Renungan
Hari Sabtu Biasa VII – Thn I
Bac I Sir 17: 1 – 15; Injil Mrk 10: 13 – 16
Sabda Tuhan dalam
bacaan-bacaan liturgi hari ini mau mengatakan kepada kita betapa manusia itu luhur
mulia. Hal ini sangat kental disuarakan penulis Kitab Putra Sirakh. Berangkat dari
kisah penciptaan (Kej 1: 26 – 30; 2: 5 – 7) penulis kembali menyuarakan
kemuliaan manusia dengan gaya bahasanya sendiri. Dapatlah dikatakan kemuliaan
dan keluhuran manusia itu terletak pada gambaran Allah. Memang awalnya
dikatakan manusia diciptakan Tuhan dari tanah (ay 1), yang mau menunjukkan
kerapuhannya, tetapi penulis menegaskan bahwa menurut gambar Allah
dijadikan-Nya manusia itu (ay 3). Tidak hanya itu, dikatakan bahwa Allah “menanamkan
mata-Nya sendiri di dalam hati manusia” (ay 8). Jadi, poin penting yang mau
disampaikan penulis Kitab Putra Sirakh di sini adalah bahwa manusia itu luhur
mulia sehingga pantas untuk dihormati dan dihargai.
Kemanusiaan itu tidak dibatasi
oleh sekat gender, suku, status sosial atau juga usia. Inilah yang mau
disampaikan lewat tindakan Tuhan Yesus yang memarahi para murid-Nya yang
mencegah anak-anak datang kepada-Nya (ay 13). Para murid tidak dapat melihat
kemuliaan dan keluhuran martabat manusia dalam diri anak-anak. Akan tetapi,
Yesus menegaskan kepada mereka bahwa mereka “itulah yang empunya Kerajaan Allah”
(ay 14). Jadi, sekali pun anak-anak, yang dalam budaya tidak terhitung dalam
status masyarakat, mereka tetaplah manusia yang perlu dihormati dan dihargai.
Dalam kehidupan terkadang kita
sering menilai manusia menurut cara pandang kita. Kita membuat klasifikasi
manusia berdasarkan ukuran kita. Karena itu terciptalah sekat-sekat pemisah di
antara manusia. Penghormatan atas pribadi manusia didasarkan pada stratanya. Sabda
Tuhan hari ini mengajak kita untuk melihat manusia dengan tolok ukur Allah. Setiap
manusia harus dihormati dan dihargai bukan karena status sosialnya, bukan pula
karena agama atau sukunya, atau apapun, melainkan karena kemanusiaannya. Setiap
manusia adalah gambaran Allah. Ada keilahian dalam diri manusia. Inilah dasar
kenapa Gereja Katolik menentang hukuman mati dan aborsi. Sekalipun manusia itu
super jahat, dia tetaplah manusia. Kejahatan hanya mengaburkan keilahian yang
ada dalam diri manusia itu. Ibarat mendung yang menutup cahaya matahari. Di balik
mendung itu, matahari tetaplah bersinar.
by: adrian