Selasa, 07 Agustus 2012

Asal Kata Manna

Pada saat bangsa Israel menghadapi bahaya kelaparan di Padang Gurun, Allah menunjukkan belas kasih-Nya dengan menurunkan makanan seperti roti. Namanya manna. Asal kata "manna" itu seperti ini.

Waktu itu Musa sudah terbilang tua. Matanya rabun. Ketika pagi-pagi buta Allah menurunkan embun ke perkemahan bangsa Israel. Waktu matahari terbit, embun tadi menguap dan membeku. Embun yang membeku itu terlihat seperti roti. Ketika warga Israel bangun dan keluar dari tenda, mereka dikejutkan dengan kehadiran benda itu. Benda tersebut menyelimuti halaman perkemahan bangsa Israel. Akan tetapi, tak ada satu orang Israel pun yang tahu apa barang itu. Mereka saling bertanya satu sama lain, tapi tak ada jawaban.

Seorang warga berlari menuju tenda Musa, yang saat itu masih sedang asyik tidur. Orang itu membangunkan Musa.

Warga : "Musa, bangun! Ada berang aneh di luar."
Musa   : "Ada apa?"

Musa bangun dan sedikit menggerakkan badannya. Ia berjalan menuju pintu tenda.

Warga : "Ada benda seperti roti, berhamparan di halaman tenda kita."

Musa ke luar dari tenda. Ia menguap sejenak.

Warga : "Benda apa itu, Musa? Apa namanya?"

Warga yang lain datang menghampiri tenda Musa. Karena sedikit silau oleh cahaya surya, musa menggosok-gosokkan matanya sambil berkata, "Mana? Mana?"

Warga yang lain, ketika mendengar Musa menyebut kata "mana", spontan berkata, "Oh, namanya manna."


Dari situlah akhirnya roti yang diberikan Allah kepada umat-Nya disebut manna.

by: adrian
Baca juga humor lainnya:

(Pencerahan) Second Opinion


PANDANGAN MATANYA

Komandan tentara pendudukan berkata kepada kepala desa di pegunungan, “Kami yakin, kamu menyembunyikan seorang pengkhianat di kampungmu ini. Jika kamu tidak menyerahkannya kepada kami, dengan segala cara kami akan menyiksa kamu bersama dengan penduduk desamu.”

Kampung itu memang menyembunyikan seseorang yang tampaknya baik, tidak bersalah serta disayang semua orang. Tetapi apa daya kepala desa itu, kalau keselamatan seluruh kampungnya terancam.

Musyawarah berhari-hari di balai desa ternyata tidak menghasilkan apa-apa. Akhirnya, kepala desa membicarakan masalah itu dengan pastor di desa. Semalam suntuk mereka berdua mencari-cari pesan dalam Kitab Suci dan akhirnya menemukan pemecahan. Ada nas yang mengatakan, “Lebih baik satu orang mati daripada seluruh bangsa.”

Maka kepala desa menyerahkan orang yang tidak bersalah itu kepada tentara pendudukan, sambil memohon supaya ia diampuni. Namun orang itu justru berkata bahwa tidak ada yang perlu dimohonkan ampun. Ia tidak ingin membahayakan desa. Maka ia pun disiksa dengan kejam, sampai-sampai teriakannya terdengar di seluruh desa. Akhirnya ia dibunuh.

Dua puluh tahun kemudian seorang nabi melewati desa itu dan langsung pergi menemui kepala desa. Katanya, “Apa yang telah engkau lakukan? Orang itu ditunjuk oleh Tuhan menjadi penyelamat negeri ini. Dan ia telah kau serahkan untuk disiksa dan dibunuh.”

“Tidak ada jalan lain!” Kata kepala desa membela diri. “Pastor bersama saya telah mencari pesan dalam Kitab Suci dan berbuat sesuai dengan pesan itu.”

“Itulah kesalahanmu!” Kata sang nabi. “Engkau mencari-cari dalam Kitab Suci. Seharusnya engkau juga mencari jawaban dalam matanya.”

by: Anthony de Mello, Burung Berkicau
Baca juga refleksi lainnya:

Orang Kudus 7 Agustus: St. Sixtus II


SANTO SIXTUS II, PAUS & MARTIR
Sixtus II dipilih menjadi paus menggantikan Paus Santo Stefanus pada 30 Agustus 257. Setahun kemudian, pada 6 Agustus 258, ketika sedang merayakan ibadat di makam para martir Praetextatus, ia ditangkap dan langsung dipenggal kepalanya di tempat itu juga. Bersama dengan dia, dibunuh juga diakon Santo Felisisimus dan Santo Agapitus. Beberapa hari kemudian Santo Laurensius mengalami hal yang sama.

Pembunuhan dilakukan sehubungan dengan penolakan Paus Sixtus II dan rekan-rekannya itu terhadap hukum yang dikeluarkan Kaisar Valerianus. Tak ada certa yang diketahui perihal asal usul dan kisah hidup Sixtus II, kecuali bahwa selama masa kepausannya pertentangan dengan gereja-gereja Afrika dan Asia Kecil perihal permandian kembali orang-orang heretik terus berlanjut. Sixtus II berpendirian bahwa orang-orang heretik itu tidak perlu dipermandikan ulang; sedangan para pemimpin gereja-gereja Afrika dan Asia Kecil mengharuskan permandian ulang orang-orang heretik itu.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Selasa Biasa XVIII - Thn II

Renungan Hari Selasa Pekan Biasa XVIII B/II
Bac I  Yer 30: 1 – 2, 12 – 15, 18 – 22 ; Injil       Mat 14: 22 – 36

Dalam Injil hari ini diceritakan perjuangan para murid yang dihantam gelombang. Mereka ada di dalam perahu dan situasinya gelap, karena kejadiannya malam. Gelombang dan malam yang gelap membuat mereka tidak lagi mengenali kehadiran Tuhan Yesus. Malah Yesus yang datang disangka hantu sehingga menimbulkan ketakutan. Bisa dibayangkan situasi mereka saat itu: makin parah.

Namun Yesus meminta mereka untuk tidak takut. Dan ketika Yesus masuk ke dalam perahu, gelombang pun hilang. Danau menjadi tenang. Dari sinilah muncul ungkapan iman, "Sesungguhnya Engkau Anak Allah." (ay. 33).

Dalam kisah ini Yesus mau mengatakan bahwa Dia adalah sumber ketenangan. Para murid dapat tenang setelah Yesus hidup bersama mereka. Hidup bersama ini terlihat dari ungkapan "naik (masuk) ke perahu.

Warta Injil ini sejalan dengan bacaan pertama. Yeremia mengungkapkan bahwa dosa menyebabkan umat Israel hidup menderita. Dosa di sini berarti hidup menjauh dari Allah. Namun Allah masih berbelas kasih. Ia akan memberi keselamatan dan kebebasan asal umat mau hidup dekat dan Allah akan bersama mereka.

Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita di saat susah dam derita kita undang Tuhan masuk ke dalam hidup kita. Tak jarang kita menghadapi gelombang dalam hidup karena dosa (malam, gelap sebagai simbol dosa) dan menjauhkan Tuhan dari kehidupan kita. Oleh karena itu, hari ini Tuhan mengajak kita untuk membiarkan Dia masuk ke dalam "perahu" kehidupan kita. Kehadiran Tuhan dapat meredakan gejolak kehidupan.

Akan tetapi, maukah kita mengundang-Nya???

by: adrian