Selasa, 29 Januari 2013

(Pencerahan) Penemuan Diri

Boneka garam
Sebuah boneka garam berjalan
beribu-ribu kilometer menjelajahi daratan,
sampai akhirnya ia tiba di tepi laut.

Ia amat terpesona oleh pemandangan baru,
massa yang bergerak-gerak,
berbeda dengan segala sesuatu
yang pernah ia lihat sebelumnya.

“Siapakah kau?” tanya boneka garap kepada laut.

Sambil tersenyum laut berkata, “Masuk dan lihatlah!”

Maka boneka garap itu menceburkan diri ke laut.
Semakin jauh masuk ke dalam laut,
ia semakin larut,
sampai hanya tinggal segumpal kecil saja.
Sebelum gumpalan terakhir larut,
boneka itu berteriak bahagia,
“Sekarang aku tahu, siapakah aku!”

by: Anthony de Mello, Burung Berkicau
Baca juga refleksi lainnya:

Orang Kudus 29 Januari: St. Gildas

SANTO GILDAS YANG BIJAKSANA, PENGAKU IMAN
Gildas terkenal di daerah Celtic selama abad keenam. Ia mempunyai suatu pengaruh yang besar dan tetap terhadap perkembangan kehidupan monastik di negeri Irlandia.

Finnian dari Clonard (470 – 552) bersama banyak pemimpin Irlandia belajar di bawah bimbingan Gildas di Inggris. Kemudian Gildas dibawa dari Wales ke Irlandia untuk mengajar di Sekolah Armagh. Setelah mengajar beberapa tahun, ia diangkat sebagai rektor di sekolah itu. Pada tahun 540 ia kembali lagi ke Wales dan tinggal di Pulau Flatholm, Inggris.

Gildas adalah seorang yang tulus dan beriman teguh. Ia menuduh teman-temannya sebagai orang-orang yang menyangkat kebenaran iman kristen. Mereka menamainya sebagai ‘Pastor tak beriman yang menjual imamatnya dan pemimpin buta bagi pada orang buta menuju kehancuan.’ Karyanya “De Ercidio Brutaniae” (Kehancuran Inggris) melukiskan pula pengetahuan akan Kitab Suci dan karya-karya klasik.

Tahun-tahun terakhir kehidupannya ia habiskan di sebuah pulau kecil, Morbihan Bay, Inggris. Di sana ia meninggal dunia pada tahun 570.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Selasa Biasa III-C

Renungan Hari Selasa Biasa III, Thn C/I
Bac I : Ibr 10: 1 – 10; Injil       : Mrk 3: 31 – 35

Banyak orang, setelah membaca Injil hari ini, berkesimpulan bahwa Yesus tidak hormat pada orang tuanya, khususnya sang ibu. Rasa tidak hormat itu tampak dari sikap Yesus mengabaikan mereka.  "Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?" (ay. 33). Apalagi ditambah dengan kalimat, "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku!: (ay. 34) yang dikatakan Yesus dengan merujuk pada orang lain.

Apakah memang Yesus tidak menghormati ibunya? Sama sekali tidak. Melalui peristiwa itu Yesus mau mengajarkan kepada orang banyak tentang ikatan kekeluargaan yang baru. Artinya, Yesus menggunakan momen itu untuk menyampaikan pengajarannya. Tentu ini merupakan metode pengajaran yang kontekstual.

Pengajaran Yesus kepada orang banyak menjadi pengajaran-Nya kepada kita dewasa ini. Melalui Injil hari ini Tuhan menghendaki agar kita dapat hidup dalam kekeluargaan yang baru. Yang menyatukan kita dalam lingkup keluarga yang baru ini adalah pelaksanaan kehendak Allah. Siapa saja orangnya, dari mana pun suku, ras, status sosialnya, jika melakukan kehendak Allah, dia adalah saudara kita; dialah ayah, ibu, kakak, adik kita.

Dengan sabda Tuhan hari ini kita dapat menyingkirkan sekat pemisah kehidupan manusia. Kehendak Tuhan adalah agar kita dapat hidup rukun berdampingan sebagai sesama saudara.

by: adrian