Minggu, 07 Juni 2015

Transparansi Keuangan Bukan Do Ut Des


Gereja adalah bagian dari dunia. Karena itu prinsip-prinsip keduniaan, meski tidak semuanya, dapat diadopsi oleh Gereja. Salah satunya adalah soal transparansi laporan keuangan. Sudah saatnya pengelolaan harta benda Gereja, termasuk keuangan, dilakukan secara transparan agar umat mengetahuinya.

Ada beberapa alasan kenapa Gereja, dalam hal ini paroki, harus transparan dalam pengelolaan keuangan. Pertama, sumber keuangan paroki adalah dari umat (kolekte, intensi, stipendium, donasi, dll). Oleh karena itu, adalah hak umat untuk mengetahui pengelolaan keuangan paroki: berapa yang masuk, bagaimana dikelola, bagaimana pemakaiannya, berapa keluar, berapa hasil akhirnya, dll. Dapatlah dikatakan bahwa transparansi merupakan bentuk akuntabilitas.

Kedua, dengan adanya transparansi keuangan berarti umat dilibatkan; umat menjadi berpartisipasi aktif. Di sini umat akan merasa memiliki Gereja (cinta akan parokinya), melalui kontrolnya atas laporan keuangan yang dibuat secara transparan.

Ketiga, semua manusia memiliki kelemahan, terlebih dalam hal uang. Manusia, sekalipun imam, sangat rentan terhadap penyalahgunaan uang. Karena itu benar kata orang bahwa korupsi tidak pandang bulu. Korupsi bukan hanya milik para pejabat negara, tetapi juga bisa melanda pejabat Gereja (baca: hirarki): uskup, imam dan suster. Dengan adanya transparansi maka bahaya penyelewengan keuangan bisa diminimalisir.

Renungan HR Tubuh & Darah Kristus, Thn B

Renungan Hari Raya Tubuh & Darah Kristus, Thn B/I
Bac I  Kel 24: 3 – 8; Bac II        Ibr 9: 11 – 15;

Hari ini Gereja Universal mengajak kita untuk merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Tubuh dan Darah, dalam tradisi Israel, merupakan lambang korban keselamatan. Karena itu, tubuh dan darah Kristus adalah korban untuk keselamatan umat manusia. Bacaan-bacaan liturgi hari ini mengungkapkan hal tersebut. Bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Keluaran, bisa menjadi latar belakang tradisi korban ini. Diceritakan bahwa Musa meminta orang-orang muda bangsa Israel untuk “mempersembahkan korban bakaran dan menyembelih lembu-lembu jantan sebagai korban keselamatan kepada Tuhan.” (ay. 5). Kemudian darah korban itu direciki ke umat.
Tradisi Israel ini kemudian direfleksikan penulis Kitab Surat kepada Orang Ibrani dengan mengaitkannya pada korban Kristus di salib. Penulis melihat bahwa Tuhan Yesus hadir sebagai Imam Besar yang membawa korban persembahan. Namun berbeda dengan imam besar lainnya, Tuhan Yesus tidak membawa domba jantan atau anak lembu melainkan diri-Nya sendiri sebagai persembahan itu. Darah yang dicurahkan untuk “menguduskan mereka yang najis” (ay. 13) bukanlah darah domba jantan atau anak lembu, tetapi darah Tuhan Yesus sendiri. Karena itu, penulis surat ini mengatakan bahwa jika darah domba jantan atau anak lembu saja bisa menyucikan, lebih lagi darah Kristus (ay. 14).
Injil hari ini berkisah tentang perjamuan malam terakhir Tuhan Yesus bersama para murid-Nya. Meski perjamuan, di sana ada juga persembahan. Dalam perjamuan itu, Tuhan Yesus seakan mengulang kembali tradisi korban persembahan dengan menggunakan media yang berbeda. Dia tidak memakai tubuh hewan dan darahnya, melainkan roti dan anggur. Namun nilai keduanya serupa dengan korban biasanya, karena roti itu menjadi tubuh-Nya, dan anggur itu adalah darah-Nya. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa Tuhan Yesus tengah mempersiapkan komunitas baru dengan suatu tradisi baru. Mereka tidak lagi merayakan korban keselamatan itu dengan korban bakaran domba jantan atau anak lembu, melainkan dengan perjamuan roti dan anggur. Inilah ekaristi yang hingga kini dijalani umat kristiani.
Sabda Tuhan hari ini mau menjelaskan dan menegaskan kepada kita tentang perjalanan tubuh dan darah Kristus sebagai korban keselamatan. Dewasa kini tubuh dan darah Kristus hadir dalam perayaan ekaristi. Kita disadarkan bahwa perayaan ekaristi memiliki latar belakang tradisi korban dari bangsa Israel, yang mempunyai tujuan untuk keselamatan. Karena itu, ekaristi pun harus dilihat sebagai perayaan keselamatan. Dengan merayakan ekaristi, kita disadarkan bahwa Tuhan Yesus telah mengorbankan diri-Nya di kayu salib demi keselamatan kita. Oleh karena itu, karena begitu mulianya perayaan itu, hendaklah kita menaruh hormat pada perayaan ekaristi dan senantiasa bersyukur pada Kristus yang rela berkorban demi kita.***
by: adrian