Injil adalah kitab yang bercerita tentang Tuhan Yesus. Umumnya orang
mengetahui kalau Tuhan Yesus adalah pribadi yang tanggap akan situasi.
Misalnya, ada 6 kali dikatakan tergerak hati-Nya oleh belas kasihan ketika
melihat orang, entah itu yang terlantar (Mat 9: 36; Mrk 6:
34), sakit (Mat 14: 14; 20: 34; Mrk 1: 41), maupun yang sedang
berduka (Luk 7: 13). Kepada orang-orang seperti ini Tuhan Yesus segera
melakukan tindakan.
Segera melakukan tindakan atau tidak menunda-nunda dapat juga kita temukan
dalam pelbagai aktivitas Tuhan Yesus menyembuhkan orang. Dari sekian banyak
contoh, kita ambil satu contoh ketika Tuhan Yesus menyembuhkan orang kusta (Mat
8: 1 – 3). Ketika orang kusta datang dan berkata kepada-Nya, “Tuan, jika Tuan
mau, Tuan dapat mentahirkan aku.”, segera Tuhan Yesus berkata, “Aku mau,
jadilah engkau tahir.” Dan orang itu pun sembuh. Tuhan Yesus tidak mau
menunda-nunda.
Akan tetapi, ternyata pernah juga Tuhan Yesus berlaku seolah-olah menunda.
Dia tidak segera melakukan tindakan, meski sebenarnya Dia tahu apa yang hendak
dilakukan. Sebagai contoh, kita ambil peristiwa Tuhan Yesus meredakan badai
(Mrk 4: 35 – 41). Di sini akan ditampilkan 3 ayat saja:
“Mereka meninggalkan orang banyak itu, lalu bertolak dan membawa Yesus
beserta dengan mereka dalam perahu, di mana Yesus telah duduk… Lalu mengamuklah
badai yang sangat dahsyat, dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga
perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di
buritan, di sebuah tilam. Maka, murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata
kepada-Nya, “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?”
Dikatakan bahwa ketika badai melanda dan para murid berjuang setengah mati diliputi ketakutan, Tuhan Yesus justru tidur. Tidak jelas memang apakah Tuhan Yesus benar-benar tidur atau pura-pura tidur? Namun agak sulit membayangkan dalam situasi sulit seperti itu ada orang dapat tidur, apalagi orang yang sama sekali tidak punya latar belakang kelautan.