Islam adalah agama yang dibawa oleh Muhammad (570 –
650). Pada awal kemunculannya di jesirah Arab, dimana titik sentralnya adalah
ka’bah (Mekkah), agama islam hadir di tengah-tengah masyarakat plural, baik
dalam hal suku maupun dalam hal religius. Ka’bah sendiri merupakan pusat
religiositas agama-agama yang ada pada waktu itu. Artinya, sebelum islam lahir, Ka'bah sudah ada, dan diperuntukkan untuk keperluan religius agama-agama yang ada, yang kemudian disebut islam dengan kafir. Semua simbol keagamaan ada di
sana. Karena itu, ketika Muhammad dan kelompoknya kembali ke Mekkah dan menjadi
penguasa di sana, simbol-simbol religius tersebut dimusnahkan, dan ka’bah
menjadi satu-satunya milik islam.
Ketika pertama kali hadir di Mekkah, islam
merupakan kelompok religius yang kecil. Karena hidup di tengah lingkungan yang
toleran, islam pun tampil sebagai agama yang toleran. “Untukmu agamamu, untukku
agamaku,” demikian wahyu Allah dalam surah
al-Kafirun ayat 6, yang menjadi spirit hidup kaum muslim perdana dalam
menjaga toleransi. Namun pada akhirnya muncul gesekan antara islam dan
kelompok-kelompok masyarakat lain, terlebih dari kelompok masyarakat suku
Muhammad sendiri. Hal inilah yang membuat Muhammad dan kelompoknya keluar dari
Mekkah.
Keluar dari Mekkah, kelompok Muhammad akhirnya
terdampar di Madinah. Sama seperti di Mekkah, di Madinah pun, saat islam
datang, sudah ada kelompok-kelompok suku dan agama. Dengan kata lain, waktu itu
Madinah sudah dikenal sebagai kelompok masyarakat majemuk. Sebagai kelompok
pendatang baru dan minoritas, islam dikenal sebagai kelompok yang toleran. Umat
islam dapat hidup membaur tanpa ada sekat-sekat pemisah.
Akan tetapi, ketika Muhammad tampil sebagai
penguasa, yang dimulai dari Madinah hingga Mekkah, mulailah timbul sekat-sekat
pemisah antara umat islam dengan umat manusia lainnya. Secara umum, pemisahan
itu dibagi ke dalam kelompok umat beriman (dikhususkan pada kaum muslim) dan
kelompok umat tak beriman (ditujukan kepada umat non islam).