Selasa, 25 Agustus 2020

INILAH SANKSI HUKUM DALAM GEREJA KATOLIK


HUKUM merupakan salah satu indikasi masyarakat beradab. Tanpa hukum maka manusia hidup dalam masyarakat barbar. Tidak ada keteraturan dalam tatanan sosial. Karena itu, pada setiap jenis masyarakat yang beradab selalu mempunyai hukumnya sendiri. Termasuk juga Gereja Katolik. Hukum dalam Gereja Katolik dikenal dengan istilah Hukum Kanonik. Sama seperti produk-produk hukum dalam masyarakat lainnya, siapa saja yang melanggar hukum akan mendapat sanksi hukum.
Sanksi berupa suspensi dalam KHK 1983
Tentang sanksi dalam Gereja, dapat ditemukan di Bab VI (kan. 1311-1399 KHK 1983), seperti dicantumkan dalam kan. 1311: Gereja mempunyai hak asli dan sendiri untuk mengendalikan umat beriman kristiani yang melakukan tindak kejahatan dengan sanksi hukuman. Sanksi sanksi hukuman itu terdiri dari: (1) Hukuman-hukuman medisinal atau censura; (2) hukuman-hukuman silih; (3) hukuman silih lain; (4) dan hukuman remedia poenale untuk mencegah tindak pidana (bdk Kan.1312).
Ada dua jenis hukuman dalam KHK
Dua jenis hukuman: Hukuman biasa atau disebut ferendae sententiae (masih harus diputuskan dalam hukum proses-acara) dan hukuman luar biasa latae sententiae (tanpa harus melalui hukum proses melainkan langsung kena hukuman; bdk. kan 1314). Prinsip hukum gereja dalam mengenakan sanksi terhadap imam atau umat beriman kristiani adalah hanya sejauh sungguh-sungguh perlu untuk memelihara disiplin gereja secara lebih baik (bdk. kan 1317). Maka hanya karena perbuatan imam atau umat beriman melakukan tindak pidana beberapa kali dan amat berat, hukuman latae setentiae dapat diterapkan oleh legislator (Uskup).