Senin, 17 Mei 2021

MELIHAT ISI BUKU SEJARAH TEROR


 

Dewasa kini agama islam selalu diidentikkan dengan terorisme. Hal ini bukan saja disebabkan karena pelaku teroris itu beragama islam atau tindakan mereka dilakukan atas nama islam, tetapi juga karena ajaran islam terkandung juga terorisme. Al-Qur’an memuat banyak perintah kepada umat islam untuk menebarkan ketakutan kepada kaum kafir, yang adalah umat non islam. Al-Qur’an tidak hanya sebatas mengkafir-kafirkan umat agama lain, tetapi juga berusaha untuk membinasakan orang kafir. Karena Al-Qur’an merupakan pedoman bagi umat islam, maka terorisme menjadi pilihan hidup bagi umat islam.

Tentulah banyak umat islam menolak tudingan tersebut. Selain mencap orang yang menuding itu dengan sebutan islamfobia, mereka juga menegaskan bahwa islam adalah agama damai. Istilah yang biasa disampaikan adalah rahmatan lil alamin. Benarkah argumentasi mereka itu?

Sangat menarik kalau kita membaca buku yang ditulis oleh Lawrence Wright dengan berjudul “SEJARAH TEROR: Jalan Panjang Menuju 11/9”. Yang membuat buku ini menarik adalah karena buku ini memiliki keterkaitan erat dengan buku KUDETA MEKKAH meski ditulis oleh dua penulis yang berbeda. Dalam buku KUDETA MEKKAH dikatakan bahwa aksi yang dilakukan Juhaiman menjadi cikal bakal tragedi 11 September (11/9). Karena itu, buku SEJARAH TEROR merupakan kelanjutan dari KUDETA MEKKAH.

Wright menyajikan tulisannya dalam bentuk narasi, sama seperti Yaroslav Trofimov, sehingga enak membacanya. Bahasa yang dipakai pun cukup sederhana bagi pembaca awam sekalipun. Buku, yang edisi Indonesianya ini diterbitkan oleh Penerbit Kanisius, mempunyai 576 halaman dilengkapi beberapa foto-foto dokumentasi.

Meski buku ini terbilang bagus, namun masih terdapat beberapa kekurangan. Pertama, judulnya “Sejarah Teror” agak tendensius, karena seakan-akan hanya islam saja yang memiliki tradisi teror. Kedua, sekalipun dikatakan “Sejarah Teror”, namun tidak terungkap jelas akar terorisme itu. Padahal, salah satu harapan pembaca adalah mengetahui penyebab terorisme. Ketiga, ending ceritanya terkesan tiba-tiba dan cepat. Karena Lawrence Wright menggunakan gaya narasi dalam penulisannya, maka dia menggunakan alur cerita. Nah, kami merasa bahwa akhir cerita buku ini muncul mendadak dan begitu singkat (hlm. 446 – 551).

Apa yang mau dikatakan Lawrence Wright lewat bukunya ini? Sebenarnya ada banyak hal yang hendak disampaikan. Namun kami menampilkan dua catatan besar.