Kaum muda, bangkitlah!
Sosialisasi OMK Paroki St. Yosep TBK
Kita tahu bahwa kaum muda itu adalah harapan bangsa,
karena masa depan sebuah bangsa ada di tangan kaum muda. Bangsa yang maju
adalah bangsa yang memperhatikan anak-anak mudanya dan anak-anak mudanya pun
mau maju. Kita bisa ambil contoh negara Jepang setelah kalah dalam Perang Dunia
II. Waktu itu mereka hancur total. Namun dalam sekejap Jepang menjadi sebuah
negara yang super maju. Hal ini disebabkan karena pemerintahnya memberi
perhatian khusus kepada kaum mudanya dan kaum mudanya sendiri memberi diri pada
perhatian pemerintahnya. Artinya, kaum mudanya sendiri mau maju.
Pemuda adalah harapan bangsa karena di masa depan
pemudalah yang akan memimpin bangsa. Karena itu bisa dibayangkan jika seandainya
kaum mudanya merupakan sekelompok manusia yang tak becus. Misalnya, hidup
moralnya tak benar, suka mabuk-mabukan, suka mencuri, dll. Tentulah masa depan
bangsa itu akan suram.
Gambaran bangsa ini tak jauh berbeda dengan Gereja.
Kaum muda juga merupakan harapan Gereja, karena masa depan Gereja ada di tangan
kaum muda. Nah, inilah yang mau disampaikan pada kesempatan sosialisasi ini. Namun
sebelumnya, marilah kita bersama-sama melihat situasi Gereja di Eropa untuk
kita bercermin.
Melihat Gereja Eropa
Eropa dulu adalah kristen. Berbicara soal Eropa, maka
orang tak bisa dipisahkan dari kekristenan. Benih kekristenan di Indonesia pun
datang dari Eropa (Portugal, Spanyol, Belanda, Perancis, dll). Hampir sebagian
besar daratan Eropa awalnya merupakan basis agama kristen.
Akan tetapi, bagaimana dengan
sekarang? Dapatkah sekarang orang-orang kristen membanggakan diri dengan
keeropaannya?
Ada tiga situasi Gereja Eropa saat ini, yaitu: Gereja
tua, Gereja kosong dan Gereja mati. "Tua" di sini bukan dalam arti usia
gedung atau sejarah keberadaan jemaat kristennya, melainkan bahwa yang hadir
saat ini di gereja-gereja hanyalah orang tua. Yang muda sudah meninggalkan
gereja. Hal inilah yang menyebabkan banyak gereja menjadi kosong; dan cepat
atau lambat gereja menjadi mati. Dan hal ini memang sudah terjadi. Ada banyak
gereja saat ini sudah beralih fungsi. Ada yang jadi bioskop, mall, Rumah Sakit,
dll.
Ada beberapa sebab yang saling berkaitan. Kita tidak
bisa mengatakan bahwa salah satu penyebab inilah yang menjadi faktornya,
melainkan saling kait-mengkait. Setidaknya ada empat faktor penyebab. Pertama, Gereja kaku. Tak bisa dipungkiri bahwa ada banyak kekakuan dalam
gereja katolik. Misalnya, soal liturgi, aturan-aturan gereja, sikap imamnya, dll.
Kekakuan ini menyebabkan tidak ada ruang bagi kompromi, inovasi dan
kreativitas. Kekakuan adalah sikap yang bertentangan dengan jiwa kaum muda itu
sendiri. Karena itulah, ada banyak kaum muda yang mengatasi kekakuan ini dengan
“lompat pagar” meninggalkan gereja.
Kedua, budaya materialisme dan hedonisme. Dapat dikatakan bahwa budaya materialisme
dan hedonisme sudah masuk ke dalam gereja, merasuki semua umat, tak terkecuali
kaum mudanya. Budaya hedonisme adalah budaya yang mengutamakan kenikmatan di
atas segalanya. Nah, berkaitan dengan kehidupan gereja, orang merasa bahwa
gereja itu tidak mendatangkan kenikmatan dan kepuasan; apalagi bila kotbah
pastornya yang buruk atau liturginya yang itu-itu saja sehingga menimbulkan
kebosanan. Karena itulah banyak umat, khususnya kaum muda, mencari kepuasan di
tempat lain. Budaya materialisme mendasari sikap untung rugi. Orang yang sudah
dirasuki budaya materialisme ini hanya akan mencari sesuatu yang menguntungkan
bagi dirinya, yang bisa ditakar dengan materi. Karena itulah, orang yang
materialis akan malas datang ke gereja karena dirasakannya tidak mendatangkan
keuntungan.
Ketiga, kaum muda terabaikan. Mungkin kaum muda kurang mendapat perhatian
dari gereja, karena gereja (para imamnya) sibuk mengurus kekayaan dan hal lain
atau terlalu kaku dengan aturan. Karena tidak diperhatikan, maka kaum mudanya
pergi ke tempat lain untuk mendapatkan perhatian. Hal ini terjadi ketika
gereja-gereja aliran pentekostal muncul, kaum muda merasa mendapatkan
tempatnya.
Keempat, filsafat relativisme. Ketika masih menjabat Ketua Dewan
Kepausan untuk Doktrin Iman, Paus Benediktus XVI sangat keras melawan filsafat
relativisme ini. Filsafat relativisme ini berpengaruh pada sikap orang terhadap
gereja. Filsafat ini memunculkan prinsip: church
no, Jesus yes! Filsafat ini juga membawa pengaruh pada pandangan agama yang
dilihat sama saja. Misalnya, antara katolik dan protestan dari dedominasi mana
saja. Orang berpikir, yang penting kan
kristen, sama-sama pengikut Kristus. Padahal ada begitu banyak perbedaan. Hal
yang sama juga terjadi dengan agama lain. Orang berpikir bahwa agama itu sama
saja, karena tujuannya ke surga. Padahal ada prinsip yang mendasar soal
keselamatan itu yang berbeda.
Bagaimana dengan Gereja Kita
Kita telah melihat situasi Gereja di Eropa. Dari situ
kita dapat mengajukan pertanyaan, bagaimana dengan situasi Gereja di tempat
kita? Apakah Gereja Katolik di Tanjung Balai Karimun sudah “tua” atau kosong
atau mati?
Saya tidak mau menjawabnya. Andalah yang dapat
menjawabnya. Saya hanya mau mengajak kita untuk melihat faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya situasi Gereja di Eropa. Dapatlah dipastikan bahwa
faktor-faktor penyebab di atas sudah ada di sini. Tak bisa dipungkiri bahwa
terkadang sikap Gereja (baca: pastor) terlalu kaku tanpa kompromi. Kita juga
tak bisa menyangkal bahwa budaya materialisme dan hedonisme sudah merasuk ke
sendi-sendi kehidupan. Ada banyak kaum muda kita yang “lompat pagar”, baik
dengan cara diam-diam maupun dengan cara terbuka, karena tidak menemukan
kenikmatan atau keuntungan dalam Gereja kita. Filsafat relativisme juga ada dalam
kehidupan kita saat ini. Karena itu ada umat yang menganggap bahwa semua agama
itu sama saja.
Semua itu memang ada dalam kehiduapan Gereja kita saat
ini. Nah, pertanyaan kita adalah apakah kita akan membiarkan Gereja kita
menjadi tua, kosong dan mati? Kita harus ingat bahwa masa depan Gereja ada di
tangan kaum muda, bukan di tangan pastor atau suster. Kalau begitu, apa sikap
kita? Apa yang harus kita lakukan?
Bapak Uskup kita, Hilarius Moa Nurak, SVD, pernah
berkata bahwa Gereja tidak boleh tua, sekalipun usianya terus bertambah. Gereja
harus tetap menjadi muda. Artinya, gereja mesti diisi kaum muda. Bukan berarti orang tua dan anak-anak tidak perlu ke gereja. Yang dimaksudkan Bapak Uskup adalah agar kaum mudanya aktif dalam kehidupan menggereja.
Karena itu, kita harus memberi perhatian kepada kaum muda, karena merekalah harapan dan masa depan Gereja. Sama seperti negara Jepang di mana kaum mudanya mau memberi diri dalam mengembangkan negaranya, demikian pula harapannya dengan kaum muda Gereja Katolik St. Yosep TBK.
Karena itu, kita harus memberi perhatian kepada kaum muda, karena merekalah harapan dan masa depan Gereja. Sama seperti negara Jepang di mana kaum mudanya mau memberi diri dalam mengembangkan negaranya, demikian pula harapannya dengan kaum muda Gereja Katolik St. Yosep TBK.
Bercermin pada Sinode II
Gereja Keuskupan Pangkalpinang telah melaksanakan
sidang sinodenya yang kedua. Hasil sidang itu tertuang dalam buku, “Menjadi Gereja Partisipatif: Pedoman
Pastoral Keuskupan Pangkalpinang.” Dua hal yang bisa direnungkan adalah Gereja kaum awam dan Gereja partisipatif. Dua hal ini
sepertinya saling berkaitan, tak bisa dilepaskan. Dan dua hal ini harus dilihat
dari perjalanan sejarah Gereja Katolik di keuskupan kita, secara khusus paroki
kita.
Tak bisa dipungkiri bahwa benih iman Katolik pertama
sekali ditaburkan oleh kaum awam dari etnis Tionghoa. Berawal dari Moro. Mereka
datang dari Paroki
Pin Hai di Fu Kien (Tiongkok). Ketika di Moro mereka hidup membaur
dengan masyarakat lain dari etnis Melayu. Mereka bukan saja sibuk bekerja dan
memelihara imannya sendiri, melainkan juga mereka mengajar dan mempersiapkan
orang untuk dibaptis. Artinya, mereka berperan sebagai katekis. Mereka bukan
sarjana atau ahli agama. Mereka adalah nelayan. Tapi mereka terpanggil untuk
mewartakan Injil. Karena panggilan itulah akhirnya mereka mau mengajari dan
mempersiapkan orang untuk dibaptis.
Sekitar tahun 1933 (1936 ?) ada wabah penyakit malaria dan
kolera. Wabah ini menyebabkan masyarakat, termasuk umat Katolik bermigrasi ke
luar dari Moro. Ada yang ke Tanjung Batu dan ada juga yang ke Karimun (Tanjung Balai).
Di Tanjung Batu keluarga bapak Alena merupakan pilar Gereja Katolik.
Pada tahun 1930-an memang sudah ada tenaga imam yang
melayani umat Katolik. Akan tetapi dengan jumlah imam yang terbatas dan medan
yang sangat luas, membuat peran katekis tak tergantikan. Dan lagi-lagi orang
dari etnis Tionghoa ini juga yang menjadi katekisnya. Kita dapat mencatat di
sini Josef Tan Soei Chi, Maria
Tan Mui Ching
dan Philips Kwan Liang Thai yang berperan sebagai katekis atau
guru agama. Mereka-mereka inilah kaum awam yang berperan dalam
perkembangan iman Katolik di Tanjung Balai Karimun. Ini bisa terjadi karena adanya
kemauan dalam dirinya, bukan soal kemampuan.
Kemudian muncullah perantau dari Flores yang membawa
tradisi katolik dari Flores. Mereka ini juga datang dan memberi diri untuk
perkembangan iman Katolik. Ada di antara mereka yang berstatuskan katekis atau
guru agama. Lalu datanglah katekis-katekis resmi dari Jawa, seperti bapak Andi
dan bapak Yakobus.
Artinya, umat dengan kesadarannya berperan aktif dalam
membangun Gereja. Kesadaran ini juga yang hendak dibangun saaat ini, khususnya
dalam diri kaum muda.
Kaum Muda dan Tantangannya
Ada orang yang mengatakan bahwa masa muda adalah masa
yang indah. Keindahan ini karena dikaitkan dengan hidup senang foya-foya. Akan
tetapi kalau kita perhatikan dengan teliti terlihat bahwa keindahan itu
hanyalah sesaat saja. Tentu kita ingat akan pepatah, “Berakit-rakit ke hulu,
berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”
Pepatah ini seakan mau membalikkan prinsip umum kaum muda yang hanya memikirkan
kehidupan saat ini dan di sini saja. Pepatah tadi mau mengatakan bahwa kita
perlu juga memperhatikan dan mempersiapkan sesuatu saat ini untuk di kemudian
hari.
Prinsip kaum muda yang hanya
memikirkan kehidupan sesaat saja inilah yang menimbulkan tantangan. Ada banyak
tantangan yang terjadi dalam kehidupan kaum muda, misalnya seperti:
1. Bahaya narkoba
2. Pernikahan dini
3. Hamil di luar nikah
4. Kumpul kebo
5. Seks bebas
6. Tidak adanya ketrampilan kerja
7. Pendidikan lanjut (di luar Karimun)
8. Pindah gereja/agama
9. Serangan terhadap iman katolik dari
gereja lain dan juga dari agama lain
10.
Dan tantangan
lainnya.
Tantangan-tantangan di atas jelas sangat mencemaskan
Gereja saat ini. Tentulah tantangan ini bukan menjadi tugas tanggung jawab
pastor dan pengurus DPP saja, melainkan juga semua umat, termasuk kaum muda.
Kaum muda harus bertanggung jawab dalam menghadapi tantangan ini, karena
tantangan ini berkaitan langsung dengan kehidupannya. Bisa juga dikatakan bahwa
tantangan ini diciptakan oleh kaum muda atau hidup berdampingan dengan kehidupan kaum muda.
Oleh karena
itulah, kepada kaum muda Katolik Paroki St Yosep Tanjung Balai Karimun
diserukan untuk bangkit menghadapi dan melawan tantangannya. Untuk menjawab
tantangan ini, dari moderator OMK membuat rancangan agenda umum. Agenda ini
bersifat tawaran, khususnya berkaitan dengan waktu. Agenda umum itu adalah sbb:
1. Misa OMK. Di sini, sesuai dengan amanat
sinode, kaum muda diajak untuk berpusat pada Kristus. Dalam 1 tahun ada dua
kali misa OMK dengan memanfaatkan momen valentine day (14 Feb) dan
Sumpah Pemuda (28 Okt).
2. LKTD (Latihan Kepemimpinan Tingkat
Dasar). Soal waktunya akan dipikirkan kemudian.
3. Pembekalan/Pencerahan (momen tgl merah). Di sini bisa
diisi dengan berbagai kegiatan seperti seminar, diskusi, ceramah, dll. Temanya
disesuaikan dengan kebutuhan/tantangan kaum muda.
4. Bakti Sosial. Di sini, sesuai dengan amanat
sinode, kaum muda diajak untuk bermisi. Acara yang bisa dilakukan misalnya
seperti donor darah, bersihkan pasar, tanam manggrove/bakau di sepanjang jalan
lingkar, bazar, dll. Ini bisa dilakukan saat aksi APP atau HUT paroki.
Kaum Muda dan Sinode II
Sinode II Keuskupan Pangkalpinang memberi perhatian
juga kepada kaum muda Katolik yang dikenal dengan istilah Orang Muda Katolik
(OMK). Malah bisa dikatakan bahwa sinode menyerukan agar OMK ini diperhatikan.
Akan tetapi, sangat penting juga jika OMK-nya sendiri juga mau memberi diri
diperhatikan.
Berkaitan dengan hasil sinode II ini,
keuskupan memperkenalkan struktur paroki yang baru, di mana pengurus di tingkat
paroki dipilih dengan berangkat dari bawah, yaitu KBG. Artinya, di tingkat KBG
akan ada pemilihan pengurus KBG dengan seksi-seksinya, termasuk seksi OMK. Dari
KBG inilah nantinya orang-orang ini akan diangkat ke tingkat wilayah sebagai
pengurus wilayah dan ketua seksi wilayah. Dan dari tingkat wilayah ini akan
sampai pada DKPP atau seksi ini-itu.
Oleh karena itu, sebagai wujud memberi
diri, sangat diharapkan agar kaum muda hadir dan melibatkan diri dalam KBG.
Dari sanalah nanti akan terbentuk kepengurusan seksi OMK paroki/stasi. Seksi
OMK, dalam menjalankan tugasnya, akan didampingi oleh moderator OMK dan juga
tim pendamping yang berjumlah 12 orang.
Apa tugas seksi OMK paroki? Tugas
utama adalah mengkoordinir OMK yang ada, baik yang struktural maupun yang non
struktural. Selain itu tugas lainnya adalah mewujudkan agenda umum di atas.
Tugas lain adalah menjalin relasi dengan OMK-OMK paroki lain atau keuskupan
lain serta membangun relasi dengan kaum muda lintas gereja dan agama. Tidak
lupa pula kehadiran OMK dalam kehidupan menggereja, baik di tingkat KBG maupun
di paroki sendiri.
Di atas sudah disebutkan adanya OMK
non struktural. Apa itu? OMK non struktural adalah kelompok OMK yang tidak masuk
dalam struktur paroki yang baru. Mereka bergerak dalam kategori-kategori.
Tujuan utama kategori ini adalah perekat kesatuan. Saat ini kita baru memiliki
satu OMK kategorial, yaitu OMK Saroha. Ke depan sangat diharapkan munculnya
OMK-OMK dengan kategori-kategori berdasarkan minat/bakat, pendidikan dan
profesi.
Oleh karena itu, kami mengundang
kepada semua kaum muda untuk membentuk kelompok kategorial khusus kaum muda.
Ini bisa menjadi salah satu sarana untuk menjawab dan menghadapi tantangan.
Kelompok kategorial itu bisa seperti: OMK Pelajar, OMK Karya, OMK Guru, OMK
Legio Maria, OMK THS/THM, OMK Flores, OMK Cina, OMK Koor, OMK Kelahiran
Karimun, OMK Voli, OMK Pencinta Liturgi Gregorian, OMK Jawa, OMK Peduli Orang
Sakit, OMK Pencinta Lingkungan, OMK Karismatik, OMK Kitab Suci, dll.
Masih ada banyak lagi kategorinya.
Intinya adalah bahwa kategori itulah yang menyatukannya. Misalnya, karena
sama-sama pelajar, maka membentuk OMK Pelajar. Atau karena minatnya pada Legio
Maria atau lingkungan hidup maka dibentuklah OMK Legio dan OMK Pencinta
Lingkungan. Seorang pelajar bisa masuk dalam OMK Pelajar dan OMK Legio
sekaligus, sejauh dia bisa mengatur dirinya.
Berapa jumlah anggota dalam satu
kelompok kategorial itu? Ada beberapa kelompok kategorial yang memang dibatasi
jumlahnya, tapi yang lain bebas. Yang dibatasi adalah OMK Legio Maria, di mana
satu kelompok tidak lebih dari 20 orang. Jadi, seandainya ada 50 orang tertarik
dengan Legio Maria dan mau membentuk OMK Legio Maria, maka mereka bisa
membentuk 3-4 kelompok yang dikenal dengan istilah presidium. Nama presidiumnya
mengambil gelar-gelar Bunda Maria. Sedangkan kelompok lain tak dibatasi.
Mungkin 10 orang punya minat pada perhatian kepada orang sakit, maka 10 orang
ini membentuk satu kelompok kategorial, mungkin dengan nama OMK St. Carolus
Boromeus.
OMK Kategorial
Di atas sudah dipaparkan contoh-contoh OMK kategorial.
Masih terbuka pada contoh lain, tergantung pada minat dan bakat kaum muda. Yang
jelas haruslah berorientasi pada kebaikan dan bermanfaat baik bagi kaum muda
itu sendiri maupun bagi orang lain. OMK kategorial ini dalam struktur paroki
yang baru tidak mendapat tepatnya. Oleh karena itu, posisinya berada di luar
struktural. Akan tetapi, OMK kategorial ini tetap berada di bawah koordinasi
seksi OMK paroki dan/atau stasi. Artinya, jalur komunikasi dan komandonya
jelas, yaitu ketua seksi OMK paroki dan/atau stasi. Karena berada di luar
struktural, maka pelantikan OMK kategorial bukanlah merupakan suatu kewajiban,
kecuali OMK Legio Maria, karena hal itu sudah merupakan tuntutan. Yang jelas
OMK kategorial tidak membutuhkan SK (Surat Keputusan) pengangkatan. Yang lebih
dibutuhkan adalah karya.
Satu hal yang perlu diketahui adalah
bahwa pembentukan kelompok kategorial ini berasal dari bawah, yaitu dari OMK
sendiri, bukan dari pastor paroki, moderator OMK atau tim pendamping OMK. Jadi,
masing-masing kaum muda mencoba mengenali bakat dan minat dalam dirinya dan
teman-temannya. Dari situlah kemudian muncul pembicaraan untuk membentuk sebuah
kelompok kategorial. Yang mesti disadari adalah ini merupakan wujud konkret partisipasi
dalam Gereja, sebagaimana yang diamanatkan sinode. Selain itu juga, harus
disadari bahwa dengan membentuk kelompok kategorial ini, kaum muda memiliki
aktivitas yang berguna serta belajar untuk berkomitmen.
Semua OMK kategorial memiliki hak dan
kewajiban yang sama. Hendaknya hak dan kewajiban itu berimbang. Hak itu adalah
perhatian dari Gereja berkaitan dengan pengembangan iman, moral dan
kepribadian. Apa yang bisa dilakukan oleh OMK kategorial? Di sini saya akan
memberikan tugas kewajiban umum, yang berlaku bagi semua OMK kategorial:
1. Berdoa bersama dalam kelompoknya
masing-masing (soal waktunya ditentukan sendiri)
2. Ikut dalam agenda umum OMK
3. Berpartisipasi dalam kehidupan
menggereja, baik di tingkat KBG maupun di paroki/stasi
Sedangkan kewajiban khusus OMK
kategorial dikaitkan dengan kategorinya. Di sini saya hanya mengungkapkan
beberapa contoh saja. Misalnya OMK Legio Maria. Kegiatan OMK Legio Maria, mau
tak mau, harus mengacu pada statuta Legio Maria.
Atau OMK Peduli orang sakit,
kegiatan khusus mereka adalah mengunjungi orang sakit, baik di rumah maupun di
rumah sakit dan mendoakan mereka. Mereka juga terbuka untuk mendoakan orang
sakit yang bukan katolik, jika seandainya diminta. Untuk itu, kelompok ini
hendaknya memiliki jaringan dengan pihak rumah sakit atau pengurus KBG.
OMK Koor/paduan suara memiliki
kegiatan khusus latihan koor. Soal waktu merupakan kesepakatan kelompok, karena
di sinilah mereka belajar untuk setia dan berkomitmen. Bisa saja buah dari
latihan ini adalah tampil pada momen-momen tertentu, misalnya misa pemberkatan.
Dalam satu paroki bisa saja terdapat 2 atau lebih OMK koor.
OMK pencinta lingkungan bisa membuat
kegiatan khusus berkaitan dengan kecintaannya pada lingkungan. Misalnya
membersihkan lingkungan gereja atau di luar gereja, camping, naik gunung, mengolah limbah, dll.
OMK karismatik mempunyai kegiatan
khusus seperti latih lagu puji-pujian, mendoakan orang sakit, dll. OMK pelajar
dapat membuat kegiatan khusus berkaitan dirinya sebagai pelajar, yaitu belajar
bersama, berdiskusi, berkreasi (misalnya membuat tulisan, puisi, pantun lalu
ditampilkan di mading paroki), dll.
Penutup
Demikianlah uraian singkat soal OMK Paroki St. Yosep
Tanjung Balai Karimun. Intinya adalah agar kaum muda katolik Paroki St. Yosep
TBK bangkit untuk menghadapi tantangan dan mewujudkan harapan Gereja. Kaum muda
bukanlah obyek pastoral, melainkan subyek pastoral. Oleh karena itu, kaum muda
harus mau dan berani memberi diri dalam kehidupan berpastoral di paroki kita.
Akhir kata, kami menghaturkan banyak
terima kasih atas kerelaan dn kemauan kaum muda untuk menanggapi seruan ini.
Apa yang diutarakan di sini bukan untuk kepentingan pastor atau pengurus DPP,
melainkan untuk kepentingan kaum muda itu sendiri dan demi Gereja. Karena masa
depan Gereja kita ada di tangan kaum muda.
Pastoran, 1 Agustus 2012
by: adrian