Menikah memang merupakan hak asasi manusia. Namun, tidak
lantas berarti manusia bisa menikah seenaknya saja. Ada banyak ketentuan yang
harus dipenuhi untuk mewujudkan hak tersebut. Ketentuan itu dikenal dengan
seperangkat aturan hukum. Karena itu, pernikahan adalah suatu tindakan hukum.
Aturan hukum ini membuat sebuah pernikahan yang dibangun menjadi sah dan diakui
oleh masyarakat. Jika tidak disertai dengan aturan hukum resmi, maka tidak ada
pernikahan. Yang ada hanya hidup bersama, atau yang dikenal dengan istilah kumpul kebo.
Harus diingat bahwa pernikahan sebagai suatu tindakan hukum
hanya dikenakan pada manusia saja. Tidak pernah ada hewan yang menikah. Binatang
kawin tidak diikuti dengan ikatan aturan hukum. Oleh karena itu, sebagai
manusia, hendaklah mengikat hubungan bersama dalam sebuah pernikahan yang
resmi, yang sah menurut tata aturan yang ada, baik itu menurut agama maupun
negara.
Karena pernikahan sebagai suatu tindakan hukum, maka ikatan
hidup bersama tanpa ikatan resmi adalah suatu pelanggaran hukum. Dengan kata
lain, kumpul kebo adalah pelanggaran hukum. Baik negara maupun agama melarang
umatnya untuk melakukan kumpul kebo. Agama hanya sebatas memberi sanksi ‘dosa’,
sedangkan negara bisa memberi sanksi pidana dengan hukuman denda atau penjara.
Umat yang mau menikah dalam Gereja Katolik harus mengikuti
ketentuan hukum yang berlaku dalam Gereja Katolik. Dalam Gereja Katolik sebuah
pernikahan itu haruslah sah dan halal. Hukum Gereja mensyaratkan 3 hal pokok
bagi sahnya sebuah pernikahan, yaitu 1) status liber dan tidak adanya halangan
nikah; 2) adanya kesepakatan nikah yang sungguh, utuh, penuh dan bebas; 3)
dipenuhinya tata peneguhan kanonik.
by: adrian