Dalam penilaian kinerja, mulai dari tingkat supervisor sampai manajer senior, aspek “developing others” bisa dipastikan selalu ada di antara penilaian kompetensi. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kita meyakini kegiatan pengembangan anak buah ini sangat penting. Kita sadar bahwa apapun bisnis dan organisasinya, manusia adalah aset “intangible” terpenting, bahkan juga aset terbesar. Pertanyaannya, dalam organisasi kita, berapa banyak dari jajaran pimpinan yang sudah mendapat nilai “baik” atau “memuaskan” pada aspek developing others ini? Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa di banyak perusahaan, bahkan perusahaan yang dinilai memiliki sistem talent management yang sudah mumpuni, skor developing others ini mayoritas rendah dibandingkan dengan skor-skor lainnya. Apakah ini disebabkan masing-masing individu cenderung semata memikirkan karier pribadinya daripada masa depan anak buah atau masa depan perusahaan?
Kita bisa merasa sedikit lega karena penelitian menunjukkan bahwa kesadaran bahwa manusia itu penting tetap ada. Tantangannya adalah karena pengembangan manusia ini memakan waktu yang panjang dan membutuhkan keseriusan serta pendalaman mengenai sifat manusia. Kesulitan menguasai aset bisnis paling berharga ini kadang menyebabkan aktivitas pengembangan manusia menjadi seperti lingkaran setan. Semakin tidak bisa mendalaminya, semakin kita merasakan kesenjangannya. Semakin merasakan kesenjangan, semakin kita merasa kesal terhadap kondisi sumber daya manusia yang tidak akomodatif. Pada akhirnya, kita lebih sering mengeluh dan memiliki anggapan bahwa memang manusianya yang payah dan tidak mau dikembangkan.
Mentalitas Perajin