Senin, 31 Maret 2014
(Inspirasi Hidup) Membunuh Mati & Membunuh Hidup
PASTOR PEMBUNUH: ANTARA MEMBUNUH MATI DAN MEMBUNUH HIDUP
Hari Jumat, 7 Maret 2014, sekitar jam 20.00, seorang teman
yang tinggal di Tanggerang menelepon saya. Awalnya dia ungkapkan kekesalannya
terhadap saya karena susah sekali menghubungi saya. Dia sebenarnya sudah
mengontak saya pada jam 16.00 tadi. Tujuannya agar saya menonton acara di Metro
TV, tentang vonis mati mantan pastor.
Karena saya tidak menonton, maka dia akhirnya menceritakan
sedikit acara tersebut yang berisi wawancara dengan mantan pastor yang divonis
hukuman mati karena terbukti membunuh kekasih dan anak hasil hubungan gelapnya.
Saat peristiwa itu terjadi, sang mantan itu masih berstatus pastor. Dan baru
terbongkar setelah 10 tahun.
Satu komentar singkat teman saya itu adalah, koq pastor itu tega menghabisi tiga
nyawa. Sungguh amat keji. Teman saya belum bisa menerima hal itu, mengingat
pelakunya adalah seorang imam. Kalau awam biasa, mungkin dia bisa terima. Saya hanya
menjawab singkat, itulah manusia.
Saya mengatakan bahwa memang apa yang dilakukan mantan pastor
itu adalah tindakan keji. Semua orang mengetahui dan menyadarinya. Namun,
semuanya selesai dengan adanya vonis itu. Pastor pembunuh itu membunuh orang
dan orangnya mati. Tindakannya diketahui dan vonis sudah diputuskan. Selesai. Pastor
itu tentunya akan merasa tenang. Arwah korban pun mendapat ketenangan. Keluarga
korban juga puas. Apa yang dilakukan oleh mantan pastor ini saya istilahkan
dengan “membunuh mati”.
Akan tetapi, ada satu tindakan keji lainnya yang juga
dilakukan oleh pastor, yaitu “membunuh hidup”. Apa yang dilakukan pastor ini
sebenarnya sudah “membunuh” namun tidak mengakibatkan kematian. Yang menjadi
persoalannya adalah semua orang belum mengetahui dan menyadarinya. Karena itu,
tidak ada vonis apapun terhadap pastor ini, sehingga tindakan ini terus
berulang-ulang. Dan pastornya pun terus saja melakukan tindakannya, karena
merasa tidak bersalah.
Tindakan apa yang dimaksud? Tindakan itu adalah mengorupsi
uang umat (Gereja). Seringkali pastor “memaksa” umat untuk mengumpulkan uang
untuk keperluan ini atau kepentingan itu dengan mengatasnamakan kepentingan Gereja.
Karena “demi Gereja” umat pun akan berusaha memberi. Setelah uang terkumpul,
pastor mengambilnya sebagian untuk kepentingan pribadi (mungkin juga keluarga).
Uang kolekte, uang persembahan, stipendium, intensi misa dan uang lainnya, yang sebenarnya dipergunakan
untuk pembangunan iman umat, diambil untuk kepentingan pribadi pastor. Dan ketika uang
untuk pembangunan iman umat kurang, pastor tinggal meminta lagi kepada umat.
Korupsi yang dilakukan pastor ini secara tidak langsung
berarti memeras umat. Pastornya hidup senang dan enak, sementara umatnya hidup
sederhana. Terkesan bahwa umat “dipaksa” untuk membiayai kesenangan hidup
pastornya. Umat seakan menjadi ATM pastor. Inilah yang dimaksudkan dengan “membunuh hidup”. Secara tidak
langsung pastor ini sudah “membunuh” umatnya, namun umatnya masih tetap hidup.
Sayang, tak ada yang menyadari hal ini sehingga peristiwa ini
terus terjadi. Memang, “membunuh mati” bila diketahui akhirnya orang menilainya
sebagai tindakan keji. Sebenarnya hal yang sama dengan “membunuh hidup”. Tindakan
ini pun sebenarnya merupakan tindakan keji. Namun masih dibutuhkan kesadaran
bersama untuk menghentikan tindakan itu terus berlangsung.
Jakarta, 8 Maret 2014
by: adrian
Orang Kudus 31 Maret: St. Benyamin
SANTO BENYAMIN, MARTIR
Dalam
kisah para rasul, kita membaca kisah Petrus dan Yohanes dihadapkan kepada Dewan
Sanhendrin karena mereka mewartakan Injil Kristus dan menyembuhkan seorang yang
lumpuh. Kedua rasul itu dilarang keras mengajar lagi atas nama Yesus. Tetapi
Petrus dan Yohanes menjawab: Silahkan kamu putuskan sendiri manakah yang benar
di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin
bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan telah
kami dengar (Kis 4: 19-20).
Kata-kata inilah yang mendorong Benyamin untuk mengorbankan hidupnya bagi Kristus
dan Injil. Benyamin adalah seorang diakon, berkebangsaan Persia. Ia hidup kurang
lebih pada permulaan abad kelima. Oleh karena kesalahan seorang uskup bernama
Abdas, penganiayaan kepada kaum kristen mulai berkecamuk lagi. Uskup Abdas membakar
kuil utama dewa orang-orang Persia. Perbuatan ini menimbulkan reaksi hebat di
antara orang-orang Persia yang masih kafir itu. Mereka menangkap orang-orang kristen
dan menyiksa mereka hingga mati. Di antara orang-orang kristen yang ditangkap
itu ada Diakon Benyamin yang sama sekali tidak terlibat dalam tindakan
pembakaran kuil kafir itu. Diakon Benyamin dianiaya dengan kejam.
Kebetulan
ada seorang Romawi yang mengenal baik Benyamin. Ia memohon kepada Raja Persia
agar membebaskan Benyamin. Permohonan ini dikabulkan Raja Persia, tetapi dengan
syarat: Benyamin tidak boleh lagi mewartakan Injil atau menyebarkan agama Kristen
di kalangan orang Persia. Mendengar syarat pelepasan itu, Benyamin dengan gagah
berani menolak persyaratan itu. Seperti Santo Petrus dan Yohanes, Benyamin
menjawab: tidak mungkin saya tidak mewartakan Kristus dan Injil-Nya. Karena
jawaban ini, Benyamin dihukum mati pada tahun 424.
Renungan Hari Senin Prapaskah IV - A
Renungan Hari Senin
Prapaskah IV, Thn A/II
Bac I : Yes 65: 17 – 21; Injil : Yoh 4: 43 – 54
Bacaan pertama berisi sabda Allah yang disampaikan Nabi
Yesaya. Dalam sabda itu terungkap bahwa sebelumnya umat Israel berada dalam kedukaan
dan penderitaan. Karena itu, sabda Tuhan ini menjadi hiburan bagi umat. Umat diajak
untuk bergirang dan bersorak-sorai karena Allah akan menciptakan langit dan
bumi yang baru, Yerusalem baru. Di dalam alam yang baru itu tidak ada lagi duka
dan penderitaan, erang tangis dan kematian.
Gambaran akan “alam baru” dalam bacaan pertama, dialami oleh
seorang pegawai istana di Kapernaum yang anaknya sakit keras. Hal ini berkat
imannya akan Yesus. Ia percaya bahwa Yesus dapat memenuhi harapannya,
menghilangkan kecemasan dan kedukaan atas penyakit yang diderita oleh anaknya. “Pergilah,
anakmu hidup!” demikian kata Yesus kepada orang itu. Yesus telah menghibur
pegawai istana itu, sebagaimana Allah menghibur umat Israel dalam bacaan
pertama.
Sabda Tuhan hari ini memiliki tema Allah yang menghibur. Melalui
bacaan-bacaan liturgi hari ini, terlihat bahwa Tuhan Allah tidak menginginkan
penderitaan dan duka bagi umat-Nya. Allah mau kita hidup bahagia. Oleh karena
itu, di saat duka melanda, Tuhan datang menghibur kita. Yang penting kita mau
percaya. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki bukan hanya kita percaya
kepada-Nya, melainkan juga agar kita mau ambil bagian dari sifat Allah ini,
yaitu menghibur. Tuhan mau supaya kita menjadi penghibur bagi sesama yang
mengalami duka dan derita. Hiburan, di masa prapaskah ini, dapat kita wujudkan
melalui aksi amal kasih kita.
by: adrian
Minggu, 30 Maret 2014
Pantang Sesaat Kurang Bernilai
PANTANG SESAAT vs PANTANG SEPANJANG HAYAT
Masa prapaskah sering dikenal dengan istilah retret agung,
karena retret ini diikuti oleh semua umat katolik seluruh dunia dan waktunya
juga panjang, yaitu 40 hari. Ada beberapa kegiatan yang sering diisi selama masa
retret agung ini. Salah satunya adalah puasa dan pantang.
Pantang adalah penolakan terhadap sesuatu yang menjadi kelekatan tiap
individu. Soal apa saja yang dapat dipantangi tergantung tiap-tiap orang,
karena tiap-tiap orang memiliki kelekatan dalam hidupnya yang berbeda satu
dengan yang lain.
Di sini kami akan menampilkan satu cerita pantang. Cerita ini
merupakan kisah fiksi, namun jamak terjadi di manapun. Karena itu, bila ada
kesamaan cerita, bukan maksud kami untuk mempromosi, melecehkan atau hal
lainnya. Alangkah bijak jika pembaca mencoba pada pantang yang lain; atau dengan kata lain mengganti pantang yang ada dalam cerita ini dengan pantang yang lain.
Pada umumnya kaum pria punya kelekatan pada rokok. Karena
itu, sering terdengar atau terlihat ungkapan dan aksi penolakan selama masa prapaskah. Ada
banyak kaum Adam berjuang untuk tidak merokok selama masa prapaskah. Jika
bisanya sehari ia bisa menghabiskan 2 hingga 3 bungkus rokok, kini ada yang
hanya 2 hingga 3 batang rokok saja dalam sehari. Malah ada yang sama sekali
tidak merokok selama masa prapaskah (40 hari). Sungguh sebuah prestasi yang luar biasa.
Tak sedikit pujian dilemparkan kepada mereka-mereka ini atas
keberhasilannya. Sebuah prestasi luar biasa. Tak jarang juga, ada yang lantas
membanggakan diri atas keberhasilannya tidak merokok selama 40 hari. Hal ini
dilihat sebagai kemenangan, sama seperti kemenangan Yesus mengalahkan godaan
setan di padang gurun. Kalau Yesus langsung dilayani oleh para malaikat, para
pemenang ini biasanya langsung mendapat hadiah rokok satu slop, entah itu dari
rekan, keluarga, kenalan atau sahabat.
Akan tetapi, mari kita lihat apa yang terjadi setelah masa
prapaskah selesai. Tak sedikit dari mereka kembali ke pola hidup yang lama.
Bahkan ada juga, yang dalam beberapa bulan ke depan, melakukan “aksi balas
dendam” dengan menghabiskan rokok 5 hingga 6 bungkus sehari, sebelum akhirnya
kembali ke pola “normal”.
Inilah yang dinamakan “pantang sesaat”, yaitu melakukan
pantang hanya di saat masa prapaskah. Orang melakukan pantang pada masa
prapaskah, umumnya karena aturan. Bukankah pada masa prapaskah umat katolik
yang sudah dewasa wajib melakukan pantang. Karena aturan inilah, maka orang
berusaha mencari kelekatan dalam dirinya dan berusaha untuk dipantangi. Bagi
perokok, rokok adalah pantang yang wajib dilakukan.
Selain karena aturan, pantang pada masa prapaskah juga
dilakukan karena “tekanan” sosial. Pada masa prapaskah semua umat katolik wajib
berpantang. Tanpa disadari ada semacam kontrol sosial jika saya tidak melakukan
pantang. Orang sudah tahu kalau saya punya kelekatan dengan rokok. Oleh karena
itu, saya akan pantang rokok. Dan pasti orang cepat akan tahu, karena tidak
merokok dilihat sebagai sesuatu di luar kebiasaan saya. Ini terjadi di alam
bawah sadar kita.
Jadi selama masa prapaskah orang akan menekan hasrat untuk
merokoknya. Semakin kuat motivasinya, semakin kuat juga tekanannya. Namun
hasrat itu ibarat pegas. Semakin ditekan, semakin kuat daya dorongnya. Jika ditekan,
ia memang akan turun atau mengecil. Akan tetapi, jika dilepaskan, maka ia akan
mental kuat. Demikianlah dengan pantang rokok tadi. Selama masa prapaskah orang
hanya menekan hasrat merokoknya. Namun ketika masa prapaskah selesai, tak ada
lagi alasan untuk menekan hasrat itu, sehingga ia menendang ke permukaan,
bahkan dapat melewati batas normal.
Ada kesan usaha pantang sesaat ini kurang bernilai.
Alasannya, kita hanya menekan hasrat yang merupakan kelekatan tadi cuma untuk
waktu sesaat saja. Lepas dari waktunya, kita kembali kepada kelekatan tadi.
Padahal, jika memang kelekatan itu dirasakan buruk, bukankah lebih baik
kelekatan itu dihilangkan; minimal dikurangi.
Di sinilah kita membutuhkan pantang sepanjang hayat. Pantang
sepanjang hayat berarti kita menolak keletakan dalam diri kita sepanjang hayat.
Bukan lantas berarti pantang dalam masa prapaskah tidak dibutuhkan lagi.
Pantang pada masa prapaskah dijadikan sebagai batu loncatan untuk pantang
sepanjang hayat.
Misalnya, jika kita berhasil untuk tidak merokok selama masa
prapaskah (40 hari), maka itu merupakan langkah awal untuk memasuki pantang
sepanjang hayat. Mungkin tidak langsung menolak sama sekali. Mungkin sebungkus
rokok dihabiskan dalam sehari sebagai langkah awal untuk seminggu dan kemudian
sebulan. Bukan tidak mungkin, pada titik tertentu kita akan berhasil
menghentikan kelekatan tersebut.
Jadi, selepas masa prapaskah, bukannya kembali kepada
kenormalan pada kelekatan, melainkan kita memulai berjuang untuk meneruskan
pantang masa prapaskah. Sekalipun suatu saat kita jatuh, hal itu adalah wajar.
Yang penting kita bangkit lagi. Bukankah selama masa prapaskah kita sudah
merenungkan jalan salib, di mana Yesus jatuh sampai tiga kali, namun Ia bangkit
dan terus meneruskan perjalanan salib-Nya.
Jakarta, 16 Maret 2014
by: adrian
Orang Kudus 30 Maret: St. Yohanes Klimakus
SANTO YOHANES KLIMAKUS, PETAPA
Kisah
masa kecil dan masa muda Yohanes Klimakus kurang diketahui dengan pasti. Banyak
orang menduga bahwa ia berasal dari Palestina dan telah berkeluarga sewaktu
memasuki biara pertapaan di gunung Sinai. Ia dikenal sebagai seseorang yang
mampu bertahan terhadap aneka macam cobaan. Ia mampu mengekang dirinya terhadap
segala macam godaan. Setelah selesai masa novisiatnya selama 4 tahun, ia
mengikrarkan kaulnya. Melihat kepribadiannya yang menarik, Abbas biara itu
meramalkan bahwa Yohanes akan menjadi Terang Besar bagi Gereja.
Beberapa
tahun setelah kaulnya, Yohanes mengundurkan diri dari pertapaan gunung Sinai
itu dan memencilkan diri ke gurun pasir yang sunyi. Di sana ia mempelajari
riwayat para kudus serta berbagai tulisan mereka. Usaha ini berhasil membentuk
kepribadiannya menjadi seorang yang bijaksana dan suci. Banyak orang yang
tertarik dengan kepribadiannya yang rajin datang meminta nasehat dan
bimbingannya. Ia sendiripun sangat sering mengunjungi para pertapa lain di
Mesir. Tentang para pertapa Mesir itu, Yohanes berkata: Kebanyakan mereka sudah
tua; rambut mereka sudah putih termakan usia; kulit mereka berkerut keriput;
tetapi wajah mereka ceria dan memancarkan kebijaksanaan hidup yang mendalam;
keramahan dan kegembiraan mereka membuat saya senang berada di antara mereka;
hati mereka tertuju kepada Allah dalam kepolosan dan kemurnian.
Dalam
usia 70 tahun, Yohanes dipilih sebagai Abbas di tempat pertapaan di Gunung
Sinai. Ia menulis sebuah buku mengenai kesempurnaan hidup kristiani, yang terkenal
selama berabad-abad. Pada hari-hari menjelang kematiannya, ia mengundurkan diri
ke tempat sunyi untuk berdoa dan bertapa. Ia meninggal pada tahun 649.
Renungan Hari Minggu Prapaskah IV - A
Renungan
Hari Minggu Prapaskah IV, Thn A/I
Bac
I : 1Sam 16: 1b, 6 – 7, 10 – 13a; Bac II : Ef5: 8 – 14;
Injil
: Yoh 9: 1 – 41
Bacaan pertama diambil dari Kitab Samuel yang pertama. Di sana
diceritakan tentang kekecewaan Samuel akan Raja Saul yang hidup tidak sesuai
dengan harapan. Terkesan bahwa Samuel larut dalam kekecewaannya, sehingga ia
sedikit mendapat teguran dari Allah. Tuhan menghendaki agar Samuel segera
melupakan Saul dan mencari yang baru. Tuhan merujuknya kepada keluarga Isai.
Awalnya Samuel terkesan akan salah satu putra Isai, yaitu Eliab. Namun Tuhan
menolaknya. “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah.” (ay. 7).
Apa yang dikatakan Allah kepada Samuel, itu juga yang diungkapkan
Yesus kepada para murid-Nya. Berhadapan dengan orang buta sejak lahir, mereka
mengira bahwa penyakit itu lantaran dosa: mungkin orang tuanya atau orang itu
sendiri. Namun Yesus mengubah pola pikir mereka dengan menunjukkan apa yang
dikehendaki Allah. Bagi Yesus melalui penyakit itu karya Allah hendak
dinyatakan dalam diri orang buta itu. Dan itulah yang terjadi. Yesus
menunjukkan karya Allah bahwa Dia adalah terang dunia. Orang buta yang
merasakan karya Allah dalam diri Yesus itu akhirnya mengakui percaya kepada
terang dunia itu (ay. 38).
Bacaan kedua, yang diambil dari Surat Paulus kepada Jemaat di
Efesus, seakan merefleksikan peristiwa yang terjadi dalam Injil. Dalam suratnya,
Paulus melihat bahwa kita tak jauh beda dengan orang buta dalam Injil. Karena kebutaan,
kita hidup dalam kegelapan. Akan tetapi, sejak menerima Kristus, kita hidup
dalam terang Tuhan (ay. 8). Kristus adalah terang dunia. Paulus mengajak jemaat
untuk tetap hidup dalam terang dan menghindari perbuatan kegelapan. Paulus merincikan
hidup dalam terang itu sebagai hidup dalam kebaikan, keadilan dan kebenaran
(ay. 9).
Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa Tuhan Yesus adalah
Terang Dunia, dan kita hidup dalam terang-Nya. Oleh karena itu, kita diminta
untuk senantiasa menghasilkan perbuatan terang. Di masa prapaskah ini, buah-buah
perbuatan terang itu dapat menjadi salah satu aksi kita. Misalnya, aksi amal
kasih atau menghasilkan buah-buah pertobatan. Bertobat berarti juga kita
meninggalkan kegelapan dan hidup dalam terang Tuhan.
by: adrian
Sabtu, 29 Maret 2014
Orang Kudus 29 Maret: St. Bertold
SANTO BERTOLD, RAHIB
Santo Bertold adalah tokoh penting bagi Ordo Karmel. Sebagian besar riwayat hidupnya tidak diketahui dengan pasti. Bertold dikenal sebagai seorang rahib. Bersama kawannya
Brokard, Bertold bertapa di Gunung Karmel, Palestina dan mendirikan Ordo Karmel
pada awal abad ke 13. Brokard sangat dihormati oleh orang Islam.
sumber: Iman Katolik
Renungan Hari Sabtu Prapaskah III - A
Renungan Hari Sabtu
Prapaskah III, Thn A/II
Bac I : Hos 6: 1 – 6; Injil : Luk 18: 9 – 14
Dalam kitab Hosea yang menjadi bacaan pertama, Hosea memberikan
gambaran tentang Allah. Dikatakan bahwa sekalipun Allah menghukum umat-Nya,
Allah tidak akan membiarkan mereka menderita. Allah “telah memukul dan yang
telah membalut kita.” (ay. 1). Selain itu, Hosea menggambarkan bahwa Allah “menyukai
kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah,
lebih daripada korban-korban bakaran.” (ay. 6).
Apa yang disukai Allah dalam bacaan pertama, kembali
ditegaskan Yesus dalam Injil hari ini. Yesus menyampaikan pengajaran-Nya
melalui perumpamaan tentang dua orang yang datang ke Bait Allah untuk berdoa. Yang
satunya adalah orang Farisi dan yang lainnya adalah pemungut cukai. Dalam kaca
mata manusia, tentulah orang menilai bahwa orang Farisi yang berkenan pada
Allah. Pemungut cukai, karena statusnya sebagai orang berdosa, tidak layak
masuk ke dalam Bait Allah. Namun dari doa yang terungkap dari mulut kedua orang
itu, Yesus menegaskan bahwa Allah berkenan pada pemungut cukai. Sikap sombong
sampai merendahan orang lain di hadapan Allah inilah yang membuat doa orang
Farisi itu ditolak.
Setiap manusia dipanggil kepada kesucian. Pada masa prapaskah
ini pun kita diajak untuk membersihkan diri lewat puasa, derma dan tobat. Sabda
Tuhan hari ini menghendaki agar kesucian yang kita dapat jangan sampai
merendahkan martabat luhur sesama. Hal ini membuat kesucian itu menjadi
sia-sia. Karena itu, janganlah puasa kita sampai pada melecehkan orang lain;
janganlah amal kasih kita sampai pada merendahkan martabat sesama kita. Hendaklah
tobat kita membawa kita pada kerendahan hati, baik di hadapan Tuhan maupun
sesama.
by: adrian
Jumat, 28 Maret 2014
Politik Uang 2: Titip Uang ke Rakyat
Dalam salah satu kegiatan kampanye, seorang calon legislatif
(caleg) kedapatan oleh anggota Bawaslu tengah bagi-bagi uang kepada masyarakat.
Caleg ini merupakan pendatang baru yang ingin menjadi anggota legislatif. Keesokan harinya, sang caleg itu dipanggil menghadap
bawaslu. Di kantor terjadi dialog berikut.
Bawaslu : Anda
telah melanggar hukum.
Caleg Baru : Peraturan
apa yang sudah saya langgar?
Bawaslu : Anda
melakukan politik uang.
Caleg Baru :
Maksudnya? (dengan wajah bingung)
Bawaslu : Ketika kampanye, Anda membagi-bagikan
uang kepada warga. Ini buktinya (menunjukkan
rekaman video). Anda terlihat jelas memberi uang kepada masyarakat. Ini
pelanggaran.
Caleg Baru :
Saya tidak memberi uang kepada rakyat. Saya hanya menitipkan uang saya kepada
rakyat. Nanti setelah saya terpilih jadi anggota legislatif, saya akan
mengambilnya kembali. Itu bukan pelanggaran.
Jakarta, 27 Maret 2014
by: adrian
Baca juga humor lainnya:
Politik Uang 1: Kembalikan Uang Rakyat
Dalam salah satu kegiatan kampanye, seorang calon legislatif
(caleg) kedapatan oleh anggota Bawaslu tengah bagi-bagi uang kepada masyarakat.
Caleg ini merupakan wajah lama yang ingin menjadi anggota legislatif kembali. Oleh
karena itu, keesokan harinya, sang caleg itu dipanggil menghadap bawaslu. Di kantor
terjadi dialog berikut.
Bawaslu : Anda
sudah melanggar hukum.
Caleg : Apa yang saya langgar, Pak?
Bawaslu : Anda
melakukan politik uang.
Caleg : Maksudnya? (wajah bingung)
Bawaslu : Kemarin, ketika kampanye Anda membagi-bagikan
uang kepada warga. Ini buktinya (menunjukkan
rekaman video). Anda terlihat jelas memberi uang kepada masyarakat. Ini pelanggaran.
Caleg :
O.., itu toh. Saya tidak memberi uang kepada rakyat. Yang saya lakukan itu
adalah saya mengembalikan uang rakyat yang telah saya ambil waktu saya masih
aktif di legislatif.
Jakarta, 27 Maret 2014
by: adrian
Baca juga humor lainnya:
Orang Kudus 28 Maret: St. Doroteus
SANTO DOROTEUS GAZA, PENGAKU IMAN
Selagi
dalam pendidikan Doroteus bosan dengan segala macam pelajaran di sekolah. Lebih
baik aku memegang ular daripada membolak balik buku pelajaran, katanya. Tetapi
lama kelamaan ia mengubah sikapnya yang konyol itu dan berjuang
menghilangkannya. Hasilnya ialah ia kemudian menjadi orang yang amat rajin dan
suka belajar dan membaca.
Semangat
baru ini kemudian menghantar dia ke dalam kehidupan membiara pada tahun 530 di
sebuah biara di Palestina. Kepada rekan-rekannya ia mengatakan: Jika kita dapat
mengalahkan perasaan bosan dan segan belajar sehigga kita menjadi orang yang
suka belajar, maka tentunya kita juga dapat mengalahkan hawa nafsu dan menjadi
orang yang kudus. Kata-kata ini menunjuk pada tekadnya yang keras membaja untuk
mencapai kesempurnaan hidup lewat cara hidup membiara. Salah satu caranya
adalah senantiasa bersikap terus terang, dan terbuka hati dan pikiran kepada
atasan dan rekan-rekannya. Dengan cara ini ia memperoleh ketenangan batin dan
semangat dalam menjalani cara hidup membiara. Dalam bukunya ia menulis: Barangsiapa
rajin berdoa dan bermati-raga serta berusaha sungguh-sungguh menguasai
kehendaknya, ia akan mencapai ketenteraman batin yang membahagiakan.
Doroteus
mencapai kemajuan pesat dalam hidup rohaninya dan kemudian mendirikan dan
memimpin sebuah biara pertapaan di Gaza. Ia berusaha memajukan pertapaannya
dengan menjalankan pekerjaan-pekerjaannya dengan baik dan menciptakan
persaudaraan antar para rahib. Ia selalu berlaku ramah kepada rekan-rekannya.
Tahun-tahun terakhir hidupnya, ia mengalami banyak masalah. Godaan dan penyakit
merupakan percobaan besar baginya. Namun ia tetap riang. Kepada rekan-rekannya
ia mengatakan: Tidaklah sukar mencari dan menemukan sebab musabab dari
semua itu. Baiklah kalau kita mempercayakan diri kepada Tuhan sebab Ia tahu apa
yang penting dan berguna bagi kita. Tulisan-tulisan rohaninya sangat bagus, sehingga
pada abad ke 17 tulisan-tulisan itu diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis
dan Inggris.
Bagi
Doroteus, kesucian tidaklah sama dengan mengejakan mukzijat-mukzijat dan/atau
menjalankan puasa dan tapa. Semuanya itu memang baik dan berguna, kesucian itu
suatu tindakan menyangkal diri sendiri dan menundukkan kehendak pribadi kepada
kehendak Tuhan atau menhendaki semata-mata apa yang dikehendaki oleh Tuhan,
demi cinta kasih akan Dia. Dengan berusaha mencapai tujuan inilah, maka
Doroteus akhirnya menjadi orang Kudus.
Renungan Hari Jumat Prapaskah III - A
Renungan Hari Jumat
Prapaskah III, Thn A/II
Bac I : Hos 14: 2 – 10; Injil : Mrk 12: 28b – 34
Dalam kitab Hosea yang menjadi bacaan pertama, Hosea
menekankan dua sikap atau tindakan yang disukai oleh Allah. Dua tindakan itu
adalah kata-kata penyesalan dan tobat. Dua tindakan ini akan menyurutkan murka
Allah dan mendatangkan rahmat belas kasih Allah (ay. 4). Rahmat belas kasih
Allah tentulah akan mendatangkan sukacita dan kebahagiaan bagi umat. Hal ini
digambarkan seperti bunga bakung, pohon hawar, pohon zaitun, gandum, anggur
Libanon.
Injil hari ini berbicara tentang perintah utama, yaitu kasih
kepada Allah dan kepada sesama. Yang menarik dari kisah ini adalah pernyataan
Yesus kepada ahli Taurat yang memberi penegasan atas jawaban Yesus soal hukum
utama tadi. Kepadanya Yesus berkata, "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” (ay.
34). Tentulah kita bertanya, kenapa Yesus mengatakan demikian. Jawaban ahli
Taurat itu masihlah sebatas kata-kata, belum diwujud-nyatakan dalam perbuatan. Tampak
jelas bahwa Tuhan menghendaki supaya kita tidak hanya berhenti pada ungkapan
baik saja, melainkan sampai pada perbuatan baik.
Apa yang ditekankan Yesus dalam Injil, sama seperti yang
ditegaskan Hosea dalam bacaan pertama. Allah tidak hanya puas dengan kata-kata
penyesalan saja, melainkan berlanjut dengan pertobatan. Hal yang sama juga
dengan ungkapan baik harus berbuah pada perbuatan baik. Inilah yang dikehendaki
Tuhan lewat sabda-Nya hari ini. Masa prapaskah mengajak kita untuk tidak hanya
sampai pada ungkapan niat dan kata-kata saja. Pada masa prapaskah kita diminta
untuk berpuasa, berderma dan bertobat. Tuhan menghendaki agar ketiga tindakan
prapaskah ini mewujud-nyata juga dalam tindakan nyata dalam kehidupan.
by: adrian
Kamis, 27 Maret 2014
Membuat Hidup Menjadi Berarti
Pada budak-bangka.blogspot.com tanggal 8 Maret lalu, ada sebuah
sharing pengalaman menjawab panggilan
Tuhan. Untuk memudahkannya, kami akan mengutip ulang sharing tersebut. Inilah kisahnya:
“Waktu kecil, Maria Margaretha
Tjin Mei Fung, mantan Kepala Sekolah Evangelisasi Pribadi Shekinah,
bercita-cita menjadi biarawati. Menginjak remaja, mencontoh sang ibu, idolanya,
ia jadi ingin berkeluarga. Ia pacaran dengan teman misdinarnya. Orang tua merestui
hubungan mereka. Namun terbersit perasaan tak enak di hatinya. Makin lama,
perasaan itu makin kuat. Ia gelisah. Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak.
Apakah aku dipanggil untuk berkeluarga?
Akhirnya, di tahun ke-3
berpacaran, Mei Fung memutuskan hubungannya. Ia lega, terasa terlepas dari
himpitan batu besar. Setelah 8 tahun menelusuri, apakah sebenarnya panggilan
hidupnya, ia menjawab: “Ya!” Tahun 1990, di usia 25 tahun,
Mei Fung menjadi selibater awam, dan mendirikan Komunitas Putri Sion, komunitas khusus bagi perempuan lajang. Aktif
di berbagai organisasi, pewarta, pengajar dan editor, ia masih mempunyai energi
untuk mendirikaan sekolah TK bagi mereka yang tak mampu. Saat ini ia prihatin,
melihat banyak orang katolik, yang meninggalkan Gereja. “Gereja harus lebih aktif menyapa umatnya, lebih merangkul,”
demikian harapannya.”
Syeringnya memang singkat, namun sangat menarik. Ada dua hal
yang menarik dari sharing itu. Pertama, bagaimana sdri Mei Fung mau mendengarkan
kata hatinya. Di sini kami mengartikan bahwa sdri Mei Fung menjawab panggilan
Tuhan. Hal ini sungguh menarik, karena di tengah hingar bingar dan kesibukan
kota metropolitan, masih ada seorang gadis yang memberi waktu luang pada
keheningan. Dalam keheningan itulah ia mendengarkan suara Tuhan dan
menjawabnya.
Kita lihat atau baca dalam kisahnya bahwa sdri Mei Fung
sebenarnya sudah punya pacar. Sudah tiga tahun menjalani pacaran. Tidak ada
masalah berarti. Keluarga sudah merestui. Dalam kacamata normal, tidak ada yang
kurang. Tinggal naik level ke jenjang pernikahan, selesai sudah. Namun, sdri
Mei Fung masih merasakan ada yang kurang dalam hidupnya. Kekurangan ini membuatnya
gelisah. Dari sinilah dia akhirnya masuk ke dalam keheningan untuk mendengarkan
kata hatinya.
Ini merupakan pelajaran berharga bagi manusia modern saat
ini. Kebanyakan manusia sibuk, sibuk dan sibuk sampai lupa pada dirinya sendiri
dan Tuhan. Pusat kesibukan itu ada di luar yang memaksa hidup manusia larut di
dalamnya. Hal ini membuat manusia tidak punya waktu untuk kesendirian bersama Tuhan.
Padahal, mungkin saja di tengah kesibukan itu Tuhan memanggil kita karena Dia
membutuhkan kita.
Kedua, cara hidup baru. Dalam syeringnya, sdri Mei Fung
menampilkan cara hidup baru. Sebenarnya cara hidup ini sudah lama dipraktekkan
orang, namun di tengah kesibukan dan modernitas kini, caranya masih terbilang
baru. Cara baru itu adalah selibater awam.
Mengapa ini dikatakan baru, sekalipun sudah lama dipraktekkan orang? Umumnya orang
mengetahui bahwa ada dua cara hidup, yaitu menikah dan tidak menikah, yang
dikenal dengan istilah selibat. Umumnya orang tahu bahwa selibat itu hanya dijalani oleh para
imam, biarawan (bruder dan frater) dan biarawati (suster). Sdri Mei Fung
bukanlah seorang suster. Dia adalah wanita biasa, yang mengambil keputusan
hidup selibat demi pelayanan Kerajaan Allah.
Di sini sdri Mei Fung kembali menegaskan apa yang pernah
dikatakan Yesus bahwa menikah itu bukanlah sebuah kewajiban, melainkan hak atau
pilihan hidup. Ada orang yang memilih hidup dengan menikah ada pula yang
memilih hidup untuk tidak menikah. Sdri Mei Fung menegaskan bahwa keputusannya
untuk tidak menikah bukan karena takut menikah atau “tidak laku” atau tidak
siap, melainkan murni untuk menjawab panggilan Tuhan. Tuhan Yesus pernah
berkata, “Ada orang tidak menikah demi Kerajaan Allah.” (bdk. Mat 19: 12). Sekalipun
tidak berstatus sebagai suster, sdri Mei Fung, dengan keselibatannya, dapat
mengabdi kepada Tuhan.
Ini merupakan pelajaran berharga bagi manusia modern saat ini,
khususnya kaum perempuan. Kebanyakan manusia berpikir bahwa dirinya harus
menikah. Pada umur sekian harus menikah. Kalau tidak maka akan menjadi aib atau
digelari “perawan tak laku” atau “ABG tua”. Karena itu, banyak orang mulai menyibukkan
diri untuk mencari pasangan hidup. Berbagai cara, pantas atau tidak pantas,
dilakukan. Karena kesibukan itulah, akhirnya orang lupa akan dirinya dan
panggilan Tuhan. Di sini sdri Mei Fung mau membuka mata kita, bahwa menikah itu
adalah pilihan hidup. Ia mau mengatakan bahwa menikah adalah hak setiap orang. Hak
itu bisa digunakan, bisa juga tidak.
Dengan ini, setiap kita diajak untuk mulai memikirkan hidup
kita. Sharing dari sdri Mei Fung ini
mengajak kita untuk bertanya pada diri kita, apakah saya akan menggunakan hak
saya untuk menikah atau tidak. Akan tetapi, yang terpenting itu bukanlah pada
pengunaan hak itu atau tidak, melainkan bagaimana mengisi hidup ini. Sdri Mei
Fung sudah mencontohkannya. Dia tidak berhenti pada keputusan tidak menggunakan
haknya, melainkan berlanjut pada pengabdian pada Kerajaan Allah. Ini sesuai
dengan amanat Yesus. Karena hidup ini berarti bukan karena menikah atau tidak
menikah, melainkan karena hidup itu berarti bagi sesama.
Jakarta, 12 Maret 2014
by: adrian
Orang Kudus 27 Maret: St. Rupertus
SANTO RUPERTUS, USKUP & PENGAKU IMAN
Rupertus
dikenal sebagai orang Kudus keturunan suku bangsa berbahasa Jerman. Sebelum
menjadi misionaris di Bavaria sehingga dijuluki Rasul Bavaria, dia telah
menjadi Uskup Worms, Jerman. Perjalanan misionernya ke Regensburg, Bavaria,
dilakukan pada tahun 697. Di Regensburg, Rupertus bersama beberapa orang
rekannya diterima dengan baik oleh adipati Theodo. Adipati ini masih kafir
namun ia sangat baik hati dan mendukung para misionaris itu dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pewarta Injil Kristus.
Agama
Kristen memang sudah masuk di wilayah kekuasaan Theodo sebelum kedatangan
Rupertus bersama kawan-kawannya. Ini terbukti dari data yang ada bahwa beberapa
orang di wilayah ini sudah menganut agama kristen, termasuk saudari kandung
Theodo sendiri. Setelah menyaksikan keberhasilan karya para misionaris itu dan
merasakan sendiri kebenaran agama kristen, Theodo memutuskan untuk menerima
pelajaran agama kristen dari para misionaris itu. Rupertus lah yang
mengajari dia agama kristen bersama beberapa orang lainnya. Di Bavaria Rupertus
dengan kawan-kawannya mendapat sukses besar dalam karyanya. Untuk memperkokoh
karya mereka, Rupertus mendirikan sebuah pusat pendidikan agama di Juvavum,
Austria. Di sini ia melayani umatnya sebagai uskup hingga hari kematiannya pada
tahun 710.
Renungan Hari Kamis Prapaskah III - A
Renungan Hari Kamis
Prapaskah III, Thn A/II
Bac I : Yer 7: 23 – 28; Injil : Luk 11: 14 – 23
Dalam bacaan pertama, Yeremia mengungkapkan kekecewaan Allah
kepada umat-Nya. Awalnya dikatakan bahwa sebenarnya Allah menghendaki umat
pilihan-Nya itu mendengarkan suara Allah dan mengikuti semua jalan yang
diperintahkan-Nya supaya umat hidup bahagia (ay. 23). Namun yang terjadi adalah
kebalikannya. Dalam kitabnya Yeremia menggambarkan, “Inilah bangsa yang tidak
mau mendengarkan suara Tuhan, Allah mereka, dan yang tidak mau menerima
penghajaran! Ketulusan mereka sudah lenyap, sudah hapus dari mulut mereka.”
(ay. 28).
Gambaran kekecewaan Allah dalam bacaan pertama, merupakan
juga gambaran kekecewaan Yesus dalam Injil. Bahkan bisa dikatakan bahwa apa
yang dilakukan umat Israel dalam bacaan pertama sama seperti yang dilakukan beberapa
orang Israel terhadap Yesus. Ketulusan mereka sudah lenyap, sehingga mereka
tidak bisa melihat karya Allah dalam peristiwa penyembuhan orang bisu.
Sabda Tuhan hari ini kembali mau mengingatkan kita bahwa
Tuhan menghendaki kita hidup bahagia. Namun kita harus mendengarkan suara-Nya
dan mengikuti jalan yang ditunjukkan-Nya. Pada kita diminta kesetiaan dan
ketulusan. Kesetiaan dan ketulusan ini membuat kita mampu melihat atau berjumpa
dengan Tuhan dalam kehidupan. Di masa prapaskah, kita diajak untuk bertobat. Tuhan
menghendaki kita untuk tidak mengulangi dosa dan kesalahan umat Israel di masa lalu.
by: adrian
Rabu, 26 Maret 2014
Umat Harus Berkeadilan & Berbelarasa
UMAT KATOLIK DIMINTA MENUNJUKKAN SOLIDARITAS & KOMITMEN TERHADAP
KEADILAN
Uskup Agung
William D’Souza dari Patna, India, mendesak umat Katolik untuk menunjukkan
“komitmen aktif mereka terhadap keadilan dan berbelarasa” sebagai cara
menanggapi tanda-tanda jaman dalam Gereja dan masyarakat.
“Pembelaan hak-hak
yang paling rentan adalah prioritas Gereja,” kata prelatus itu di Patna,
ibukota negara bagian Bihar, belum lama ini.
Uskup Agung
D’Souza menyampaikan seruannya dalam sebuah lokakarya tentang Ajaran Sosial
Gereja yang diselenggarakan oleh Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi
Waligereja India.
Uskup Agung itu
mengutip nabi Mikha, “Bertindak adil, berbelarasa”, seraya mengatakan bahwa
kalimat itu memberikan pencerahan bagi umat Kristiani sebagai cara untuk
menanggapi “tanda-tanda jaman”.
Sebanyak 45
peserta dalam lokakarya itu membahas isu-isu utama yang mempengaruhi masyarakat
dan Gereja.
Tantangan bagi
Gereja, khususnya di negara bagian Bihar, adalah membela hak-hak perempuan dan
anak-anak, sistem kasta masih berlaku dan diskriminasi terhadap kelompok agama
minoritas di negara yang mayoritas beragama Hindu.
“Ajaran Sosial
Gereja bukan hanya teori murni tetapi merupakan seruan untuk komitmen sosial,”
kata Pastor Charles Irudayam, sekretaris eksekutif Komisi Keadilan dan
Perdamaian.
Para imam, orang
awam, delegasi dan para ahli dari keuskupan Bihar menghadiri lokakarya itu. Para peserta
mengatakan bahwa dengan mengikuti gaya Paus Fransiskus, Gereja di India telah
menemukan kembali pentingnya membuat penegasan serius dan aksi sosial yang efektif,
dalam rangka mengaktualisasikan dan mewujudkan prinsip-prinsip dasar ajaran
sosial seperti solidaritas dengan masyarakat miskin di India.
Emosi Masa Kanak-Kanak Awal
EMOSI YANG UMUM PADA AWAL MASA KANAK-KANAK
Amarah
Penyebab amarah yang paling umum
adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan dan
serangan yang hebat dari anak lain. Anak mengungkapkan rasa marah dengan
ledakan amarah yang ditandai dengan menangis, berteriak, menggertak, menendang,
melompat-lompat atau memukul.
Takut
Pembiasaan, peniruan dan ingatan
tentang pengalaman yang kurang menyenangkan berperan penting dalam menimbulkan
rasa takut, seperti cerita-cerita, gambar-gambar, acara radio dan televisi dan
film-film dengan unsur yang menakutkan. Pada mulanya reaksi anak terhadap rasa
takut adalah panik, kemudian menjadi lebih khusus seperti lari, menghindar dan
bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang menakutkan.
Cemburu
Anak menjadi cemburu bila ia mengira
bahwa minat dan perhatian orang tua beralih kepada orang lain di dalam
keluarga, biasanya adik yang baru lahir. Anak yang lebih muda dapat
mengungkapkan kecemburuannya secara terbuka atau menunjukkannya dengan kembali
berperilaku seperti anak kecil, seperti mengompol, pura-pura sakit atau menjadi
nakal. Perilaku ini semua bertujuan untuk menarik perhatian.
Ingin
Tahu
Anak mempunyai rasa ingin tahu
terhadap hal-hal yang baru dilihatnya, juga mengenai tubuhnya sendiri dan tubuh
orang lain. Reaksi pertama adalah dalam bentuk penjelajahan sensomotorik;
kemudian sebagai akibat dari tekanan sosial dan hukuman, ia bereaksi dengan
bertanya.
Iri
Hati
Anak-anak sering iri hati mengenai
kemampuan atau barang yang dimiliki orang lain. Iri hati ini diungkapkan dalam
bermacam-macam cara, yang paling umum adalah mengeluh tentang barangnya
sendiri, dengan mengungkapkan keinginan untuk memiliki barang seperti dimiliki
orang lain, atau dengan mengambil barang-barang yang menimbulkan iri hati.
Gembira
Anak-anak merasa gembira karena
sehat, situasi yang tidak layak, bunyi yang tiba-tiba atau yang tidak
diharapkan, bencana yang ringan, membohongi orang lain dan berhasil melakukan
tugas yang dianggap sulit. Anak mengungkapkan kegembiraannya dengan tersenyum
dan tertawa, bertepuk tangan, melompat-lompat atau memeluk benda atau orang
yang membuatnya bahagia.
Sedih
Anak-anak merasa sedih karena
kehilangan segala sesuatu yang dicintai atau yang dianggap penting bagi dirinya,
apakah itu orang, binatang atau benda mati seperti mainan. Secara khas anak
mengungkapkan kesedihannya dengan menangis dan dengan kehilangan minat terhadap
kegiatan normalnya, termasuk makan.
Kasih
Sayang
Anak-anak belajar mencintai orang,
binatang atau benda yang menyenangkannya. Ia mengungkapkan kasih sayang secara
lisan bila sudah besar tetapi ketika masih kecil anak menyatakannya secara
fisik dengan memeluk, menepuk dan mencium obyek kasih sayangnya.
sumber: Elizabeth
B. Hurlock, PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5).
Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 116
Orang Kudus 26 Maret: St. Ludgerus
SANTO LUDGERUS, USKUP
Ludgerus lahir pada tahun 742. Cita-cita imamatnya tercapai
ketika ia ditabhiskan menjadi imam dan kemudian menjadi uskup pertama di
Muenster, Jerman. Sebagai uskup ia berusaha keras mempertobatkan orang-orang
Jerman yang masih kafir dan meletakkan dasar yang kokoh bagi perkembangan iman
umat di seluruh keuskupannya. Ia meninggal dunia pada tahun 809, tatkala sedang
dalam perjalanan apostolis mengelilingi wilayah keuskupannya.
Renungan Hari Rabu Prapaskah III - A
Renungan Hari Rabu
Prapaskah III, Thn A/II
Bac I : Ul 4: 1, 5 – 9; Injil : Mat 5: 17 – 19
Dalam bacaan pertama, Musa mengingatkan kembali umat Israel
akan ketetapan dan peraturan yang sudah diberikan oleh Tuhan. Ketetapan dan
peraturan itu dilihat bukan sebagai pengekang kebebasan umat, melainkan sebagai
ungkapan keistimewaan bangsa Israel di antara bangsa-bangsa lain. Selain itu
juga, hal itu dilihat sebagai ungkapan kedekatan Allah kepada umat pilihan-Nya.
Karena itu, Musa mengajak umat Israel untuk setia melaksanakan ketetapan dan
peraturan itu, serta menyampaikannya “kepada anak-anakmu dan kepada cucu
cicitmu.” (ay. 9).
Nasehat Musa kepada umat Israel kembali ditegaskan oleh Yesus
dalam Injil hari ini. Memang Yesus mengawali pengajaran-Nya bahwa
kedatangan-Nya hendak menggenapi ketetapan dan peraturan yang sudah ada. Akan tetapi
sebagaimana Musa, Yesus juga meminta umat untuk setia melaksanakan ketetapan
itu, sekalipun yang terkecil. Intinya adalah jangan mengabaikan kehendak Allah
sekalipun hal itu terkesan kecil dan sederhana.
Sabda Tuhan hari ini mau berbicara soal ketetapan dan
peraturan yang dari Allah. Hal ini dilihat sebagai kehendak Allah bagi kita. Terhadap
semua itu, kita diminta untuk melaksanakannya dengan setia. Dalam melaksanakan
kehendak-Nya itu, kita janganlah memilih-milih mana kehendak Allah yang utama
dan mana yang kurang, mana yang besar dan mana yang kecil. Kehendak Tuhan dalam
sabda-Nya hari ini dapat diterapkan dalam kehidupan kita di masa prapaskah ini.
Dalam masa prapaskah, kita diajak untuk bertobat. Pertobatan yang diminta
adalah perubahan dari semua dosa yang pernah kita lakukan, entah itu kecil,
sedang atau besar. Semua dosa itu hendaknya kita tinggalkan.
by: adrian
Selasa, 25 Maret 2014
(Refleksi) Dunia Sudah Gila
YANG SETIA DISINGKIRKAN
Pengantar
Pesan Bunda Maria ini diambil dari
wawancara batin antara Don Stefano Gobbi dan Bunda Maria. Wawancara batin
adalah suatu gejala mistik yang ada dalam kehidupan Gereja. Ia bukanlah
komunikasi inderawi. Dalam wawancara batin ini orang tidak mendengar dengan
telinga atau melihat dengan mata dan tidak ada sesuatu yang bisa disentuh. Jadi,
wawancara batin merupakan karunia dalam wujud pesan yang disampaikan Allah
supaya kita laksanakan dengan bantuan-Nya.
Dalam wawancara batin di sini, Don
Stefano menjadi alat komunikasi; dengan tetap menjaga kebebasannya, ia
mengungkapkan persetujuan terhadap kegiatan Roh Kudus. Artinya, ia tidak
mencari-cari gagasan atau cara pengungkapannya. Ia murni sebagai penyalur
pesan.
Wawancara batin antara Bunda Maria
dan Don Stefano Gobbi ini memuat pesan Bunda Maria untuk para imam. Pesan
yang disampaikan dalam wawancara batin ini, meski terjadi pada tahun 1977, tapi nilai dan maknanya masih relevan hingga saat kini. Pesan Bunda Maria ini,
secara khusus ditujukan kepada para imam, namun peruntukkannya bisa juga
untuk umat katolik dan umat manusia pada umumnya. Jadi, dalam pesan Bunda Maria
yang disampaikan masa lalu, terdapat butir-butir pencerahan untuk masa sekarang.
Semuanya tergantung sejauh mana mata hati kita
melihatnya.
Bunda Maria Berpesan
“Kekacauan berkembang semakin parah, juga di dalam Gereja,
dan kini menyebar ke segala penjuru dunia. Yang pertama akan digempur adalah
para imam. Mereka membiarkan diri dijerumuskan oleh ketidaksetiaan. Setiap hari
jumlah mereka yang membiarkan diri dijerumuskan oleh kesesatan ini semakin besar.
Atas nama kemajuan, sejumlah imam telah menjadi hamba dunia
dan hidup menurut dunia. Mereka telah menggantikan doa dengan kegiatan yang
menyibukkan; mereka telah menggantikan mati raga dengan terus memburu
penghiburan dan kenikmatan; mereka telah mengganti kekudusan dengan semakin
patuh kepada dosa. Mereka telah menjadi jasad berjalan, kubur yang dicat putih,
yang masih menyebut diri imam, tetapi oleh Puteraku Yesus, tidak lagi diakui
sebagai imam.
Dan sayang sekali, tidak jarang orang-orang seperti itulah yang paling dihargai, yang
berhasil mencapai sukses dan yang ditempatkan pada kedudukan dengan tanggung
jawab besar.
Mereka yang tetap setia biasanya adalah mereka yang dianiaya,
yang paling tidak diacuhkan dan
kadang-kadang sengaja disingkirkan.
Dengan demikian kegelapan merajalela dan awan setan berusaha
menutupi segala sesuatu: setiap hari kemurtadan semakin besar.”
10 Maret 1977
diedit dari: Marian
Centre Indonesia, Kepada Para Imam:
Putra-putra Terkasih Bunda Maria. (hlm 284 – 285)
Dialog ttg "Perceraian" Katolik
PERLU DIALOG YANG SEGAR TERKAIT UMAT KATOLIK BERCERAI DAN MENIKAH
LAGI
Dalam pendekatan
terhadap umat Katolik bercerai dan menikah kembali secara sipil, Gereja Katolik
perlu menemukan jalan tengah yang tidak merusak atau meninggalkan doktrin,
namun menawarkan interpretasi “baru” ajaran Gereja untuk membantu mereka yang
telah gagal dalam pernikahan, kata Walter Kardinal Kasper.
“Saya mengusulkan
cara yang sedikit longgar dan keringanan hukuman,” kata kardinal Jerman dan
teolog itu kepada Radio Vatikan, 10 Maret.
Pendekatan yang
menghindari dua ekstrem — “tidak bertentangan dengan moralitas, dan tidak
bertentangan dengan doktrin, namun aplikasi doktrin (dimaksudkan)
mendukung situasi saat ini bagi sebagian besar umat dan memberikan
kontribusi kepada mereka untuk menciptakan perkawinan bahagia,”
katanya, dalam bahasa Italia.
Kardinal itu
merujuk pada ceramahnya yang panjang saat ia menjelaskan pada sebuah
diskusi tentang kehidupan keluarga pada 20-21 Februari, yang digelar Kolese
Kardinal. Ceramah berjudul “Injili Keluarga,” akan diterbitkan pada Maret
di Jerman dan Italia oleh penerbitan swasta.
Pada kata
pengantar buku itu, yang diterbitkan pada 12 Maret di surat kabar Vatikan, L’Osservatore
Romano, Kardinal Kasper mengatakan sinode mendatang harus memutuskan apa
langkah yang harus diambil untuk membantu keluarga, tapi awam Katolik harus
juga dikonsultasikan.
“Kita semua
selibat sementara sebagian besar umat beriman hidup berkeluarga, dalam situasi
konkret mereka kadang menghadapi kesulitan,” katanya.
Dalam diskusi
publik tentang respon Gereja bagi umat Katolik bercerai dan menikah kembali
secara sipil, para uskup dan paus harus mengatakan sesuatu, katanya. “Kita
jelas tidak bisa menanggapi semua harapan, tetapi jika kita mengulang tanggapan
yang sama, hal itu akan menimbulkan kekecewaan yang besar.”
Kardinal Kasper
mengatakan kepada Radio Vatikan bahwa tanggapan terhadap kuesioner Vatikan
tentang kehidupan keluarga Katolik, yang dibuat dalam persiapan Sinode Para
Uskup tentang Keluarga pada Oktober – menunjukkan, ada kesulitan dan kejurangan
di antara ajaran Gereja dan situasi aktual dari banyak umat.
“Gereja harus
menjembatani jurang ini,” katanya, dalam bahasa Inggris, “tetapi Gereja harus
menjelaskan dengan cara baru tentang keluarga dan perkawinan guna membantu umat
dan tetap setia pada Injil.”
Langganan:
Postingan (Atom)