
Gereja
adalah bagian dari dunia. Karena itu prinsip-prinsip keduniaan, meski tidak
semuanya, dapat diadopsi oleh Gereja. Salah satunya adalah soal transparansi
laporan keuangan. Sudah saatnya pengelolaan harta benda Gereja, termasuk
keuangan, dilakukan secara transparan agar umat mengetahuinya.
Ada
beberapa alasan kenapa Gereja, dalam hal ini paroki, harus transparan dalam
pengelolaan keuangan. Pertama, sumber
keuangan paroki adalah dari umat (kolekte, intensi, stipendium, donasi, dll).
Oleh karena itu, adalah hak umat untuk mengetahui pengelolaan keuangan paroki:
berapa yang masuk, bagaimana dikelola, bagaimana pemakaiannya, berapa keluar,
berapa hasil akhirnya, dll. Dapatlah dikatakan bahwa transparansi merupakan
bentuk akuntabilitas.
Kedua, dengan adanya transparansi keuangan berarti
umat dilibatkan; umat menjadi berpartisipasi aktif. Di sini umat akan merasa
memiliki Gereja (cinta akan parokinya), melalui kontrolnya atas laporan
keuangan yang dibuat secara transparan.
Ketiga, semua manusia memiliki kelemahan, terlebih
dalam hal uang. Manusia, sekalipun imam, sangat rentan terhadap penyalahgunaan
uang. Karena itu benar kata orang bahwa korupsi tidak pandang bulu. Korupsi
bukan hanya milik para pejabat negara, tetapi juga bisa melanda pejabat Gereja
(baca: hirarki): uskup, imam dan suster. Dengan adanya transparansi maka bahaya
penyelewengan keuangan bisa diminimalisir.