NIKAH BEDA GEREJA/AGAMA
Sudah beberapa kali
saya menerima permintaan surat pernyataan dari orang tua yang anaknya mau
menikah di gereja kristen. Ketika mereka minta surat itu, umumnya mereka tidak
dengan terang dan jelas soal maksud surat itu. Selang beberapa bulan
berikutnya saya baru tahu bahwa surat itu mau menyatakan bahwa anaknya sudah
tidak katolik lagi. Artinya, dengan surat itu mau dinyatakan bahwa gereja
kristen “tidak” merebut umat katolik.
Fenomena “lompat pagar”
karena perkawinan sudah sering kita dengar akhir-akhir ini. Awalnya saya
berpikir dengan cara katolik: bisa menikah dengan tetap berpegang pada iman dan
keyakinan masing-masing. Ternyata sama sekali tidak. Dan sayangnya, banyak
anak-anak muda kita tidak tahu dan menyadari hal tersebut.
Tulisan ini mau membuka
mata hati kaum muda yang sedang bersiap-siap membangun mahligai rumah tangga.
Semoga dengan tulisan ini, anak-anak muda katolik dapat mengambil sikap. Tulisan
ini bertitik tolak dari sharing pengalaman seorang umat kita.
“Pengasuh yang baik, saya seorang perempuan yang sedang
mempersiapkan diri untuk menikah. Saya membaca di HIDUP Edisi 16 mengenai
perkawinan campur. Calon saya seorang HKBP. Dia bilang kalau dia menikah di
gereja lain, dia tidak akan diakui lagi sebagai jemaat HKBP. Maka, dia tidak
mau diberkati di Gereja Katolik. Bagaimana caranya saya meyakinkan dia bahwa
diberkati di Gereja Katolik tidak membuat dia pindah keyakinan?
Yosefine, Bekasi
Kawin Campur: Gereja Katolik Ada Solusi
Mempersiapkan
pernikahan selalu membawa pengalaman yang banyak menyita pikiran dan hati.
Beberapa hal memang tidak banyak terpikirkan, tetapi hal-hal pokok menjadi
sangat menentukan. Jadi, pertama-tama yang ingin disampaikan adalah semoga mereka
yang mau menikah mendapat berkat Tuhan agar menjadi bijaksana dalam
mempersiapkan pernikahan yang akan dilangsungkan.
Sejauh
ini, kebanyakan institusi agama memang tidak memungkinkan pernikahan beda
agama. Ritus maupun tata caranya hanya mungkin dilakukan dengan penyamaan iman.
Artinya, dengan demikian pernikahan setiap orang harus seagama atau dianggap
begitu dalam proses pernikahannya. Proses ini menjadi sulit, khususnya kalau
salah satu pihak yang berbeda agama tidak bermaksud untuk pindah iman.
Keharusan pindah agama ini menjadi mutlak, karena tata cara pernikahan beda
agama tidak ada.
Perpindahan
agama tentu saja tidak selalu dikehendaki oleh pasangan yang menikah. Kenyataan
ini sering kali menjadi hambatan ketika pasangan akhirnya memutuskan untuk
menikah, bahkan mungkin menjadi ganjalan dan sandungan antar keluarga besar
calon mempelai.
Dalam
proses pernikahan di institusi lain, misalnya HKBP, Yosefine (seperti contoh di
atas) memang akan dimasukkan dalam keanggotaan Gereja tersebut. Artinya, ada
proses pindah ke agama Protestan karena pernikahan. Proses pernikahan dengan
cara ini mudah, karena halangan nikah beda agama tidak dialami. Padahal, hal
yang mudah itu akan membawa persoalan iman dan administratif. Soal iman yang
"pindah" itu membuat Yosefine pindah status agama juga. Dengan
menikah di Gereja lain, Yosefine akan secara langsung terkena sanksi keluar
dari Gereja Katolik, karena diandaikan Yosefine resmi menerima iman dari Gereja
lain.
Gereja
Katolik menjawab persoalan ini dengan cara yang dapat dikatakan lebih adil,
yaitu dengan pernikahan menurut tata cara Katolik, tetapi kedua pihak tetap
dalam agamanya masing-masing. Jadi, kalau calon pasangan dari Gereja HKBP, dia
tidak akan dibaptis atau dimasukkan dalam Gereja Katolik. Tata cara pernikahan
campur ada dalam Gereja Katolik tanpa memasukkan pihak non-Katolik ke dalam
Gereja Katolik.
Oleh
karena itu, kaum muda yang hendak menikah, mesti menyampaikan kepada pasangannya
seputar perkawinan beda Gereja ini, termasuk aturan dan konsekuensinya. Tata
cara Katolik tidak membuat pasangan Anda mengingkari imannya, karena tata cara
dibuat dengan penyesuaian ritus. Misalnya, tanpa Misa. Peneguh dan semua doa
dilaksanakan secara Katolik demi sahnya secara gerejani. Akan tetapi, sekali
lagi tidak ada ritus memasukkan calon non-Katolik menjadi Katolik.
Gereja
mengizinkan pernikahan campur, tetapi semua anak yang dilahirkan harus dibaptis
dan dididik secara Katolik. Itu adalah janji mereka yang mau menikah dengan
pasangan beda agama. Janji itu yang harus diketahui oleh pasangan, meskipun ia
bukan anggota Gereja Katolik. Pemberitahuan seperti ini menuntut suatu
pengertian dan pendekatan yang penuh kesabaran dan informasi lengkap.
Jangan
pernah bertanya pada yang tidak tahu jelas dan jangan menafsirkan sesuatu yang
tidak ketahui. Bertanyalah pada imam di paroki, supaya mendapat informasi yang
jelas mengenai proses perkawinan beda agama/Gereja ini.
Sangat dianjurkan keterbukaan dalam hal ini, supaya segala sesuatu menjadi lebih jelas dan kelak jangan menjadi persoalan yang rumit dan melemahkan hidup bersama sebagai pasangan suami-istri. Selamat mempersiapkan pernikahan.
Sangat dianjurkan keterbukaan dalam hal ini, supaya segala sesuatu menjadi lebih jelas dan kelak jangan menjadi persoalan yang rumit dan melemahkan hidup bersama sebagai pasangan suami-istri. Selamat mempersiapkan pernikahan.
editor: adrian