Ketika
ada isu PKI (Partai Komunis Indonesia), ormas islam paling getol tampil
menentang. Seperti saat demo menentang pembahasan Rancangan Undang-undang
Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Persaudaraan Aliansi (PA) 212, sebuah
kelompok islam yang dulu menjatuhkan Basuki Tjahaya Purnama (BTP), tampil
garang. Sekalipun di tengah bahaya pandemic covid-19, mereka turun ke jalanan
tanpa memperhatikan protocol kesehatan. Bahkan anak-anak pun diikut-sertakan.
Kelompok ini tekesan mempunyai tujuan luhur, yakni membela Pancasila. Ketua PA
212, Slamet Maarif, mengaku tak khawatir terjangkit virus covid-19 setelah
berkerumun dalam demonstrasi menolak RUU HIP. Menurut Slamet, demonstran yang
mengatas-namakan Aliansi Nasional Antikomunis itu rela mengorbankan hidupnya
demi menyelamatkan Pancasila dan NKRI.
Jika
diperhatikan dan dicermati aksi-aksi menentang komunisme dan antek-anteknya
seperti PKI, kelihatan ormas-ormas islam ini terkesan mengidap fobia. Wikipedia
mengartikan fobia sebagai rasa takut yang berlebihan pada sesuatu hal atau
fenomena. Ketakutan itu terkadang irrasional. Misalnya, orang fobia pada hantu,
melihat bayangan saja sudah ketakutan, atau melihat di kejauhan daun
melambai-lambai mengira hantu, atau mendengar suara kresek-kresek di kamar
sebelah di malam gelap sudah ketakutan karena menyangka itu hantu, padahal
hantunya sama sekali tidak ada. Secara sederhana, orang yang fobia mengalami
ketakutan pada hal-hal yang sebenarnya tidak ada, atau takut pada hal-hal yang
mirip, identik, mendekati dengan apa yang ditakuti.
Demikianlah
dengan ormas-ormas islam. Ketika melihat ada gambar palu arit, mereka langsung
bergejolak dan ketakutan akan bahaya kebangkitan komunisme atau PKI. Bahkan
ketika ada seminar yang membahas komunisme pun langsung dituding dengan
kebangkitan PKI. Hal seperti inilah yang terjadi saat demo menentang RUU HIP.
Juru bicara PA 212, Novel Bamukmin, dalam acara diskusi di Kompas TV
mengungkapkan kecurigaan kelompoknya akan tumbuhnya benih-benih komunisme yang
tertuang dalam RUU HIP. Padahal bila membaca teks-teks RUU tersebut, sama
sekali tidak ada indikasi ke sana. Pakar Komunikasi Univesitas Indonesia, Ade
Armando, dalam acara yang sama menegaskan hal tersebut. Bagi Ade, pasal-pasal
yang ada di RUU lebih pada pro rakyat, tidak ada unsur kebangkitan komunisme
sebagaimana dicurigai kelompok PA 212.