SANTA YOHANNA
FRANSISKA FREMIO De CHANTAL, JANDA
Jeanne
Francoise Fremio de Chantal (Yohanna Fransiska) lahir di kota Dijon, Prancis
pada tanggal 28 Januari 1527. Ayahnya Benignus Fremyot, menjadi presiden
parlemen; pengadilan tinggi Burgundy dan sangat berjasa kepada gereja dan
negara. Ibunya, Margaretha de Barbisy, meninggal dunia ketika Yohanna masih
berumur 2 tahun.
Pada
usia 20 tahun Yohanna menikah dengan Kristophorus de Rabutin, yang disebut juga
Pangeran de Chantal. Mereka dikaruniai 7 orang anak; tiga orang dari ketujuh
anaknya itu kemudian meninggal dunia sewaktu masih bayi. Sebagaimana biasanya
kehidupan ibu-ibu rumah tangga pada zaman Pertengahan, Yohanna bekerja sebagai
ibu rumah tangga, bekerja di ladang, memelihara ternak dan mengawasi
pembantu-pembantunya. Sedang suaminya pergi berburu atau berperang untuk
membela tanah air. Semua tugas itu dilaksanakannya dengan baik sekali.
Anak-anaknya dibesarkan dan dididik dengan penuh kasih sayang. Selain
tugas-tugas kerumah tanggaan, ia tidak lupa menjalankan juga tugas-tugas
kerohanian bersama anak-anaknya dan para pembantunya. Lebih dari itu ia bahkan
berjanji kepada Tuhan untuk memperhatikan nasib para pengemis dan orang-orang
miskin yang datang meminta bantuannya. Sebagai pahalanya, Tuhan mengaruniakan
kedamaian dan kebahagiaan di dalam rumah tangganya.
Tetapi
suasana keluarga yang bahagia itu sekonyong-konyong pupus tatkala suaminya,
Pangeran de Chantal, tertembak mati oleh kawannya sendiri sewaktu mereka
berburu di hutan. Peristiwa naas ini sungguh menyedihkan. Yohanna menjadi
janda. Hatinya memang sedih oleh peristiwa pahit itu, namun sesungguhnya
peristiwa tragis itu merupakan awal penuh rahmat bagi kehidupan Yohanna. Ia
berusaha menahan diri, dan mengampuni si penembak. Yohanna kemudian terpaksa
tinggal bersama mertuanya laki-laki, seorang yang berwatak bejat. Tujuh tahun
lamanya ia tinggal di sana dalam suasana batin yang sungguh menyiksa. Dalam
keadaan pedih itu ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk hidup sebaik mungkin
dan terutama berjuang memelihara anak-anaknya. Ia rajin bekerja dan berdoa. Dan
ternyata cara hidupnya itu sangat berkenan kepada Tuhan. Tuhan memberinya jalan
kesempurnaan.
Ketika
Uskup Geneve, Fransiskus dari Sales, datang ke Dijon untuk memberikan renungan
puasa, Yohanna pergi menemuinya untuk berbicara dan memperoleh bimbingan.
Pertemuan ini melahirkan dalam batinnya suatu cita-cita luhur, yakni pengabdian
diri seutuhnya kepada Tuhan dan sesama. Inilah awal hidupnya yang baru sebagai
seorang janda kudus. Fransiskus dari Sales tertarik padanya dan bersedia
membimbing dia ke arah kesempurnaan hidup di dalam Allah. Kepada Yohanna,
Fransiskus menekankan pentingnya cinta kasih, kerendahan hati dan kesabaran,
matiraga dan puasa, doa dan perbuatan amal kepada sesama. Atas bantuan rahmat
Allah, Yohanna dengan tekun mengikuti nasehat-nasehat Fransiskus dan
mengamalkannya dalam hidup sehari-hari. Kepribadiannya yang baru sebagai Abdi
Allah dibangun di atas dasar teladan hidup Fransiskus dari Sales. Sebaliknya
bagi Fransiskus, berbagai pengalaman rohani yang timbul dari hubungan pribadi
dengan Yohanna sungguh mengilhami tulisan-tulisannya.
Pada
tahun 1640, lima tahun setelah pertemuannya dengan Fransiskus, Yohanna
mendirikan biara pertama dari Ordo Suster-suster Visitasi di kota Anecy atas
desakan Fransiskus. Tujuan ordo ini ialah memberi pertolongan kepada
orang-orang yang berada di dalam kesusahan seperti sakit atau usia lanjut dan
memelihara anak-anak yatim-piatu. Yohanna sendiri bertindak sebagai pemimpin
biara selama 30 tahun. Dua orang puterinya telah menikah dan puteranya yang
bungsu dipercayakan kepada ayah kandungnya. Ordo ini segera tersebar dan
diminati banyak orang. Para uskup pun merasakan manfaat dan pengaruh ordo baru
ini. Mereka mengajukan permohonan kepada Yohanna agar suster-suster dari Ordo
Visitasi ini berkarya juga di keuskupannya. Sejak saat itu dibangunlah banyak
biara Ordo Visitasi di setiap keuskupan. Pada tahun 1622, sepeninggal
Fransiskus dari Sales, telah berdiri 13 buah biara Ordo Visitasi. Jumlah biara
ini meningkat menjadi 90 buah ketika Yohanna sendiri meninggal dunia pada
tanggal 13 Desember 1641. Meskipun tampaknya Yohanna sangat berhasil dalam
karyanya, namun ia sendiri tidak luput dari berbagai rintangan dan kesulitan,
lebih-lebih setelah kematian pembimbingnya Fransiskus dari Sales. Kesedihan
besar menimpanya lagi ketika seorang anaknya dan beberapa rekan sebiara
meninggal dunia.
Ketika
ia wafat, Santo Vinsensius a Paulo hadir juga untuk memberikan penghormatan
terakhir kepadanya. Tentang Yohanna, Vinsensius berkata: "Dia adalah orang
yang sungguh beriman; berbagai penderitaan yang menghiasi sebagian besar
hidupnya dihadapinya dengan kesabaran dan iman yang teguh. Ia tak pernah lalai
dalam kesetiaannya kepada Tuhan yang memanggilnya. Maka saya anggap dia adalah
orang yang paling suci yang saya jumpai di bumi ini." Dalam sebuah ekstase
yang dialaminya, Vinsensius melihat sebuah bola api melayang ke udara, lalu
melebur ke dalam sebuah bola api lainnya dan akhirnya menghilang dalam cahaya
api ilahi. Penglihatan ini disusuli oleh suatu penerangan ilahi tentang arti
kedua bola api itu: bola api pertama adalah jiwa Yohanna Fransiska yang
disambut oleh jiwa Fransiskus dari Sales, bola api kedua. Mereka bersama-sama
berbaur menyatu dan masuk ke dalam cahaya api surgawi. Yohanna tinggal di kota
Moulins dan di sana pulalah ia wafat pada tanggal 13 Desember 1641.