“Saya tidak habis pikir dengan Pak Rudi. Dua hari yang lalu meminta agar
saya fokus mengelola kelompok klien otomotif, tadi pagi dia bilang saya harus
fokus pada klien perbankan dengan alasan yang kurang jelas,” cerita Denny.
“Kamu masih lebih baik, Den. Saya kemarin ditegur di depan yang lain karena
terlambat 20 menit masuk kantor. Tapi tadi saya lihat dia hampir lebih dari 30
menit terlambat,” timpal Monika.
Denny berkata, “Sekarang saya jadi bingung apa yang harus saya lakukan.
Tidak ada arahan yang jelas bagaimana caranya handle account perbankan,
apalagi background saya adalah teknik. Sebenarnya maunya Pak
Rudi itu apa sih.”
“Sudahlah…, Den. Kita kan hanya staf yang harus ikut maunya bos. Terkadang
untuk level kita harus lebih banyak bersabar,” sahut Monika untuk meredakan
emosi Denny.
Perbincangan tersebut mungkin terjadi juga di organisasi kita. Karyawan
sering kali membicarakan gaya kepemimpinan atasan yang dirasa kurang update dengan
dinamika tim. Sering kali para pemimpin merasa dirinya sudah melakukan hal yang
benar, apalagi dengan kesuksesan yang dicapai di tahun-tahun sebelumnya. Hal
itu makin melengkapi pembenaran terhadap diri sendiri.
Hal yang perlu diingatkan kembali bagi pemimpin seperti contoh tersebut adalah kondisi organisasi, lingkungan, tantangan dan karakter tim akan selalu berubah seiring dengan berjalannya waktu. Michael Hammer mengatakan, “Jika Anda pikir Anda hebat, berarti Anda akan mati. Keberhasilan di masa lalu tidak punya implikasi terhadap keberhasilan di masa depan.” Sekali lagi, para pemimpin perlu mencermati kalimat Hammer tersebut, agar update dengan perubahan yang ada.