Senin, 31 Maret 2014

Kreasi Iseng


(Inspirasi Hidup) Membunuh Mati & Membunuh Hidup

PASTOR PEMBUNUH: ANTARA MEMBUNUH MATI DAN MEMBUNUH HIDUP
Hari Jumat, 7 Maret 2014, sekitar jam 20.00, seorang teman yang tinggal di Tanggerang menelepon saya. Awalnya dia ungkapkan kekesalannya terhadap saya karena susah sekali menghubungi saya. Dia sebenarnya sudah mengontak saya pada jam 16.00 tadi. Tujuannya agar saya menonton acara di Metro TV, tentang vonis mati mantan pastor.

Karena saya tidak menonton, maka dia akhirnya menceritakan sedikit acara tersebut yang berisi wawancara dengan mantan pastor yang divonis hukuman mati karena terbukti membunuh kekasih dan anak hasil hubungan gelapnya. Saat peristiwa itu terjadi, sang mantan itu masih berstatus pastor. Dan baru terbongkar setelah 10 tahun.

Satu komentar singkat teman saya itu adalah, koq pastor itu tega menghabisi tiga nyawa. Sungguh amat keji. Teman saya belum bisa menerima hal itu, mengingat pelakunya adalah seorang imam. Kalau awam biasa, mungkin dia bisa terima. Saya hanya menjawab singkat, itulah manusia.

Saya mengatakan bahwa memang apa yang dilakukan mantan pastor itu adalah tindakan keji. Semua orang mengetahui dan menyadarinya. Namun, semuanya selesai dengan adanya vonis itu. Pastor pembunuh itu membunuh orang dan orangnya mati. Tindakannya diketahui dan vonis sudah diputuskan. Selesai. Pastor itu tentunya akan merasa tenang. Arwah korban pun mendapat ketenangan. Keluarga korban juga puas. Apa yang dilakukan oleh mantan pastor ini saya istilahkan dengan “membunuh mati”.

Akan tetapi, ada satu tindakan keji lainnya yang juga dilakukan oleh pastor, yaitu “membunuh hidup”. Apa yang dilakukan pastor ini sebenarnya sudah “membunuh” namun tidak mengakibatkan kematian. Yang menjadi persoalannya adalah semua orang belum mengetahui dan menyadarinya. Karena itu, tidak ada vonis apapun terhadap pastor ini, sehingga tindakan ini terus berulang-ulang. Dan pastornya pun terus saja melakukan tindakannya, karena merasa tidak bersalah.

Tindakan apa yang dimaksud? Tindakan itu adalah mengorupsi uang umat (Gereja). Seringkali pastor “memaksa” umat untuk mengumpulkan uang untuk keperluan ini atau kepentingan itu dengan mengatasnamakan kepentingan Gereja. Karena “demi Gereja” umat pun akan berusaha memberi. Setelah uang terkumpul, pastor mengambilnya sebagian untuk kepentingan pribadi (mungkin juga keluarga). Uang kolekte, uang persembahan, stipendium, intensi misa dan uang lainnya, yang sebenarnya dipergunakan untuk pembangunan iman umat, diambil untuk kepentingan pribadi pastor. Dan ketika uang untuk pembangunan iman umat kurang, pastor tinggal meminta lagi kepada umat.

Korupsi yang dilakukan pastor ini secara tidak langsung berarti memeras umat. Pastornya hidup senang dan enak, sementara umatnya hidup sederhana. Terkesan bahwa umat “dipaksa” untuk membiayai kesenangan hidup pastornya. Umat seakan menjadi ATM pastor. Inilah yang dimaksudkan dengan “membunuh hidup”. Secara tidak langsung pastor ini sudah “membunuh” umatnya, namun umatnya masih tetap hidup.

Sayang, tak ada yang menyadari hal ini sehingga peristiwa ini terus terjadi. Memang, “membunuh mati” bila diketahui akhirnya orang menilainya sebagai tindakan keji. Sebenarnya hal yang sama dengan “membunuh hidup”. Tindakan ini pun sebenarnya merupakan tindakan keji. Namun masih dibutuhkan kesadaran bersama untuk menghentikan tindakan itu terus berlangsung.
Jakarta, 8 Maret 2014
by: adrian

Orang Kudus 31 Maret: St. Benyamin

SANTO BENYAMIN, MARTIR
Dalam kisah para rasul, kita membaca kisah Petrus dan Yohanes dihadapkan kepada Dewan Sanhendrin karena mereka mewartakan Injil Kristus dan menyembuhkan seorang yang lumpuh. Kedua rasul itu dilarang keras mengajar lagi atas nama Yesus. Tetapi Petrus dan Yohanes menjawab: Silahkan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan telah kami dengar (Kis 4: 19-20).

Kata-kata inilah yang mendorong Benyamin untuk mengorbankan hidupnya bagi Kristus dan Injil. Benyamin adalah seorang diakon, berkebangsaan Persia. Ia hidup kurang lebih pada permulaan abad kelima. Oleh karena kesalahan seorang uskup bernama Abdas, penganiayaan kepada kaum kristen mulai berkecamuk lagi. Uskup Abdas membakar kuil utama dewa orang-orang Persia. Perbuatan ini menimbulkan reaksi hebat di antara orang-orang Persia yang masih kafir itu. Mereka menangkap orang-orang kristen dan menyiksa mereka hingga mati. Di antara orang-orang kristen yang ditangkap itu ada Diakon Benyamin yang sama sekali tidak terlibat dalam tindakan pembakaran kuil kafir itu. Diakon Benyamin dianiaya dengan kejam.

Kebetulan ada seorang Romawi yang mengenal baik Benyamin. Ia memohon kepada Raja Persia agar membebaskan Benyamin. Permohonan ini dikabulkan Raja Persia, tetapi dengan syarat: Benyamin tidak boleh lagi mewartakan Injil atau menyebarkan agama Kristen di kalangan orang Persia. Mendengar syarat pelepasan itu, Benyamin dengan gagah berani menolak persyaratan itu. Seperti Santo Petrus dan Yohanes, Benyamin menjawab: tidak mungkin saya tidak mewartakan Kristus dan Injil-Nya. Karena jawaban ini, Benyamin dihukum mati pada tahun 424.

Renungan Hari Senin Prapaskah IV - A

Renungan Hari Senin Prapaskah IV, Thn A/II
Bac I   : Yes 65: 17 – 21; Injil      : Yoh 4: 43 – 54

Bacaan pertama berisi sabda Allah yang disampaikan Nabi Yesaya. Dalam sabda itu terungkap bahwa sebelumnya umat Israel berada dalam kedukaan dan penderitaan. Karena itu, sabda Tuhan ini menjadi hiburan bagi umat. Umat diajak untuk bergirang dan bersorak-sorai karena Allah akan menciptakan langit dan bumi yang baru, Yerusalem baru. Di dalam alam yang baru itu tidak ada lagi duka dan penderitaan, erang tangis dan kematian.

Gambaran akan “alam baru” dalam bacaan pertama, dialami oleh seorang pegawai istana di Kapernaum yang anaknya sakit keras. Hal ini berkat imannya akan Yesus. Ia percaya bahwa Yesus dapat memenuhi harapannya, menghilangkan kecemasan dan kedukaan atas penyakit yang diderita oleh anaknya. “Pergilah, anakmu hidup!” demikian kata Yesus kepada orang itu. Yesus telah menghibur pegawai istana itu, sebagaimana Allah menghibur umat Israel dalam bacaan pertama.

Sabda Tuhan hari ini memiliki tema Allah yang menghibur. Melalui bacaan-bacaan liturgi hari ini, terlihat bahwa Tuhan Allah tidak menginginkan penderitaan dan duka bagi umat-Nya. Allah mau kita hidup bahagia. Oleh karena itu, di saat duka melanda, Tuhan datang menghibur kita. Yang penting kita mau percaya. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki bukan hanya kita percaya kepada-Nya, melainkan juga agar kita mau ambil bagian dari sifat Allah ini, yaitu menghibur. Tuhan mau supaya kita menjadi penghibur bagi sesama yang mengalami duka dan derita. Hiburan, di masa prapaskah ini, dapat kita wujudkan melalui aksi amal kasih kita.

by: adrian

Minggu, 30 Maret 2014

Pantang Sesaat Kurang Bernilai

PANTANG SESAAT vs PANTANG SEPANJANG HAYAT
Masa prapaskah sering dikenal dengan istilah retret agung, karena retret ini diikuti oleh semua umat katolik seluruh dunia dan waktunya juga panjang, yaitu 40 hari. Ada beberapa kegiatan yang sering diisi selama masa retret agung ini. Salah satunya adalah puasa dan pantang.

Pantang adalah penolakan terhadap sesuatu yang menjadi kelekatan tiap individu. Soal apa saja yang dapat dipantangi tergantung tiap-tiap orang, karena tiap-tiap orang memiliki kelekatan dalam hidupnya yang berbeda satu dengan yang lain.

Di sini kami akan menampilkan satu cerita pantang. Cerita ini merupakan kisah fiksi, namun jamak terjadi di manapun. Karena itu, bila ada kesamaan cerita, bukan maksud kami untuk mempromosi, melecehkan atau hal lainnya. Alangkah bijak jika pembaca mencoba pada pantang yang lain; atau dengan kata lain mengganti pantang yang ada dalam cerita ini dengan pantang yang lain.

Pada umumnya kaum pria punya kelekatan pada rokok. Karena itu, sering terdengar atau terlihat ungkapan dan aksi penolakan selama masa prapaskah. Ada banyak kaum Adam berjuang untuk tidak merokok selama masa prapaskah. Jika bisanya sehari ia bisa menghabiskan 2 hingga 3 bungkus rokok, kini ada yang hanya 2 hingga 3 batang rokok saja dalam sehari. Malah ada yang sama sekali tidak merokok selama masa prapaskah (40 hari). Sungguh sebuah prestasi yang luar biasa.

Tak sedikit pujian dilemparkan kepada mereka-mereka ini atas keberhasilannya. Sebuah prestasi luar biasa. Tak jarang juga, ada yang lantas membanggakan diri atas keberhasilannya tidak merokok selama 40 hari. Hal ini dilihat sebagai kemenangan, sama seperti kemenangan Yesus mengalahkan godaan setan di padang gurun. Kalau Yesus langsung dilayani oleh para malaikat, para pemenang ini biasanya langsung mendapat hadiah rokok satu slop, entah itu dari rekan, keluarga, kenalan atau sahabat.

Akan tetapi, mari kita lihat apa yang terjadi setelah masa prapaskah selesai. Tak sedikit dari mereka kembali ke pola hidup yang lama. Bahkan ada juga, yang dalam beberapa bulan ke depan, melakukan “aksi balas dendam” dengan menghabiskan rokok 5 hingga 6 bungkus sehari, sebelum akhirnya kembali ke pola “normal”.

Inilah yang dinamakan “pantang sesaat”, yaitu melakukan pantang hanya di saat masa prapaskah. Orang melakukan pantang pada masa prapaskah, umumnya karena aturan. Bukankah pada masa prapaskah umat katolik yang sudah dewasa wajib melakukan pantang. Karena aturan inilah, maka orang berusaha mencari kelekatan dalam dirinya dan berusaha untuk dipantangi. Bagi perokok, rokok adalah pantang yang wajib dilakukan.

Selain karena aturan, pantang pada masa prapaskah juga dilakukan karena “tekanan” sosial. Pada masa prapaskah semua umat katolik wajib berpantang. Tanpa disadari ada semacam kontrol sosial jika saya tidak melakukan pantang. Orang sudah tahu kalau saya punya kelekatan dengan rokok. Oleh karena itu, saya akan pantang rokok. Dan pasti orang cepat akan tahu, karena tidak merokok dilihat sebagai sesuatu di luar kebiasaan saya. Ini terjadi di alam bawah sadar kita.

Jadi selama masa prapaskah orang akan menekan hasrat untuk merokoknya. Semakin kuat motivasinya, semakin kuat juga tekanannya. Namun hasrat itu ibarat pegas. Semakin ditekan, semakin kuat daya dorongnya. Jika ditekan, ia memang akan turun atau mengecil. Akan tetapi, jika dilepaskan, maka ia akan mental kuat. Demikianlah dengan pantang rokok tadi. Selama masa prapaskah orang hanya menekan hasrat merokoknya. Namun ketika masa prapaskah selesai, tak ada lagi alasan untuk menekan hasrat itu, sehingga ia menendang ke permukaan, bahkan dapat melewati batas normal.

Ada kesan usaha pantang sesaat ini kurang bernilai. Alasannya, kita hanya menekan hasrat yang merupakan kelekatan tadi cuma untuk waktu sesaat saja. Lepas dari waktunya, kita kembali kepada kelekatan tadi. Padahal, jika memang kelekatan itu dirasakan buruk, bukankah lebih baik kelekatan itu dihilangkan; minimal dikurangi.

Di sinilah kita membutuhkan pantang sepanjang hayat. Pantang sepanjang hayat berarti kita menolak keletakan dalam diri kita sepanjang hayat. Bukan lantas berarti pantang dalam masa prapaskah tidak dibutuhkan lagi. Pantang pada masa prapaskah dijadikan sebagai batu loncatan untuk pantang sepanjang hayat.

Misalnya, jika kita berhasil untuk tidak merokok selama masa prapaskah (40 hari), maka itu merupakan langkah awal untuk memasuki pantang sepanjang hayat. Mungkin tidak langsung menolak sama sekali. Mungkin sebungkus rokok dihabiskan dalam sehari sebagai langkah awal untuk seminggu dan kemudian sebulan. Bukan tidak mungkin, pada titik tertentu kita akan berhasil menghentikan kelekatan tersebut.

Jadi, selepas masa prapaskah, bukannya kembali kepada kenormalan pada kelekatan, melainkan kita memulai berjuang untuk meneruskan pantang masa prapaskah. Sekalipun suatu saat kita jatuh, hal itu adalah wajar. Yang penting kita bangkit lagi. Bukankah selama masa prapaskah kita sudah merenungkan jalan salib, di mana Yesus jatuh sampai tiga kali, namun Ia bangkit dan terus meneruskan perjalanan salib-Nya.
Jakarta, 16 Maret 2014
by: adrian

Orang Kudus 30 Maret: St. Yohanes Klimakus

SANTO YOHANES KLIMAKUS, PETAPA
Kisah masa kecil dan masa muda Yohanes Klimakus kurang diketahui dengan pasti. Banyak orang menduga bahwa ia berasal dari Palestina dan telah berkeluarga sewaktu memasuki biara pertapaan di gunung Sinai. Ia dikenal sebagai seseorang yang mampu bertahan terhadap aneka macam cobaan. Ia mampu mengekang dirinya terhadap segala macam godaan. Setelah selesai masa novisiatnya selama 4 tahun, ia mengikrarkan kaulnya. Melihat kepribadiannya yang menarik, Abbas biara itu meramalkan bahwa Yohanes akan menjadi Terang Besar bagi Gereja.

Beberapa tahun setelah kaulnya, Yohanes mengundurkan diri dari pertapaan gunung Sinai itu dan memencilkan diri ke gurun pasir yang sunyi. Di sana ia mempelajari riwayat para kudus serta berbagai tulisan mereka. Usaha ini berhasil membentuk kepribadiannya menjadi seorang yang bijaksana dan suci. Banyak orang yang tertarik dengan kepribadiannya yang rajin datang meminta nasehat dan bimbingannya. Ia sendiripun sangat sering mengunjungi para pertapa lain di Mesir. Tentang para pertapa Mesir itu, Yohanes berkata: Kebanyakan mereka sudah tua; rambut mereka sudah putih termakan usia; kulit mereka berkerut keriput; tetapi wajah mereka ceria dan memancarkan kebijaksanaan hidup yang mendalam; keramahan dan kegembiraan mereka membuat saya senang berada di antara mereka; hati mereka tertuju kepada Allah dalam kepolosan dan kemurnian.

Dalam usia 70 tahun, Yohanes dipilih sebagai Abbas di tempat pertapaan di Gunung Sinai. Ia menulis sebuah buku mengenai kesempurnaan hidup kristiani, yang terkenal selama berabad-abad. Pada hari-hari menjelang kematiannya, ia mengundurkan diri ke tempat sunyi untuk berdoa dan bertapa. Ia meninggal pada tahun 649.

Renungan Hari Minggu Prapaskah IV - A

Renungan Hari Minggu Prapaskah IV, Thn A/I
Injil       : Yoh 9: 1 – 41

Bacaan pertama diambil dari Kitab Samuel yang pertama. Di sana diceritakan tentang kekecewaan Samuel akan Raja Saul yang hidup tidak sesuai dengan harapan. Terkesan bahwa Samuel larut dalam kekecewaannya, sehingga ia sedikit mendapat teguran dari Allah. Tuhan menghendaki agar Samuel segera melupakan Saul dan mencari yang baru. Tuhan merujuknya kepada keluarga Isai. Awalnya Samuel terkesan akan salah satu putra Isai, yaitu Eliab. Namun Tuhan menolaknya. “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah.” (ay. 7).

Apa yang dikatakan Allah kepada Samuel, itu juga yang diungkapkan Yesus kepada para murid-Nya. Berhadapan dengan orang buta sejak lahir, mereka mengira bahwa penyakit itu lantaran dosa: mungkin orang tuanya atau orang itu sendiri. Namun Yesus mengubah pola pikir mereka dengan menunjukkan apa yang dikehendaki Allah. Bagi Yesus melalui penyakit itu karya Allah hendak dinyatakan dalam diri orang buta itu. Dan itulah yang terjadi. Yesus menunjukkan karya Allah bahwa Dia adalah terang dunia. Orang buta yang merasakan karya Allah dalam diri Yesus itu akhirnya mengakui percaya kepada terang dunia itu (ay. 38).

Bacaan kedua, yang diambil dari Surat Paulus kepada Jemaat di Efesus, seakan merefleksikan peristiwa yang terjadi dalam Injil. Dalam suratnya, Paulus melihat bahwa kita tak jauh beda dengan orang buta dalam Injil. Karena kebutaan, kita hidup dalam kegelapan. Akan tetapi, sejak menerima Kristus, kita hidup dalam terang Tuhan (ay. 8). Kristus adalah terang dunia. Paulus mengajak jemaat untuk tetap hidup dalam terang dan menghindari perbuatan kegelapan. Paulus merincikan hidup dalam terang itu sebagai hidup dalam kebaikan, keadilan dan kebenaran (ay. 9).

Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa Tuhan Yesus adalah Terang Dunia, dan kita hidup dalam terang-Nya. Oleh karena itu, kita diminta untuk senantiasa menghasilkan perbuatan terang. Di masa prapaskah ini, buah-buah perbuatan terang itu dapat menjadi salah satu aksi kita. Misalnya, aksi amal kasih atau menghasilkan buah-buah pertobatan. Bertobat berarti juga kita meninggalkan kegelapan dan hidup dalam terang Tuhan.

by: adrian

Sabtu, 29 Maret 2014

Rekreasi Bersama Umat Katolik Tg Batu


Orang Kudus 29 Maret: St. Bertold

SANTO BERTOLD, RAHIB
 
Santo Bertold adalah tokoh penting bagi Ordo Karmel. Sebagian besar riwayat hidupnya tidak diketahui dengan pasti. Bertold dikenal sebagai seorang rahib. Bersama kawannya Brokard, Bertold bertapa di Gunung Karmel, Palestina dan mendirikan Ordo Karmel pada awal abad ke 13. Brokard sangat dihormati oleh orang Islam.

sumber: Iman Katolik

Renungan Hari Sabtu Prapaskah III - A

Renungan Hari Sabtu Prapaskah III, Thn A/II
Bac I   : Hos 6: 1 – 6; Injil : Luk 18: 9 – 14

Dalam kitab Hosea yang menjadi bacaan pertama, Hosea memberikan gambaran tentang Allah. Dikatakan bahwa sekalipun Allah menghukum umat-Nya, Allah tidak akan membiarkan mereka menderita. Allah “telah memukul dan yang telah membalut kita.” (ay. 1). Selain itu, Hosea menggambarkan bahwa Allah “menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih daripada korban-korban bakaran.” (ay. 6).

Apa yang disukai Allah dalam bacaan pertama, kembali ditegaskan Yesus dalam Injil hari ini. Yesus menyampaikan pengajaran-Nya melalui perumpamaan tentang dua orang yang datang ke Bait Allah untuk berdoa. Yang satunya adalah orang Farisi dan yang lainnya adalah pemungut cukai. Dalam kaca mata manusia, tentulah orang menilai bahwa orang Farisi yang berkenan pada Allah. Pemungut cukai, karena statusnya sebagai orang berdosa, tidak layak masuk ke dalam Bait Allah. Namun dari doa yang terungkap dari mulut kedua orang itu, Yesus menegaskan bahwa Allah berkenan pada pemungut cukai. Sikap sombong sampai merendahan orang lain di hadapan Allah inilah yang membuat doa orang Farisi itu ditolak.

Setiap manusia dipanggil kepada kesucian. Pada masa prapaskah ini pun kita diajak untuk membersihkan diri lewat puasa, derma dan tobat. Sabda Tuhan hari ini menghendaki agar kesucian yang kita dapat jangan sampai merendahkan martabat luhur sesama. Hal ini membuat kesucian itu menjadi sia-sia. Karena itu, janganlah puasa kita sampai pada melecehkan orang lain; janganlah amal kasih kita sampai pada merendahkan martabat sesama kita. Hendaklah tobat kita membawa kita pada kerendahan hati, baik di hadapan Tuhan maupun sesama.

by: adrian

Jumat, 28 Maret 2014

Politik Uang 2: Titip Uang ke Rakyat

Dalam salah satu kegiatan kampanye, seorang calon legislatif (caleg) kedapatan oleh anggota Bawaslu tengah bagi-bagi uang kepada masyarakat. Caleg ini merupakan pendatang baru yang ingin menjadi anggota legislatif. Keesokan harinya, sang caleg itu dipanggil menghadap bawaslu. Di kantor terjadi dialog berikut.

Bawaslu          : Anda telah melanggar hukum.

Caleg Baru      : Peraturan apa yang sudah saya langgar?

Bawaslu          : Anda melakukan politik uang.

Caleg Baru      : Maksudnya? (dengan wajah bingung)

Bawaslu          : Ketika kampanye, Anda membagi-bagikan uang kepada warga. Ini buktinya (menunjukkan rekaman video). Anda terlihat jelas memberi uang kepada masyarakat. Ini pelanggaran.

Caleg Baru  : Saya tidak memberi uang kepada rakyat. Saya hanya menitipkan uang saya kepada rakyat. Nanti setelah saya terpilih jadi anggota legislatif, saya akan mengambilnya kembali. Itu bukan pelanggaran.

Bawaslu          : <#$$%^$#@*&(....??????
Jakarta, 27 Maret 2014
by: adrian
Baca juga humor lainnya:

Politik Uang 1: Kembalikan Uang Rakyat

Dalam salah satu kegiatan kampanye, seorang calon legislatif (caleg) kedapatan oleh anggota Bawaslu tengah bagi-bagi uang kepada masyarakat. Caleg ini merupakan wajah lama yang ingin menjadi anggota legislatif kembali. Oleh karena itu, keesokan harinya, sang caleg itu dipanggil menghadap bawaslu. Di kantor terjadi dialog berikut.

Bawaslu          : Anda sudah melanggar hukum.

Caleg               : Apa yang saya langgar, Pak?

Bawaslu          : Anda melakukan politik uang.

Caleg               : Maksudnya? (wajah bingung)

Bawaslu          : Kemarin, ketika kampanye Anda membagi-bagikan uang kepada warga. Ini buktinya (menunjukkan rekaman video). Anda terlihat jelas memberi uang kepada masyarakat. Ini pelanggaran.

Caleg           : O.., itu toh. Saya tidak memberi uang kepada rakyat. Yang saya lakukan itu adalah saya mengembalikan uang rakyat yang telah saya ambil waktu saya masih aktif di legislatif.

Bawaslu          : %^$#@*&(??????
Jakarta, 27 Maret 2014

Orang Kudus 28 Maret: St. Doroteus

SANTO DOROTEUS GAZA, PENGAKU IMAN
Selagi dalam pendidikan Doroteus bosan dengan segala macam pelajaran di sekolah. Lebih baik aku memegang ular daripada membolak balik buku pelajaran, katanya. Tetapi lama kelamaan ia mengubah sikapnya yang konyol itu dan berjuang menghilangkannya. Hasilnya ialah ia kemudian menjadi orang yang amat rajin dan suka belajar dan membaca.

Semangat baru ini kemudian menghantar dia ke dalam kehidupan membiara pada tahun 530 di sebuah biara di Palestina. Kepada rekan-rekannya ia mengatakan: Jika kita dapat mengalahkan perasaan bosan dan segan belajar sehigga kita menjadi orang yang suka belajar, maka tentunya kita juga dapat mengalahkan hawa nafsu dan menjadi orang yang kudus. Kata-kata ini menunjuk pada tekadnya yang keras membaja untuk mencapai kesempurnaan hidup lewat cara hidup membiara. Salah satu caranya adalah senantiasa bersikap terus terang, dan terbuka hati dan pikiran kepada atasan dan rekan-rekannya. Dengan cara ini ia memperoleh ketenangan batin dan semangat dalam menjalani cara hidup membiara. Dalam bukunya ia menulis: Barangsiapa rajin berdoa dan bermati-raga serta berusaha sungguh-sungguh menguasai kehendaknya, ia akan mencapai ketenteraman batin yang membahagiakan.

Doroteus mencapai kemajuan pesat dalam hidup rohaninya dan kemudian mendirikan dan memimpin sebuah biara pertapaan di Gaza. Ia berusaha memajukan pertapaannya dengan menjalankan pekerjaan-pekerjaannya dengan baik dan menciptakan persaudaraan antar para rahib. Ia selalu berlaku ramah kepada rekan-rekannya. Tahun-tahun terakhir hidupnya, ia mengalami banyak masalah. Godaan dan penyakit merupakan percobaan besar baginya. Namun ia tetap riang. Kepada rekan-rekannya ia mengatakan: Tidaklah sukar mencari dan menemukan sebab musabab dari semua itu. Baiklah kalau kita mempercayakan diri kepada Tuhan sebab Ia tahu apa yang penting dan berguna bagi kita. Tulisan-tulisan rohaninya sangat bagus, sehingga pada abad ke 17 tulisan-tulisan itu diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis dan Inggris.

Bagi Doroteus, kesucian tidaklah sama dengan mengejakan mukzijat-mukzijat dan/atau menjalankan puasa dan tapa. Semuanya itu memang baik dan berguna, kesucian itu suatu tindakan menyangkal diri sendiri dan menundukkan kehendak pribadi kepada kehendak Tuhan atau menhendaki semata-mata apa yang dikehendaki oleh Tuhan, demi cinta kasih akan Dia. Dengan berusaha mencapai tujuan inilah, maka Doroteus akhirnya menjadi orang Kudus.

Renungan Hari Jumat Prapaskah III - A

Renungan Hari Jumat Prapaskah III, Thn A/II
Bac I   : Hos 14: 2 – 10; Injil        : Mrk 12: 28b – 34

Dalam kitab Hosea yang menjadi bacaan pertama, Hosea menekankan dua sikap atau tindakan yang disukai oleh Allah. Dua tindakan itu adalah kata-kata penyesalan dan tobat. Dua tindakan ini akan menyurutkan murka Allah dan mendatangkan rahmat belas kasih Allah (ay. 4). Rahmat belas kasih Allah tentulah akan mendatangkan sukacita dan kebahagiaan bagi umat. Hal ini digambarkan seperti bunga bakung, pohon hawar, pohon zaitun, gandum, anggur Libanon.

Injil hari ini berbicara tentang perintah utama, yaitu kasih kepada Allah dan kepada sesama. Yang menarik dari kisah ini adalah pernyataan Yesus kepada ahli Taurat yang memberi penegasan atas jawaban Yesus soal hukum utama tadi. Kepadanya Yesus berkata, "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” (ay. 34). Tentulah kita bertanya, kenapa Yesus mengatakan demikian. Jawaban ahli Taurat itu masihlah sebatas kata-kata, belum diwujud-nyatakan dalam perbuatan. Tampak jelas bahwa Tuhan menghendaki supaya kita tidak hanya berhenti pada ungkapan baik saja, melainkan sampai pada perbuatan baik.

Apa yang ditekankan Yesus dalam Injil, sama seperti yang ditegaskan Hosea dalam bacaan pertama. Allah tidak hanya puas dengan kata-kata penyesalan saja, melainkan berlanjut dengan pertobatan. Hal yang sama juga dengan ungkapan baik harus berbuah pada perbuatan baik. Inilah yang dikehendaki Tuhan lewat sabda-Nya hari ini. Masa prapaskah mengajak kita untuk tidak hanya sampai pada ungkapan niat dan kata-kata saja. Pada masa prapaskah kita diminta untuk berpuasa, berderma dan bertobat. Tuhan menghendaki agar ketiga tindakan prapaskah ini mewujud-nyata juga dalam tindakan nyata dalam kehidupan.

by: adrian

Kamis, 27 Maret 2014

Membuat Hidup Menjadi Berarti

Pada budak-bangka.blogspot.com tanggal 8 Maret lalu, ada sebuah sharing pengalaman menjawab panggilan Tuhan. Untuk memudahkannya, kami akan mengutip ulang sharing tersebut. Inilah kisahnya:

“Waktu kecil, Maria Margaretha Tjin Mei Fung, mantan Kepala Sekolah Evangelisasi Pribadi Shekinah, bercita-cita menjadi biarawati. Menginjak remaja, mencontoh sang ibu, idolanya, ia jadi ingin berkeluarga. Ia pacaran dengan teman misdinarnya. Orang tua merestui hubungan mereka. Namun terbersit perasaan tak enak di hatinya. Makin lama, perasaan itu makin kuat. Ia gelisah. Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak. Apakah aku dipanggil untuk berkeluarga?

Akhirnya, di tahun ke-3 berpacaran, Mei Fung memutuskan hubungannya. Ia lega, terasa terlepas dari himpitan batu besar. Setelah 8 tahun menelusuri, apakah sebenarnya panggilan hidupnya, ia menjawab: “Ya!” Tahun 1990, di usia 25 tahun, Mei Fung menjadi selibater awam, dan mendirikan Komunitas Putri Sion, komunitas khusus bagi perempuan lajang. Aktif di berbagai organisasi, pewarta, pengajar dan editor, ia masih mempunyai energi untuk mendirikaan sekolah TK bagi mereka yang tak mampu. Saat ini ia prihatin, melihat banyak orang katolik, yang meninggalkan Gereja. “Gereja harus lebih aktif menyapa umatnya, lebih merangkul,” demikian harapannya.”

Syeringnya memang singkat, namun sangat menarik. Ada dua hal yang menarik dari sharing itu. Pertama, bagaimana sdri Mei Fung mau mendengarkan kata hatinya. Di sini kami mengartikan bahwa sdri Mei Fung menjawab panggilan Tuhan. Hal ini sungguh menarik, karena di tengah hingar bingar dan kesibukan kota metropolitan, masih ada seorang gadis yang memberi waktu luang pada keheningan. Dalam keheningan itulah ia mendengarkan suara Tuhan dan menjawabnya.

Kita lihat atau baca dalam kisahnya bahwa sdri Mei Fung sebenarnya sudah punya pacar. Sudah tiga tahun menjalani pacaran. Tidak ada masalah berarti. Keluarga sudah merestui. Dalam kacamata normal, tidak ada yang kurang. Tinggal naik level ke jenjang pernikahan, selesai sudah. Namun, sdri Mei Fung masih merasakan ada yang kurang dalam hidupnya. Kekurangan ini membuatnya gelisah. Dari sinilah dia akhirnya masuk ke dalam keheningan untuk mendengarkan kata hatinya.

Ini merupakan pelajaran berharga bagi manusia modern saat ini. Kebanyakan manusia sibuk, sibuk dan sibuk sampai lupa pada dirinya sendiri dan Tuhan. Pusat kesibukan itu ada di luar yang memaksa hidup manusia larut di dalamnya. Hal ini membuat manusia tidak punya waktu untuk kesendirian bersama Tuhan. Padahal, mungkin saja di tengah kesibukan itu Tuhan memanggil kita karena Dia membutuhkan kita.

Kedua, cara hidup baru. Dalam syeringnya, sdri Mei Fung menampilkan cara hidup baru. Sebenarnya cara hidup ini sudah lama dipraktekkan orang, namun di tengah kesibukan dan modernitas kini, caranya masih terbilang baru. Cara baru itu adalah selibater awam. Mengapa ini dikatakan baru, sekalipun sudah lama dipraktekkan orang? Umumnya orang mengetahui bahwa ada dua cara hidup, yaitu menikah dan tidak menikah, yang dikenal dengan istilah selibat. Umumnya orang tahu bahwa selibat itu hanya dijalani oleh para imam, biarawan (bruder dan frater) dan biarawati (suster). Sdri Mei Fung bukanlah seorang suster. Dia adalah wanita biasa, yang mengambil keputusan hidup selibat demi pelayanan Kerajaan Allah.

Di sini sdri Mei Fung kembali menegaskan apa yang pernah dikatakan Yesus bahwa menikah itu bukanlah sebuah kewajiban, melainkan hak atau pilihan hidup. Ada orang yang memilih hidup dengan menikah ada pula yang memilih hidup untuk tidak menikah. Sdri Mei Fung menegaskan bahwa keputusannya untuk tidak menikah bukan karena takut menikah atau “tidak laku” atau tidak siap, melainkan murni untuk menjawab panggilan Tuhan. Tuhan Yesus pernah berkata, “Ada orang tidak menikah demi Kerajaan Allah.” (bdk. Mat 19: 12). Sekalipun tidak berstatus sebagai suster, sdri Mei Fung, dengan keselibatannya, dapat mengabdi kepada Tuhan.

Ini merupakan pelajaran berharga bagi manusia modern saat ini, khususnya kaum perempuan. Kebanyakan manusia berpikir bahwa dirinya harus menikah. Pada umur sekian harus menikah. Kalau tidak maka akan menjadi aib atau digelari “perawan tak laku” atau “ABG tua”. Karena itu, banyak orang mulai menyibukkan diri untuk mencari pasangan hidup. Berbagai cara, pantas atau tidak pantas, dilakukan. Karena kesibukan itulah, akhirnya orang lupa akan dirinya dan panggilan Tuhan. Di sini sdri Mei Fung mau membuka mata kita, bahwa menikah itu adalah pilihan hidup. Ia mau mengatakan bahwa menikah adalah hak setiap orang. Hak itu bisa digunakan, bisa juga tidak.

Dengan ini, setiap kita diajak untuk mulai memikirkan hidup kita. Sharing dari sdri Mei Fung ini mengajak kita untuk bertanya pada diri kita, apakah saya akan menggunakan hak saya untuk menikah atau tidak. Akan tetapi, yang terpenting itu bukanlah pada pengunaan hak itu atau tidak, melainkan bagaimana mengisi hidup ini. Sdri Mei Fung sudah mencontohkannya. Dia tidak berhenti pada keputusan tidak menggunakan haknya, melainkan berlanjut pada pengabdian pada Kerajaan Allah. Ini sesuai dengan amanat Yesus. Karena hidup ini berarti bukan karena menikah atau tidak menikah, melainkan karena hidup itu berarti bagi sesama.
Jakarta, 12 Maret 2014
by: adrian

Orang Kudus 27 Maret: St. Rupertus

SANTO RUPERTUS, USKUP & PENGAKU IMAN
Rupertus dikenal sebagai orang Kudus keturunan suku bangsa berbahasa Jerman. Sebelum menjadi misionaris di Bavaria sehingga dijuluki Rasul Bavaria, dia telah menjadi Uskup Worms, Jerman. Perjalanan misionernya ke Regensburg, Bavaria, dilakukan pada tahun 697. Di Regensburg, Rupertus bersama beberapa orang rekannya diterima dengan baik oleh adipati Theodo. Adipati ini masih kafir namun ia sangat baik hati dan mendukung para misionaris itu dalam melaksanakan tugasnya sebagai pewarta Injil Kristus.

Agama Kristen memang sudah masuk di wilayah kekuasaan Theodo sebelum kedatangan Rupertus bersama kawan-kawannya. Ini terbukti dari data yang ada bahwa beberapa orang di wilayah ini sudah menganut agama kristen, termasuk saudari kandung Theodo sendiri. Setelah menyaksikan keberhasilan karya para misionaris itu dan merasakan sendiri kebenaran agama kristen, Theodo memutuskan untuk menerima pelajaran agama kristen dari para misionaris itu. Rupertus lah yang mengajari dia agama kristen bersama beberapa orang lainnya. Di Bavaria Rupertus dengan kawan-kawannya mendapat sukses besar dalam karyanya. Untuk memperkokoh karya mereka, Rupertus mendirikan sebuah pusat pendidikan agama di Juvavum, Austria. Di sini ia melayani umatnya sebagai uskup hingga hari kematiannya pada tahun 710.

Renungan Hari Kamis Prapaskah III - A

Renungan Hari Kamis Prapaskah III, Thn A/II
Bac I   : Yer 7: 23 – 28; Injil         : Luk 11: 14 – 23

Dalam bacaan pertama, Yeremia mengungkapkan kekecewaan Allah kepada umat-Nya. Awalnya dikatakan bahwa sebenarnya Allah menghendaki umat pilihan-Nya itu mendengarkan suara Allah dan mengikuti semua jalan yang diperintahkan-Nya supaya umat hidup bahagia (ay. 23). Namun yang terjadi adalah kebalikannya. Dalam kitabnya Yeremia menggambarkan, “Inilah bangsa yang tidak mau mendengarkan suara Tuhan, Allah mereka, dan yang tidak mau menerima penghajaran! Ketulusan mereka sudah lenyap, sudah hapus dari mulut mereka.” (ay. 28).

Gambaran kekecewaan Allah dalam bacaan pertama, merupakan juga gambaran kekecewaan Yesus dalam Injil. Bahkan bisa dikatakan bahwa apa yang dilakukan umat Israel dalam bacaan pertama sama seperti yang dilakukan beberapa orang Israel terhadap Yesus. Ketulusan mereka sudah lenyap, sehingga mereka tidak bisa melihat karya Allah dalam peristiwa penyembuhan orang bisu.

Sabda Tuhan hari ini kembali mau mengingatkan kita bahwa Tuhan menghendaki kita hidup bahagia. Namun kita harus mendengarkan suara-Nya dan mengikuti jalan yang ditunjukkan-Nya. Pada kita diminta kesetiaan dan ketulusan. Kesetiaan dan ketulusan ini membuat kita mampu melihat atau berjumpa dengan Tuhan dalam kehidupan. Di masa prapaskah, kita diajak untuk bertobat. Tuhan menghendaki kita untuk tidak mengulangi dosa dan kesalahan umat Israel di masa lalu.

by: adrian

Rabu, 26 Maret 2014

Umat Harus Berkeadilan & Berbelarasa

UMAT KATOLIK DIMINTA MENUNJUKKAN SOLIDARITAS & KOMITMEN TERHADAP KEADILAN
Uskup Agung William D’Souza dari Patna, India, mendesak umat Katolik untuk menunjukkan “komitmen aktif mereka terhadap keadilan dan berbelarasa” sebagai cara menanggapi tanda-tanda jaman dalam Gereja dan masyarakat.

“Pembelaan hak-hak yang paling rentan adalah prioritas Gereja,” kata prelatus itu di Patna, ibukota negara bagian Bihar, belum lama ini.

Uskup Agung D’Souza menyampaikan seruannya dalam sebuah lokakarya tentang Ajaran Sosial Gereja yang diselenggarakan oleh Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja India.

Uskup Agung itu mengutip nabi Mikha, “Bertindak adil, berbelarasa”, seraya mengatakan bahwa kalimat itu memberikan pencerahan bagi umat Kristiani sebagai cara untuk menanggapi “tanda-tanda jaman”.

Sebanyak 45 peserta dalam lokakarya itu membahas isu-isu utama yang mempengaruhi masyarakat dan Gereja.

Tantangan bagi Gereja, khususnya di negara bagian Bihar, adalah membela hak-hak perempuan dan anak-anak, sistem kasta masih berlaku dan diskriminasi terhadap kelompok agama minoritas di negara yang mayoritas beragama Hindu.

“Ajaran Sosial Gereja bukan hanya teori murni tetapi merupakan seruan untuk komitmen sosial,” kata Pastor Charles Irudayam, sekretaris eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian.

Para imam, orang awam, delegasi dan para ahli dari keuskupan Bihar menghadiri lokakarya itu. Para peserta mengatakan bahwa dengan mengikuti gaya Paus Fransiskus, Gereja di India telah menemukan kembali pentingnya membuat penegasan serius dan aksi sosial yang efektif, dalam rangka mengaktualisasikan dan mewujudkan prinsip-prinsip dasar ajaran sosial seperti solidaritas dengan masyarakat miskin di India.

Emosi Masa Kanak-Kanak Awal

EMOSI YANG UMUM PADA AWAL MASA KANAK-KANAK
Amarah
Penyebab amarah yang paling umum adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan dan serangan yang hebat dari anak lain. Anak mengungkapkan rasa marah dengan ledakan amarah yang ditandai dengan menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat-lompat atau memukul.

Takut
Pembiasaan, peniruan dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan berperan penting dalam menimbulkan rasa takut, seperti cerita-cerita, gambar-gambar, acara radio dan televisi dan film-film dengan unsur yang menakutkan. Pada mulanya reaksi anak terhadap rasa takut adalah panik, kemudian menjadi lebih khusus seperti lari, menghindar dan bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang menakutkan.

Cemburu
Anak menjadi cemburu bila ia mengira bahwa minat dan perhatian orang tua beralih kepada orang lain di dalam keluarga, biasanya adik yang baru lahir. Anak yang lebih muda dapat mengungkapkan kecemburuannya secara terbuka atau menunjukkannya dengan kembali berperilaku seperti anak kecil, seperti mengompol, pura-pura sakit atau menjadi nakal. Perilaku ini semua bertujuan untuk menarik perhatian.

Ingin Tahu
Anak mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang baru dilihatnya, juga mengenai tubuhnya sendiri dan tubuh orang lain. Reaksi pertama adalah dalam bentuk penjelajahan sensomotorik; kemudian sebagai akibat dari tekanan sosial dan hukuman, ia bereaksi dengan bertanya.

Iri Hati
Anak-anak sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang dimiliki orang lain. Iri hati ini diungkapkan dalam bermacam-macam cara, yang paling umum adalah mengeluh tentang barangnya sendiri, dengan mengungkapkan keinginan untuk memiliki barang seperti dimiliki orang lain, atau dengan mengambil barang-barang yang menimbulkan iri hati.

Gembira
Anak-anak merasa gembira karena sehat, situasi yang tidak layak, bunyi yang tiba-tiba atau yang tidak diharapkan, bencana yang ringan, membohongi orang lain dan berhasil melakukan tugas yang dianggap sulit. Anak mengungkapkan kegembiraannya dengan tersenyum dan tertawa, bertepuk tangan, melompat-lompat atau memeluk benda atau orang yang membuatnya bahagia.

Sedih
Anak-anak merasa sedih karena kehilangan segala sesuatu yang dicintai atau yang dianggap penting bagi dirinya, apakah itu orang, binatang atau benda mati seperti mainan. Secara khas anak mengungkapkan kesedihannya dengan menangis dan dengan kehilangan minat terhadap kegiatan normalnya, termasuk makan.

Kasih Sayang
Anak-anak belajar mencintai orang, binatang atau benda yang menyenangkannya. Ia mengungkapkan kasih sayang secara lisan bila sudah besar tetapi ketika masih kecil anak menyatakannya secara fisik dengan memeluk, menepuk dan mencium obyek kasih sayangnya.

sumber: Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 116

Orang Kudus 26 Maret: St. Ludgerus

SANTO LUDGERUS, USKUP
 
Ludgerus lahir pada tahun 742. Cita-cita imamatnya tercapai ketika ia ditabhiskan menjadi imam dan kemudian menjadi uskup pertama di Muenster, Jerman. Sebagai uskup ia berusaha keras mempertobatkan orang-orang Jerman yang masih kafir dan meletakkan dasar yang kokoh bagi perkembangan iman umat di seluruh keuskupannya. Ia meninggal dunia pada tahun 809, tatkala sedang dalam perjalanan apostolis mengelilingi wilayah keuskupannya.

Renungan Hari Rabu Prapaskah III - A

Renungan Hari Rabu Prapaskah III, Thn A/II
Bac I   : Ul 4: 1, 5 – 9; Injil            : Mat 5: 17 – 19

Dalam bacaan pertama, Musa mengingatkan kembali umat Israel akan ketetapan dan peraturan yang sudah diberikan oleh Tuhan. Ketetapan dan peraturan itu dilihat bukan sebagai pengekang kebebasan umat, melainkan sebagai ungkapan keistimewaan bangsa Israel di antara bangsa-bangsa lain. Selain itu juga, hal itu dilihat sebagai ungkapan kedekatan Allah kepada umat pilihan-Nya. Karena itu, Musa mengajak umat Israel untuk setia melaksanakan ketetapan dan peraturan itu, serta menyampaikannya “kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu.” (ay. 9).

Nasehat Musa kepada umat Israel kembali ditegaskan oleh Yesus dalam Injil hari ini. Memang Yesus mengawali pengajaran-Nya bahwa kedatangan-Nya hendak menggenapi ketetapan dan peraturan yang sudah ada. Akan tetapi sebagaimana Musa, Yesus juga meminta umat untuk setia melaksanakan ketetapan itu, sekalipun yang terkecil. Intinya adalah jangan mengabaikan kehendak Allah sekalipun hal itu terkesan kecil dan sederhana.

Sabda Tuhan hari ini mau berbicara soal ketetapan dan peraturan yang dari Allah. Hal ini dilihat sebagai kehendak Allah bagi kita. Terhadap semua itu, kita diminta untuk melaksanakannya dengan setia. Dalam melaksanakan kehendak-Nya itu, kita janganlah memilih-milih mana kehendak Allah yang utama dan mana yang kurang, mana yang besar dan mana yang kecil. Kehendak Tuhan dalam sabda-Nya hari ini dapat diterapkan dalam kehidupan kita di masa prapaskah ini. Dalam masa prapaskah, kita diajak untuk bertobat. Pertobatan yang diminta adalah perubahan dari semua dosa yang pernah kita lakukan, entah itu kecil, sedang atau besar. Semua dosa itu hendaknya kita tinggalkan.

by: adrian

Selasa, 25 Maret 2014

(Refleksi) Dunia Sudah Gila

YANG SETIA DISINGKIRKAN
Pengantar

Pesan Bunda Maria ini diambil dari wawancara batin antara Don Stefano Gobbi dan Bunda Maria. Wawancara batin adalah suatu gejala mistik yang ada dalam kehidupan Gereja. Ia bukanlah komunikasi inderawi. Dalam wawancara batin ini orang tidak mendengar dengan telinga atau melihat dengan mata dan tidak ada sesuatu yang bisa disentuh. Jadi, wawancara batin merupakan karunia dalam wujud pesan yang disampaikan Allah supaya kita laksanakan dengan bantuan-Nya.

Dalam wawancara batin di sini, Don Stefano menjadi alat komunikasi; dengan tetap menjaga kebebasannya, ia mengungkapkan persetujuan terhadap kegiatan Roh Kudus. Artinya, ia tidak mencari-cari gagasan atau cara pengungkapannya. Ia murni sebagai penyalur pesan.

Wawancara batin antara Bunda Maria dan Don Stefano Gobbi ini memuat pesan Bunda Maria untuk para imam. Pesan yang disampaikan dalam wawancara batin ini, meski terjadi pada tahun 1977, tapi nilai dan maknanya masih relevan hingga saat kini. Pesan Bunda Maria ini, secara khusus ditujukan kepada para imam, namun peruntukkannya bisa juga untuk umat katolik dan umat manusia pada umumnya. Jadi, dalam pesan Bunda Maria yang disampaikan masa lalu, terdapat butir-butir pencerahan untuk masa sekarang.

Semuanya tergantung sejauh mana mata hati kita melihatnya.



Bunda Maria Berpesan
“Kekacauan berkembang semakin parah, juga di dalam Gereja, dan kini menyebar ke segala penjuru dunia. Yang pertama akan digempur adalah para imam. Mereka membiarkan diri dijerumuskan oleh ketidaksetiaan. Setiap hari jumlah mereka yang membiarkan diri dijerumuskan oleh kesesatan ini semakin besar.

Atas nama kemajuan, sejumlah imam telah menjadi hamba dunia dan hidup menurut dunia. Mereka telah menggantikan doa dengan kegiatan yang menyibukkan; mereka telah menggantikan mati raga dengan terus memburu penghiburan dan kenikmatan; mereka telah mengganti kekudusan dengan semakin patuh kepada dosa. Mereka telah menjadi jasad berjalan, kubur yang dicat putih, yang masih menyebut diri imam, tetapi oleh Puteraku Yesus, tidak lagi diakui sebagai imam.

Dan sayang sekali, tidak jarang orang-orang seperti itulah yang paling dihargai, yang berhasil mencapai sukses dan yang ditempatkan pada kedudukan dengan tanggung jawab besar.

Mereka yang tetap setia biasanya adalah mereka yang dianiaya, yang paling tidak diacuhkan dan kadang-kadang sengaja disingkirkan.

Dengan demikian kegelapan merajalela dan awan setan berusaha menutupi segala sesuatu: setiap hari kemurtadan semakin besar.”
10 Maret 1977
diedit dari: Marian Centre Indonesia, Kepada Para Imam: Putra-putra Terkasih Bunda Maria. (hlm 284 – 285)

Dialog ttg "Perceraian" Katolik

PERLU DIALOG YANG SEGAR TERKAIT UMAT KATOLIK BERCERAI DAN MENIKAH LAGI
Dalam pendekatan terhadap umat Katolik bercerai dan menikah kembali secara sipil, Gereja Katolik perlu menemukan jalan tengah yang tidak merusak atau meninggalkan doktrin, namun menawarkan interpretasi “baru” ajaran Gereja untuk membantu mereka yang telah gagal dalam pernikahan, kata Walter Kardinal Kasper.

“Saya mengusulkan cara yang sedikit longgar dan keringanan hukuman,” kata kardinal Jerman dan teolog itu kepada Radio Vatikan, 10 Maret.

Pendekatan yang menghindari dua ekstrem — “tidak bertentangan dengan moralitas, dan tidak bertentangan dengan doktrin, namun aplikasi doktrin (dimaksudkan) mendukung  situasi saat ini bagi sebagian besar umat dan memberikan kontribusi kepada mereka untuk menciptakan perkawinan bahagia,” katanya,  dalam bahasa Italia.

Kardinal itu merujuk pada ceramahnya  yang panjang saat ia menjelaskan pada sebuah diskusi tentang kehidupan keluarga pada 20-21 Februari, yang digelar Kolese Kardinal. Ceramah berjudul “Injili Keluarga,” akan diterbitkan pada Maret di  Jerman dan Italia oleh penerbitan swasta.

Pada kata pengantar buku itu, yang diterbitkan pada 12 Maret di surat kabar Vatikan, L’Osservatore Romano, Kardinal Kasper mengatakan sinode mendatang harus memutuskan apa langkah yang harus diambil untuk membantu keluarga, tapi awam Katolik harus juga dikonsultasikan.

“Kita semua selibat sementara sebagian besar umat beriman hidup berkeluarga, dalam situasi konkret mereka kadang menghadapi kesulitan,” katanya.

Dalam diskusi publik tentang respon Gereja bagi umat Katolik bercerai dan menikah kembali secara sipil, para uskup dan paus harus mengatakan sesuatu, katanya. “Kita jelas tidak bisa menanggapi semua harapan, tetapi jika kita mengulang tanggapan yang sama, hal itu akan menimbulkan kekecewaan yang besar.”

Kardinal Kasper mengatakan kepada Radio Vatikan bahwa tanggapan terhadap kuesioner Vatikan tentang kehidupan keluarga Katolik, yang dibuat dalam persiapan Sinode Para Uskup tentang Keluarga pada Oktober – menunjukkan, ada kesulitan dan kejurangan di antara ajaran Gereja dan situasi aktual dari banyak umat.

“Gereja harus menjembatani jurang ini,” katanya, dalam bahasa Inggris, “tetapi Gereja harus menjelaskan dengan cara baru tentang keluarga dan perkawinan guna membantu umat dan tetap setia pada Injil.”