Minggu, 07 Juni 2020

BEBERAPA KIAT MENGELOLA KARYA PASTORAL


Setiap manusia tentu memiliki masalah. Tak terkecuali juga dalam dunia pastoral. Akan tetapi masalah dalam dunia pastoral bukan untuk dihindari atau membiarkan waktu yang menyelesaikannya. Masalah dapat memacu kita untuk berpikir keras mencari jalan keluar. Untuk mencari jalan keluar atas masalah, kita jangan selalu puas dengan satu cara saja. Prinsip “Ada banyak jalan menuju Roma” dapat diterapkan di sini. Dengan prinsip ini maka kita akan dipancing untuk terus berkreasi dan berinovasi. Tanpa inovasi terus menerus, pastoral kita akan stagnan dan mati.
Oleh karena itu, pemimpin pastoral sebuah paroki harus memperhatikan prinsip ini agar hidup menggereja umatnya tetap hidup. Pastor paroki sebagai pemimpin, ibarat sebuah perusahaan, menjadi tulang punggung maju dan berkembangnya paroki, karena dari dirinya lahir kebijaksanaan untuk karya pastoral. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan pastor paroki.
Sikap Rendah Hati dan Mendengar
Penelitian membuktikan bahwa pemimpin yang efektif dan inovatif justru pemimpin yang mengumpulkan orang-orang yang kritis dan siap memberi umpan balik dan masukan terhadap praktek-praktek perusahaan, lembaga atau negara. Seorang pemimpin tidak perlu mengeluarkan “power”nya untuk menggerakkan inovasi. Sebaliknya, sikap rendah hati penting dimiliki untuk menumbuhkan spirit inovasi. Secara logis kita bisa membayangkan bahwa di bawah tekanan, ide-ide cemerlang tidak bakal muncul. Suasana kritik mengkritik yang positif, serta tantang menantang ide perlu digiatkan. Kita bahkan perlu mengembangkannya spirit “jawaban belum tentu ada di pihak kita” sehingga muncul semangat mencari tahu dan mendengarkan orang lain.
Oleh karena itu, seorang pastor paroki harus membangun sikap rendah hati untuk mau mendengarkan suara-suara lain, baik dari rekan kerjanya maupun dari DPP serta umat. Jangan karena sebagai Kepala Paroki, kita langsung memegang kuasa sehingga tidak perlu meminta dan mendengarkan pendapat atau gagasan orang lain. Jangan pula takut dengan kritik sejauh kritik itu berguna bagi perkembangan karya pastoral. Pastor paroki hendaknya memiliki sikap “keputusan saya belum tentu yang terbaik” sehingga ada semangat untuk mencari tahu yang lebih baik dengan mendengarkan rekan kerja, DPP atau umat.

SEBUAH REFLEKSI ATAS PERJALANAN KAUL KEMISKINAN


Kaul kemiskinan merupakan satu dari tiga kaul yang diucapkan oleh mereka yang ditahbiskan menjadi imam serta mereka yang mengikatkan dirinya pada suatu Lembaga Hidup Bakti. Istilah kaul lebih sering digunakan untuk biarawan dan biarawati, yang masuk dalam Lembaga Hidup Bakti, sedangkan istilah janji dipakai untuk imam non Lembaga Hidup Bakti atau imam diosesan. Dalam tulisan permenungan ini istilah yang dipakai cuma “kaul” saja, namun bukan lantas berarti tulisan ini hanya ditujukan pada anggota Hidup Bakti. Dengan penyebutan atau penulisan kata “kaul” berarti termaksud juga istilah “janji”.
Di atas sudah dikatakan bahwa kaul kemiskinan ini merupakan salah satu dari tiga kaul. Ketiga kaul itu adalah kemiskinan, kemurnian (selibat) dan ketaatan. Ketiga kaul ini termasuk tiga nasehat Injil, dengan catatan dilakukan demi kerajaan Allah. Tiga nasehat Injil ini didasarkan pada sabda dan teladan Tuhan dan dianjurkan oleh para Rasul, para Bapa-bapa Gereja. Maka nasehat-nasehat itu merupakan kurnia ilahi, yang oleh Gereja diterima dari Tuhan dan selalu dipelihara dengan bantuan rahmat-Nya demi tercapainya cinta kasih sempurna. (Lumen Gentium no 43, Perfectae Caritatis no 1).
Memang dewasa ini tiga nasehat Injil ini identik dengan kaum religius dan para imam (klerikus). Namun bukan berarti bahwa ketiga nasehat Injil ini hanya khusus untuk mereka. Umat beriman kristiani juga wajib menghayatinya (bdk. LG, no 44). Malah bisa dikatakan bahwa penghayatan nasehat-nasehat Injil sebagai wujud mengikuti Kristus muncul pertama kali dalam diri kaum awam (bdk. PC no 1). Namun, baik awam maupun bukan, Lumen Gentium menasehati agar “setiap orang yang dipanggil untuk mengikrarkan nasehat-nasehat Injil sungguh-sungguh berusaha, supaya ia bertahan dan semakin maju dalam panggilan yang diterimanya dari Allah, demi makin suburnya kesucian Gereja, supaya makin dimuliakanlah Tritunggal yang satu tak terbagi, yang dalam Kristus dan dengan perantaraan Kristus menjadi sumber dan asal segala kesucian.” (no. 47).