YANG DISATUKAN ALLAH, JANGAN DICERAIKAN MANUSIA
Seorang pria dan kekasihnya menikah dan acara pernikahannya sungguh megah.
Semua kawan dan anggota keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari
yang berbahagia tersebut. Suatu acara yang luar biasa mengesankan.
Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang
mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling
mencintai.
Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, “Sayang, aku
baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali
pernikahan,” katanya sambil menyodorkan majalah tersebut.
“Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari
pasangan kita. Kemudian, kita akan membahas bagaimana mengubah hal-hal tersebut
dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia …”
Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang
tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya
mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikkan mereka
bersama. Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang
terlintas dalam benak mereka masing-masing.
Pagi harinya, ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya. “Aku akan mulai
duluan ya,” kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak sekali yang
ditulisnya, sekitar 3 halaman …. Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal
yang tidak disukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa airmata suaminya mulai
mengalir.
“Maaf, apakah aku harus berhenti?” Tanyanya.
“Oh tidak, lanjutkan…,” jawab suaminya.
Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis di atas meja dan berkata dengan bahagia. “Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu.”
“Oh tidak, lanjutkan…,” jawab suaminya.
Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis di atas meja dan berkata dengan bahagia. “Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu.”
Dengan suara
perlahan suaminya membuka lipatan kertasnya yang kosong putih bersih lalu
berkata, “Aku tidak mencatat sesuatu pun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau
sudah sempurna, dan aku tidak ingin mengubahmu. Engkau adalah dirimu sendiri.
Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satu pun dari pribadimu yang kudapati
kurang…."
Sang istri
tersentak terdiam beberapa saat sebelum memeluk sang suami. Mereka larut dalam
haru. Suatu pembaharuan janji perkawinan telah tercipta lagi pagi itu.
Mengapa harus
menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan, dan menyakitkan
jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah?
(Anonim)