Rabu, 30 Oktober 2019

MEMBACA BUKU “KEHIDUPAN RAHASIA NABI MUHAMMAD”


Setiap tokoh terkenal tentulah mempunyai kisah hidupnya. Kisah hidup tersebut kadang hanya diceritakan secara lisan, tapi ada juga yang dibukukan. Cerita tentang tokoh terkenal ini pasti tak luput dari subyektifitas orang yang menulisnya. Bagi penulis yang mengidolakan tokohnya, sudah dapat dipastikan kisah yang ditampilkan terkait tokoh tersebut sangatlah sempurna. Gaya bahasa hiperbola kerap ditemui dalam buku-buku tentang sosok tokoh yang ditulis oleh pengagumnya. Sangat berbeda jika yang menulis adalah orang yang tak suka atau yang sudah punya stereotip buruk terhadap tokoh. Tapi, bagaimana dengan penulis yang netral?
Buku “Kehidupan Rahasia Nabi Muhammad” atau dalam edisi bahasa Inggrisnya: The Hidden Life of the Prophet Muhammad, merupakan buku yang kesembilan yang ditulis oleh DR. A.A. Ahmed, seorang peneliti islam kelahiran Sudan. Buku ini menguraikan tentang sejarah nabi Muhammad – kehidupan, peperangan dan ajaran-ajarannya. Penulis mengklaim sumber tulisannya ini sahih, karena langsung diambil dari literatur-literatur islam yang terpercaya.
DR Ahmed yakin bahwa apa yang dituliskannya itu merupakan informasi tentang nabi Muhammad, yang selalu ini tidak diketahui publik. Entah apa alas an sehingga informasi tersebut tidak diketahui, bahkan oleh umat islam sendiri. Padahal semakin mengenal, maka orang akan semakin sayang. Tak kenal, maka tak sayang. Karena itulah, melalui bukunya itu, DR. Ahmed ingin mengajak pembaca manapun, khususnya umat islam, untuk semakin mengenal nabi Muhammad.
Buku DR. Ahmed ini dikemas dalam 13 bab. Bahasa Indonesia yang digunakan sebagai terjemahan masih terlihat kurang bagus, namun pembaca masih dapat memahaminya. Selain itu, tata letak dan urutannya juga kurang menarik. Untuk dapat membaca (atau juga men-download) buku ini, silahkan klik di sini. Selamat membaca!
by: adrian

Senin, 28 Oktober 2019

BAHAN PERSIAPAN BAPTIS BAYI

Dari dalam Kitab Hukum Kanonik kita dapat mengetahui bahwa sakramen baptis dibutuhkan untuk keselamatan, karena dengannya setiap manusia dibebaskan dari dosa (bdk. Kan. 849). Dengan kata lain, dapatlah dikatakan bahwa sakramen baptis merupakan tawaran keselamatan dari Allah kepada manusia; dan tawaran itu bersifat gratis.
Mengingat manfaatnya itu, maka Gereja mengajak para orangtua untuk membaptis anaknya tak lama sesudah kelahiran. Hukum Gereja menyebutkan pada minggu-minggu pertama (Kan. 867, §1). Sifat segera ini bukan lantas berarti tidak perlunya persiapan dengan atau dalam bentuk pembinaan. Dalam Kanon dikatakan agar orangtua dari kanak-kanak yang hendak dibaptis, termasuk juga para wali baptis, perlu dipersiapkan (Kan. 851, 2).
Sering menjadi persoalan pastoral di paroki-paroki adalah keterbatasan bahan persiapan. Umumnya paroki hanya mempunyai 1 bahan saja, dan bahan tersebut dipakai untuk mempersiapkan orangtua yang bayinya akan menerima sakramen baptis. Menjadi persoalan adalah ketika berhadapan dengan orangtua yang memiliki lebih dari 2 anak. Mereka akan berhadapan dengan materi persiapan yang “itu-itu” saja.

SEJARAH KITAB SUCI KATOLIK


Sejarah Terbentuknya Kitab Suci Perjanjian Lama
Kitab Suci Gereja Katolik terdiri dari dua bagian, yaitu Perjanjian Lama (PL: 46 kitab) dan Perjanjian Baru (PB: 27 kitab). Jadi, keseluruhannya ada 73 kitab. Kitab PL dapat dibagi dalam 3 bagian: Kitab Taurat, Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah. Lima buku pertama (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan) adalah intisari dan cikal bakal seluruh kitab PL. Kelima kitab ini dikenal dengan sebutan Kitab Taurat atau Pentateuch.
Selama lebih dari 2000 tahun, Nabi Musa dianggap sebagai penulis Kitab Taurat ini. Karena itu, kitab ini disebut juga Kitab Nabi Musa. Namun, tidak ada seorang pun yang dapat memastikan siapa yang menulis Kitab Taurat ini.
Lama kemudian Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah ditambahkan kepada Kitab Taurat dan membentuk Kitab PL. Kapan tepatnya isi dari kitab-kitab PL ditentukan dan dianggap sudah lengkap, tidaklah diketahui dengan pasti. Yang jelas, setidaknya sejak lebih dari 100 tahun sebelum kelahiran Kristus, Kitab PL sudah ada seperti yang sekarang ini.
Bahasa awal Kitab PL adalah Bahasa Ibrani. Namun ketika orang Yahudi terusir dari Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani. Waktu itu, Bahasa Yunani merupakan bahasa internasional. Dari sinilah mulai dirasakan perlunya Kitab Suci berbahasa Yunani.

Jumat, 25 Oktober 2019

MEMBACA BUKU “MEMBEDAH ASAL-USUL AL-QURAN”


Umumnya umat islam yakin dan percaya bahwa Al-Quran merupakan kitab suci yang ditulis oleh Allah, atau setidaknya langsung berasal dari Allah. Dengan kata lain, apa yang tertulis dalam Al-Quran diyakini 100% berasal dari Allah. Karena Allah itu adalah suci, maka apa yang berasal daripada-Nya juga adalah suci, termasuk Al-Quran. Karena itu, umat islam menaruh rasa hormat yang tinggi terhadap Al-Quran, dan berpendapat bahwa pelecehan terhadapnya adalah berarti pelecehan terhadap martabat luhur Allah.
Buku Ibn Warraq berjudul “Membedah Asal-Usul Al-Quran” atau dalam edisi bahasa Inggrisnya: The Origins of the Koran, Classic Essays on Islam’s Holy Book, mencoba membuka wawasan kita perihal Al-Quran. Membaca buku ini, kita dapat menemukan salah satu titik berangkat Ibn Warraq dalam menulis bukunya ini, yaitu benarkah Al-Quran itu berasal dari Allah. Dalam pertanyaan tersebut sudah terkandung keraguan; dan keraguan itulah yang hendak dijawab.
Dengan telaah historis-kritis, yang dibantu dengan sumber-sumber terpercaya, Ibn Warraq mencoba menelusuri sejarah Al-Quran. Telaah kritis di sini berarti penulis tidak hanya memaparkan sejarah Al-Quran apa adanya, tetapi berusaha untuk mengkritisinya. Sebagai contoh, dalam sejarah Al-Quran itu ada versi yang hilang, ada juga versi yang ditambahkan; ada koleksi Abu Bakar, ada pula koleksi Usman.
Buku “Membedah Asal-Usul Al-Quran” dikemas dalam ukuran mini. Semua uraian ditulis dalam 38 halaman. Bahasa Indonesianya agak lumayan, namun pembaca tetap dapat mengikuti dan memahaminya. Untuk dapat membaca (atau juga men-download) buku ini, silahkan klik di sini. Selamat membaca!
by: adrian

Rabu, 23 Oktober 2019

MEMPERSOAL KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM RKUHP


Salah satu alasan penolakan terhadap Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) adalah intervensi negara dalam kehidupan rumah tangga. Salah satu pasal yang ditolak adalah soal kekerasan dalam rumah tangga, terlebih soal pemerkosaan suami terhadap istri. Dalam RKUHP, kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam pasal 595 – 599.
Perlu diketahui bahwa pidana kekerasan dalam rumah tangga merupakan delik aduan. Artinya, tindak kekerasan tersebut baru akan diproses bila ada laporan atau pengaduan dari korban. Jadi, selama tidak ada laporan, maka hukum tidak dapat menjangkaunya. RKUHP memberikan tiga kategori kekerasan dalam rumah tangga. Yaitu:
1.    Kekerasan fisik (pasal 595)
2.    Kekerasan psikis (pasal 596)
3.    Kekerasan seksual (pasal 597 – 599)
Sekalipun tujuan pengaturan pidana ini baik dan benar, namun bukan lantas berarti pelaksanakaannya akan berjalan dengan mulus tanpa kendala. Penerapan pasal ini akan dapat bermasalah dengan umat beragama islam. Penegak hukum akan menghadapi dilema menegakkan hukum dengan konsekuensi mengkriminalisasi agama atau membiarkan dengan konsekuensi akan ada korban jiwa.
Seperti apa persoalan pasal kekerasan dalam keluarga ini bermasalah dalam ajaran islam? Mari kita lihat satu per satu.
Kekerasan Fisik

PERSOALAN BATAS USIA MENIKAH DALAM PANDANGAN ISLAM DAN KATOLIK


Menikah adalah hak asasi setiap manusia. Dalam arti ini setiap orang berhak memutuskan menikah atau tidak, serta berhak juga untuk memutuskan menikah dengan siapa dan dengan cara apa. Walau demikian beberapa agama tidak mengartikan hak menikah itu secara absolut, karena dalam arti tertentu agama masih membatasi hak tersebut. Sumber pembatasan itu beragam. Sebagian besar pembatasan itu bersumber dari perintah (wahyu) Allah, namun ada juga bersumber dari lembaga agama itu sendiri (misalnya seperti Agama Katolik).
Sekalipun menikah merupakan hak setiap orang, namun tidak semua orang dapat menikah begitu saja. Ada banyak ketentuan yang harus dilalui agar orang dapat memenuhi haknya tersebut. Inilah yang dinamakan syarat. Syarat menikah itu haruslah legal, sehingga keputusan menikah pun menjadi legal. Salah satu persyaratan menikah adalah batasan usia. Dalam undang-undang perkawinan yang lama (1974), batasan usia menikah adalah pria 19 tahun dan wanita 16 tahun. Namun, dalam undang-undang perkawinan yang baru (2019), batasan usianya dinaiknya menjadi 19 tahun.
Naiknya batasan usia menikah ini merupakan tindak lanjut dari perintah Mahkamah Konstitusi, yang tertuang dalam Putusan MK no. 22/PUU-XV/2017. Ada 2 dasarnya, yaitu batasan usia menikah yang lama bertentangan dengan semangat perlindungan anak serta melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum sesuai pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Putusan MK ini tentu disambut baik lembaga-lembaga yang telah berjuang untuk menghindari perkawinan anak atau perkawinan usia dini. Lembaga-lembaga ini melihat bahwa pernikahan usia dini membawa dampak buruk, tidak hanya bagi wanita tetapi juga bagi kelangsungan keluarga.

Senin, 21 Oktober 2019

CATATAN KECIL PERIODE PERTAMA PRESIDEN JOKOWI


DENGAN pelantikan presiden dan wakil presiden di genung DPR, Minggu, 20 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo resmi mengakhiri masa kepemimpinannya di tahun 2014 – 2019. Kini Presiden Jokowi kembali akan memimpin Indonesia untuk periode kedua (2019 – 2024) bersama KH Maruf Amin. Sebelum melangkah di periode kedua, adalah bijak jika Presiden Jokowi berkaca pada perjalanan kepemimpinannya di periode pertama.
Harus disadari bahwa keberhasilan Jokowi kembali menjadi Presiden Republik Indonesia tak bisa dilepaskan dari masa kepemimpinannya di periode sebelumnya. Tentulah ada keberhasilan atau catatan positif pada periode pertama, yang membuat masyarakat kembali memilih Jokowi. Keberhasilan itu lebih pada pembangunan infrastruktur serta berbagai sistem ekonomi lainnya.
Akan tetapi, harus diakui bahwa tidak semua aspek pemerintahan Jokowi mengalami keberhasilan. Ada beberapa aspek justru mengalami kekurangan atau stagnan. Salah satunya ada pada bidang hukum.
Dapat dikatakan bahwa bidang hukum selama masa kepemimpinan Jokowi di tahun 2014 – 2019 kurang bersinar. Sekalipun negara Indonesia merupakan negara hukum, namun hukum itu terlihat lemah. Dalam banyak kasus, kesamaan di muka hukum sama sekali kurang terlihat. Sangat jelas kalau hukum itu tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah. Semua hal tersebut membuat hukum tidak dapat menghasilkan keadilan, yang menjadi prinsip dasarnya.
Selama periode pertama pemerintahan Jokowi, hukum tidak tampil sebagai panglima. Hukum yang ada tidak dilaksanakan secara tegas. Malah terkesan lemah. Pada tahun 2014 – 2019, yang menjadi panglima di negara hukum ini bukanlah hukum, melainkan politik. Ada banyak kasus hukum bisa dijadikan alat politik sehingga hukum sama sekali tidak berjalan.

JAMBORE REMAJA PAROKI UJUNG BETING 2019: REKREASI

 
 

JAMBORE REMAJA PAROKI UJUNG BETING 2019: REKOLEKSI

 
 

Jumat, 18 Oktober 2019

MEMPERSOAL PASAL PENGHINAAN AGAMA DALAM RKUHP

Tujuan dasar diadakannya hukum atau undang-undang adalah supaya kehidupan masyarakat  teratur sehingga tercapailah kehidupan yang harmonis. Di tengah masyarakat yang majemuk, seperti Indonesia ini, tentulah keberadaan hukum atau perundang-undangan yang selaras dengan tujuan dasar itu sangat dibutuhkan. Dengan produk undang-undang tersebut masyarakat akan dapat saling menghormati dan menghargai. Tentulah segala bentuk perbuatan yang bertentangan dengan hal tersebut akan mendapat sanksi hukum.
Demikianlah dengan kehadiran Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Seyogiyanya, produk hukum ini akan mengganti produk hukum yang berasal dari pemerintahan Belanda. Dapat dikatakan bahwa produk hukum pidana yang akan dihasilkan ini merupakan hasil karya anak bangsa. Dengan kata lain, kitab hukum pidana ini lahir dari pemikiran anak bangsa yang didasarkan pada situasi konkret bangsa Indonesia.
Satu poin yang dibahas dalam RKUHP ini adalah soal PENGHINAAN AGAMA. Sebagaimana diketahui, saat ini bangsa Indonesia mengakui adanya 7 agama resmi, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu, Konghucu dan Aliran Kepercayaan. Dapatlah dipastikan pasal penghinaan agama ini hendak mengatur masyarakat beragama untuk saling menghormati dan menghargai sehingga terciptalah kerukunan dan kedamaian, sekalipun sebenarnya agama sudah mengajarkan umatnya untuk saling menghormati dan menghargai..
Akan tetapi, benarkah pasal-pasal yang membahas penghinaan agama sudah sesuai dengan harapan?

MEMPERSOAL PASAL PERKOSAAN SUAMI TERHADAP ISTRI DAN PASAL PERJUDIAN DALAM RKUHP


Salah satu pasal kontroversial dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) adalah soal pemerkosaan istri oleh suami. Dalam RKUHP, tindak pidana ini terdapat dalam pasal 597, yang terdiri dari 2 ayat (khususnya ayat 2). Berikut ini adalah kutipan ayat dari pasal kekerasan seksual suami istri.
(1) “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangganya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI.”
(2) “Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya, tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri.”
Pertama-tama perlu dipahami bahwa pasal ini masuk dalam delik aduan. Artinya, tindakan pidana pemerkosaan suami terhadap istri, atau sebaliknya, baru dapat diproses jika ada laporan dari korban kepada pihak aparat hukum. Akan tetapi, sekalipun demikian, banyak orang menentang dan menolak pasal ini. Setidaknya ada 3 alasan penolakan tersebut. Pertama, bahwa masalah hubungan seksual yang terjadi di antara suami istri merupakan urusan pribadi, terlepas apakah hal itu pemaksaan atau tidak. Pengaturan masalah hubungan seksual dalam RKUHP dilihat sebagai bentuk intervensi negara yang berlebihan.

Rabu, 16 Oktober 2019

PASAL SEKS DALAM UNDANG-UNDANG, KENAPA TIDAK BOLEH?


Beberapa hari yang lalu, anggota DPR periode 2014 – 2019 hendak mengesahkan beberapa produk hukum. Akan tetapi, aksi demo pecah menentang rencana DPR itu, sehingga akhirnya Presiden Jokowi meminta agar rencana tersebut ditunda. Penundaan tersebut disebabkan adanya pasal-pasal kontroversial. Di antaranya adalah pasal seksual, yang ada dalam RKUHP dan RUU-PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual).
Sejumlah pasal seksual dinilai oleh banyak kalangan yang menolak sebagai bentuk campur tangan negara yang berlebihan, karena masalah-masalah tersebut merupakan ranah pribadi. Pasal-pasal itu antara lain:
1.    Pasal zinah dan perbuatan cabul
2.    Pasal sexting
3.    Pasal kumpuil kebo
4.    Pasal perkosaan suami terhadap istri
5.    dll.
Pasal-pasal tersebut menimbulkan penentangan dari warga, baik di dunia maya maupun dunia nyata. Tak sedikit warga nets menyindir dengan cuitan-cuitan menggelitik, yang dapat membuat orang bukan saja tersenyum dan malu tetapi juga telinga merah. Harus jujur diakui, tidak semua rakyat Indonesia menolak rancangan undang-undang seks tersebut. Berhadapan dengan situasi ini, tidak hanya DPR dan pemerintah yang berada di persimpangan jalan, tetapi juga warga masyarakat lainnya. Akankah 2 RUU tersebut disahkan?

MEMAHAMI ISTILAH KAFIR DALAM ISLAM


Khusus di Indonesia, hanya umat islam saja yang selalu mengkafir-kafirkan umat agama lain. Dalam budaya Timur Tengah, kata ‘kafir’ merupakan bentuk penghinaan yang paling hina. Karena itu, Yesus Kristus meminta para murid-Nya untuk tidak menggunakan kata itu kepada orang lain (bdk. Mat 5: 22). Seperti apa umat islam memahami kata ‘kafir’ tersebut?
Dapatlah dikatakan bahwa kaum kafir terbagi dalam 4 golongan. Pertama, kafir harbi, yaitu kafir yang memusuhi Islam. Mereka senantiasa ingin memecah belah orang-orang mukmin dan bekerja sama dengan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Berdasarkan makna ini, orang islam bisa masuk dalam kelompok kafir harbi ini, sejauh mereka tidak berjuang demi umat dan agama islam. Dasar dari kafir harbi ini ada dalam QS. at-Taubah: 107. Ayat ini sering dipakai umat islam untuk mencurigai itikad baik umat agama lain. Segala itikad baik orang selalu dinilai dusta, karena Allah sudah mengatakan demikian. Karena itu, ketika ada orang kafir mengulurkan tangan, selalu ditolak, karena itu hanyalah dusta. Ada udang di balik batu.
Kedua, Kafir ’Inad, yaitu kafir yang mengenal Tuhan dengan hati dan mengakui-Nya dengan lidah, tetapi tidak mau menjadikannya sebagai suatu keyakinan karena ada rasa permusuhan, dengki dan semacamnya. Dasarnya ada dalam QS. Hud: 59. Dalam Al-Qur’an mereka digambarkan seperti orang-orang yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah, mendurhakai rasul-rasul Allah Swt, dan menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang menentang kebenaran. Konsep kebenaran di sini haruslah kebenaran menurut islam. Berangkat dari paham ini, umat islam sendiri dapat digolongkan ke dalam kelompok kafir ‘Inad, yaitu ketika mereka mendukung dan setia pada penguasa yang “menzolimi” islam.

Senin, 14 Oktober 2019

DILEMA MASALAH DE-RADIKALISASI


SEJAK peristiwa penangkapan seorang dosen IPB dan kasus penyerangan terhadap Bapak Wiranto oleh seorang muslim yang tergabung dalam jaringan teroris JAD, kata “radikalisme” menjadi topik hangat dibicarakan di media. Konsep radikalisme ini biasa dikaitkan dengan aksi-aksi terorisme. Jadi, ada keterkaitan erat antara radikalisme dan terorisme. Sekedar diketahui bahwa radikalisme itu menyasar pada kelompok islam. Atau dapat dikatakan bahwa paham radikalisme, yang menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia, adalah paham yang berakar pada ajaran agama islam. Karena itu, pelaku-pelaku terror ini umumnya beragama islam.
Seperti yang telah dikatakan bahwa paham radikalisme ini berakar pada ajaran islam. Salah satu sumber ajaran islam adalah Al-Qur’an. Bagi umat islam Al-Qur’an itu berasal langsung dari Allah (QS as-Sajdah: 2, dan QS Sad: 1 – 2, 41), sehingga umat islam harus mengikuti apa yang tertulis dalam Al-Qur’an (QS al-Qiyamah: 18). Dalam Kitab suci umat islam ini terdapat ajaran untuk melaksanakan jihad, kata lain dari terror dan perang. Berikut ini beberapa surah jihad atau dikenal juga sebagai ayat-ayat pedang, yang selalu dijadikan dasar aksi terorisme.
QS al-Baqarah: 191:
Dan bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka.... Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.

DARI KASUS UAS HINGGA MASALAH RADIKALISME


Beberapa bulan lalu publik Indonesia disemarakkan dengan video viral Ustadz Abdul Somad (UAS), yang menghina salah satu atribut atau simbol iman orang Kristen (katolik dan protestan). Dalam video tersebut UAS sedang memberikan ceramah keagamaan (tausiyah) di Masjid An-Nur di Pekanbaru. Ceramah itu sendiri sudah terjadi sekitar 3 tahun lalu atau di tahun 2016. Dalam ceramah, yang menjawab salah satu persoalan yang dihadapi seorang pendengar tentang salib, keluarlah pernyataan UAS yang dinilai telah menista agama Kristen. Pernyataan itu adalah: “di salib itu ada jin kafir” dan “di dalam patung itu ada jin kafir”.
Ketika muncul aksi protes dari segelintir umat Kristen, UAS memberi klarifikasi untuk membela diri. Bertempat di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat, UAS menjelaskan pembelaannya. Setidaknya ada 4 poin penting dalam klarifikasi itu, yaitu:
1.    Konteks video itu adalah menjawab persoalan seorang audiens.
2.    Ceramah itu bersifat tertutup, hanya untuk peserta yang hadir di masjid itu saja; tidak bersifat terbuka seperti di lapangan terbuka atau di televisi.
3.    Apa yang disampaikan merupakan aqidah islam; adalah kewajibannya untuk menyampaikan aqidah itu.
4.    Ceramah keagamaan itu terjadi 3 tahun lalu.
Lewat klarifikasi itu, UAS menyatakan dirinya tidak bersalah. MUI pun meng-amin-i pernyataan tersebut. Maratua Simanjuntak, wakil ketua MUI SUMUT, menegaskan, “Semua ulama telah sepakat bahwa isi ceramah itu tidak bermasalah.” Dapat diartikan bahwa isi ceramah UAS benar-benar sesuai dengan ajaran (aqidah) islam, yang fondasinya ada dalam Al-Qur’an dan hadis.

Jumat, 11 Oktober 2019

HEBOH SUAMI PERKOSA ISTRI DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG


Hingga saat ini Indonesia, yang sudah 74 tahun merdeka, masih menggunakan hukum pidana produk Pemerintah Kolonial Belanda. Sudah sejak puluhan tahun muncul keinginan agar bangsa Indonesia mempunyai produk hukum pidananya sendiri. Akan tetapi, ketika rancangan undang-undang KUHP hendak disahkan oleh DPR, aksi penolakan begitu kuat. (RUU-KUHP bisa dibaca di sini). Demikian pula dengan rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS; RUU-PKS dapat dibaca di sini). Ada beberapa pasal yang dinilai menuai kontroversial. Salah satunya adalah persoalan kehadiran negara pada ranah pribadi.
Persoalan kehadiran negara pada ranah pribadi ini tampak dalam beberapa pasal. Yang paling menonjol adalah soal suami memperkosa istri, yang dapat dihukum maksimal 12 tahun penjara. Kami sendiri belum menemukan pasal dengan klausul perkosaan suami terhadap istri. Akan tetapi, di media sosial persoalan ini ramai dibicarakan para netizen. Mungkin yang dimaksud adalah pasal 597 RKUHP. Pada umumnya netizen bersikap negatif terhadap pasal tersebut, dan menilai pasal tersebut berlebihan.
Sebelum kita membahas persoalan ini, terlebih dahulu kita harus memahami apa yang dimaksud dengan perkosaan suami terhadap istri. Umumnya perkosaan dipahami dengan pemaksaan dalam berhubungan seks; dan yang melakukan pemaksaan itu adalah suami, sedangkan istri sebenarnya menolak. Atau, mengutip pasal 16 RUU PKS, perkosaan adalah “kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, atau tipu muslihat, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan untuk melakukan hubungan seksual.” Jadi, dalam konteks ini, suami memaksa istrinya untuk melakukan hubungan seks, padahal istri tidak setuju, atau tidak siap atau tidak lagi mood dengan berbagai macam alasan.

UU PERKAWINAN DALAM TERANG KITAB HUKUM KANONIK DAN IMPLIKASINYA BAGI PASTORAL PERKAWINAN

Undang-Undang Republik Indonesia no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan merupakan upaya unifikasi dari sekian banyak peraturan atau undang-undang perkawinan sebelumnya. Undang-undang ini adalah sarana negara untuk menjaga tata tertib (keamanan) di ruang publik sekaligus memberikan kepastian hukum bagi warga negara. Karena itu, undang-undang ini mengikat seluruh warga Indonesia.
Karena mengingat setiap orang Indonesia, maka umat katolik juga terikat padanya. Jadi, secara hukum, orang Indonesia yang beragama katolik terikat pada 3 hukum, yaitu hukum ilahi, hukum Gereja dan hukum sipil (negara). Apa saja implikasi pastoral perkawinan terkait undang-undang perkawinan ini? Untuk mengetahui isi undang-undang perkawinan, silahkan klik di sini.
1.    Sifat Monogami Perkawinan
Dari definisi perkawinan (pasal 1) tersirat sifat monogami perkawinan, yaitu bahwa perkawinan terjadi antara “seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri”. Hal ini ditegaskan dalam pasal 3 (1): “Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.” Dengan demikian, sebenarnya negara mengakui sifat monogami perkawinan sebagaimana yang diajarkan Gereja Katolik.

Rabu, 09 Oktober 2019

MEMBACA BUKU “MENGAPA SAYA BUKAN MUSLIM”


Sering kita mendengar kisah orang-orang non muslim menjadi islam, alias mualaf. Atau di saat bulan ramadhan, beberapa stasiun televisi menampilkan kisah-kisah “pertobatan” para mualaf ini. Kisah ini selalu dihebohkan oleh umat islam. Berbagai media sosial sering digunakan untuk menampilkan kisah tersebut. Kesan “wow” dari kisah tersebut seakan bertentangan dengan kisah dan pengakuan Ibn Warraq dalam bukunya “Mengapa Saya Bukan Muslim”.
Buku “Mengapa Saya Bukan Muslim” atau dalam edisi bahasa Inggrisnya: Why I am Not a Muslim, merupakan salah satu dari sekian banyak buku yang ditulis Ibn Warraq. Kebanyakan karyanya merupakan tinjauan kritis atas islam, yang membuatnya meninggalkan iman islam yang telah diyakininya sejak kecil. Jadi, buku “Mengapa Saya Bukan Muslim” merupakan hasil refleksi yang cukup mendalam dari seorang muslim taat setelah mendapat pencerahan. Dapat juga dikatakan bahwa buku tersebut merupakan bentuk pertanggung-jawaban Ibn Warraq atas keputusannya meninggalkan iman islamnya.
Buku “Mengapa Saya Bukan Muslim” aslinya dikemas dalam 17 bab, namun yang dapat disajikan di sini hanya 6 bab. Sekalipun hanya 6 bab saja, kita sudah dapat menemukan dasar atau alasan Ibn Warraq meninggalkan islam. Bab 2 hingga 5 sudah memberikan jawaban kenapa orang harus meragukan islam dan harus meninggalkan islam.
Untuk dapat membaca (atau juga men-download) buku ini, silahkan klik di sini. Selamat membaca!
by: adrian

Senin, 07 Oktober 2019

SELAIN PATUNG, INILAH LARANGAN LAIN LAGI YANG MASUK AQIDAH ISLAM


“Di salib ada jin kafir” dan “di dalam patung ada jin kafir” merupakan dua pernyataan Ustadz Abdul Somad (UAS) dalam ceramah keagamaannya 3 tahun lalu di Pekanbaru. Sempat dipersoalkan oleh segelintir umat kristiani, UAS membela diri bahwa 2 pernyataannya tersebut sesuai dengan aqidah islam (karenanya, UAS menolak untuk minta maaf). Setiap orang muslim dipanggil untuk mewartakan dan melaksanakan aqidah islam. Pembelaan UAS pun diamini oleh Mejelis Ulama Indonesia (MUI). Intisari dari 2 pernyataan UAS itu, yang dikatakan sesuai dengan aqidah islam, adalah patung salib.
Apa aqidah islam tentang patung, dan dari mana dasarnya? Pendasaran aqidah islam tentang patung terdapat dalam Hadis Sahih Muslim. Beginilah kutipannya, “Angels do not enter a house in which there is a dog or a statue.” (HS. Muslim 24: 5250). Kutipan kalimat tersebut berasal dari perkataan Nabi Muhammad, yang dilaporkan oleh Abu Talha. Lewat hadis ini mau dikatakan bahwa patung itu dilarang dalam agama islam. Atau dengan perkataan lain, umat islam dilarang memiliki dan menyimpan patung. Inilah aqidah islam.
Bagaimana bila berdiri dekat patung atau menyentuh patung? Apakah hal ini juga dilarang?
Memang bila hanya mendasarkan diri pada hadis di atas orang tidak akan dapat memahami 2 pernyataan UAS yang kontroversial. Dalam hadis tersebut hanya disebutkan patung. Tidak ada penjelasan tentang jenis, bentuk atau pun model patung itu. Jadi, tidak ada rincian soal patung seperti apa yang dilarang dalam ajaran islam. Yang jelas dan pasti adalah patung. Selain itu, tidak jelas kaitan antara patung dan jin kafir. Mungkin karena patung itu dilarang, dan berhubung juga jin merupakan salah satu sosok halus yang jahat (apalagi dengan tekanan kafir), maka dihubungkanlah patung dengan jin. Apakah setiap patung itu ada jin kafir, ataukah disetiap larangan yang sesuai aqidah islam ada jin kafir? Mungkin UAS bisa menjawabnya.

(KEMARAU + KEKERINGAN) X (KEBAKARAN + KABUT ASAP) = DOA

Ada fenomena unik, menarik sekaligus lucu yang biasa terjadi di saat musim kemarau. Musim kemarau selalu diidentikkan dengan panas dan kekeringan. Panasnya sinar matahari membuat tumbuh-tumbuhan pada kering kerontang. Hal inilah yang kemudian memicu timbulnya kebakaran. Kebakaran-kebakaran yang terjadi bisa karena faktor kesengajaan, seperti membuka lahan pertanian/perkebunan, bisa juga karena ketidak-sengajaan, seperti membuang puntung rokok.
Peristiwa kebakaran yang terjadi di musin kemarau selalu membawa dampak pada kabut asap. Terkadang kepekatan kabut asap membuat kota seperti diselimuti sehingga menggangu jarak pandang. Tentu saja hal ini berdampak pada kelancaran lalu lintas, baik darat, laut maupun udara. Sering terjadi adanya penundaan atau bahkan pembatalan penerbangan lantaran kabut asap. Kabut asap tidak hanya membahayakan lalu lintas, tetapi juga kesehatan.
Kabut asap yang ditimbulkan dari kebakaran, ternyata tidak hanya menyelimuti daerah dimana lokasi kebakaran terjadi. Kabut asap tersebut ternyata berdampak juga hingga ke daerah lain, yang mungkin tidak ada titik api. Bahkan kabut asap menjangkau juga negara lain.
Dua peristiwa tersebut (kemarau dan kebakaran dengan kabut asap sebagai turunannya) sepertinya telah menjadi agenda tetap tahunan. Sebenarnya masih ada satu lagi, yang dapat dilihat sebagai hasil dari akumulasi dua peristiwa tersebut, yaitu doa. Jadi, di setiap musim kemarau panjang, dimana ada kebakaran lahan yang berdampak pada kabut asap, selalu saja melahirkan doa dari sekelompok orang. Hal inilah yang kemudian melahirkan enam refleksi berikut ini.

Jumat, 04 Oktober 2019

SIKAP UMAT ISLAM TERHADAP ORANG KAFIR


Orang Kristen di mata umat islam adalah orang kafir karena iman kepercayaan mereka pada Yesus Kristus dan juga iman akan Allah Tritunggal. Namun, tak sedikit juga umat islam memandang orang Kristen sebagai kaum ahlul kitab. Pandangan mana yang benar? Dan dari mana dasar dua pandangan tersebut? Lalu bagaimana pandangan umat islam terhadap umat beragama lainnya? Apakah mereka juga masuk golongan kaum kafir?
Sangat menarik kalau kita membaca postingan Lina AR Nasution di media sosial facebook. Dengan menggunakan pendasaran Al-Qur’an, saudara Lina memaparkan sikap umat islam terhadap orang kafir. Pada intinya adalah umat islam dilarang berelasi denga orang kafir.
1.    Al-Quran melarang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin
QS Ali ‘Imraan: 28, “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (Pemimpin/Pelindung), dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).”
QS An-Nisaa’: 144, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (Pemimpin/Pelindung) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?”
QS Al-Maaidah: 57, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi PEMIMPINMU, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik)). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman
2.    Al-Quran melarang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin walau kerabat keluarga sendiri.

MENGKRITISI PERNYATAAN ZAKIR NAIK BAHWA YESUS ITU BUKAN TUHAN


Dalam salah satu penampilannya, menanggapi pertanyaan seorang kristen yang hadir dalam ceramahnya, DR Zakir Naik dengan sombong menyatakan bahwa Yesus itu bukan Tuhan sebagaimana diimani oleh orang Kristen. DR Zakir menantang orang Kristen untuk mencari dalam Kitab Suci, terkhusus Injil, dimana ada dinyatakan “Akulah Tuhan.” DR Zakir bahkan berani mempertaruhkan imannya jika ada ayat dimana Yesus menyatakan diri-Nya Tuhan. “Saya akan meninggalkan islam jika ada tertulis dalam Kitab Suci Yesus berkata: Akulah Tuhan,” ujarnya.
Di sini DR Zakir Naik mau mengatakan bahwa Yesus itu bukan Tuhan. Ketuhanan Yesus, menurut DR Zakir, adalah pemikiran Rasul Paulus. Ada kesan bahwa ketuhanan Yesus hanya ditentukan oleh ada tidaknya pernyataan dari Yesus sendiri bahwa Dia adalah Tuhan. Apakah benar Yesus bukan Tuhan hanya karena tidak ada pernyataan dari Yesus sendiri?
Ketika menyaksikan dan mendengar penjelasan DR Zakir, saya langsung senyum-senyum saja. Andai orang Kristen yang ada saat itu sedikit membaca Kitab Suci, khususnya Injil Yohanes, pastilah dia dapat men-skak mat DR Zakir dengan Yohanes 13: 13. Dalam nas ini tertulis pernyataan Yesus, “Akulah Guru dan Tuhan.” Apakah DR Zakir meninggalkan islam? Hingga kini ia masih memeluk islam dan rajin menjelek-jelekkan agama lain, terlebih kristen. Terlihat jelas kebohongan DR Zakir, yang mengatakan akan meninggalkan islam jika ada teks yang mengatakan Yesus adalah Tuhan.
Tetapi mungkin DR Zakir akan mengelak dengan mengatakan bahwa kata dalam Yoh 13: 13 sebenarnya adalah Tuan (tanpa h) bukan Tuhan. Dan kalau sudah begini, maka diskusi tidak akan menemui titik temu karena saya yakin DR Zakir akan ngotot dengan pendapatnya. Orang Kristen harus menghormati pendapat DR Zakir jika dia mengatakan bahwa pernyataan Yesus dalam Yoh 13: 13 adalah Tuan, yang mengacu pada manusia biasa dengan kedudukan yang tinggi. Yang pasti. DR Zakir sudah menelan ludahnya sendiri.

Rabu, 02 Oktober 2019

BAGAIMANA ORANG NON MUSLIM MELIHAT KASUS USTADZ ABDUL SOMAD

Ustadz Abdul Somad (UAS) termasuk salah satu dari sekian banyak ustadz atau penceramah agama islam yang paling popular. Wawasan pengetahuannya akan islam dan aqidahnya sangat mumpuni. Aqidah islam inilah yang selalu disampaikan dalam setiap ceramah keagamaannya. Jam terbang yang dimilikinya sangat tinggi. Hampir setiap bulan UAS tampil di beberapa tempat di Indonesia, bahkan biasa tampil di salah satu stasiun televisi. Semua hal itu membuktikan kalau memang UAS sangat popular.
Dalam salah satu ceramah keagamaannya di Masjid Annur di Pekanbaru 3 tahun lalu, UAS membahas soal patung salib orang katolik. Dengan mengatakan, “di salib itu ada jin kafir” dan “di dalam patung itu ada jin kafir” UAS telah dinilai menghina agama Kristen, entah itu katolik maupun protestan. Ada segelintir elemen Gereja Kristen menuntut UAS ke polisi, sekalipun pimpinan kedua Gereja sudah menghimbau agar masalah UAS tidak dibawa ke ranah hukum. Terlihat kalau himbauan pimpinan Gereja, baik Konferensi Waligereja Indinesia (KWI) maupun Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) lebih mengedepankan ajaran kristiani, yaitu mengampuni, mendoakan dan mengasihi. Namun apa yang dilakukan segelintir elemen Gereja Kristen dengan menuntut UAS ke polisi hendak membuktikan hukum.
Akan tetapi, sepertinya kasus UAS ini tidak akan seperti kasus yang menimpa Basuki Tjahaya Purnama (BTP). Sudah pasti tidak akan ada “fatwa” penistaan agama dari KWI dan PGI. Juga tidak akan ada demo besar-besaran. Selain itu, Mejelis Ulama Indonesia (MUI) ada di belakang UAS. Bukan tidak mustahil bahwa popularitas UAS menyelamatkannya dari jerat hukum. Dapat dipastikan UAS akan tetap melenggang, dan popularitasnya semakin melejit.