mengatasi hal ini mereka mengadakan suatu ritus yang dinamakan Consolamentum, dan sesudah itu mereka disebut Perfect, dan terikat kewajiban-kewajiban yang sangat serius, dan tidak boleh diingkari, agar tidak lagi jatuh dalam bahaya perangkap Iblis.  Kewajiban ini misalnya, hidup selibat seumur hidup, puasa yang ketat (tidak boleh makan daging, telur, susu, mentega dan keju), tidak boleh terikat sumpah. Dari ketentuan ini mayoritas orang tidak dapat melaksanakannya. Mereka yang telah menerima Consolamentum ini banyak yang memilih untuk bunuh diri daripada menjalankan hidup seperti itu. Lagipula,  menurut mereka bunuh diri adalah tindakan yang sempurna bagi Albigensian yang sejati, yang merasa tidak mampu melaksanakan cara hidup yang disyaratkan.