Kamis, 06 September 2012

Yang Perlu Diketahui Soal Kawin Campur


NIKAH BEDA GEREJA/AGAMA

Sudah beberapa kali saya menerima permintaan surat pernyataan dari orang tua yang anaknya mau menikah di gereja kristen. Ketika mereka minta surat itu, umumnya mereka tidak dengan terang dan jelas soal maksud surat itu. Selang beberapa bulan berikutnya saya baru tahu bahwa surat itu mau menyatakan bahwa anaknya sudah tidak katolik lagi. Artinya, dengan surat itu mau dinyatakan bahwa gereja kristen “tidak” merebut umat katolik.

Fenomena “lompat pagar” karena perkawinan sudah sering kita dengar akhir-akhir ini. Awalnya saya berpikir dengan cara katolik: bisa menikah dengan tetap berpegang pada iman dan keyakinan masing-masing. Ternyata sama sekali tidak. Dan sayangnya, banyak anak-anak muda kita tidak tahu dan menyadari hal tersebut.

Tulisan ini mau membuka mata hati kaum muda yang sedang bersiap-siap membangun mahligai rumah tangga. Semoga dengan tulisan ini, anak-anak muda katolik dapat mengambil sikap. Tulisan ini bertitik tolak dari sharing pengalaman seorang umat kita.

“Pengasuh yang baik, saya seorang perempuan yang sedang mempersiapkan diri untuk menikah. Saya membaca di HIDUP Edisi 16 mengenai perkawinan campur. Calon saya seorang HKBP. Dia bilang kalau dia menikah di gereja lain, dia tidak akan diakui lagi sebagai jemaat HKBP. Maka, dia tidak mau diberkati di Gereja Katolik. Bagaimana caranya saya meyakinkan dia bahwa diberkati di Gereja Katolik tidak membuat dia pindah keyakinan?
Yosefine, Bekasi

Kawin Campur: Gereja Katolik Ada Solusi

Mempersiapkan pernikahan selalu membawa pengalaman yang banyak menyita pikiran dan hati. Beberapa hal memang tidak banyak terpikirkan, tetapi hal-hal pokok menjadi sangat menentukan. Jadi, pertama-tama yang ingin disampaikan adalah semoga mereka yang mau menikah mendapat berkat Tuhan agar menjadi bijaksana dalam mempersiapkan pernikahan yang akan dilangsungkan.

Sejauh ini, kebanyakan institusi agama memang tidak memungkinkan pernikahan beda agama. Ritus maupun tata caranya hanya mungkin dilakukan dengan penyamaan iman. Artinya, dengan demikian pernikahan setiap orang harus seagama atau dianggap begitu dalam proses pernikahannya. Proses ini menjadi sulit, khususnya kalau salah satu pihak yang berbeda agama tidak bermaksud untuk pindah iman. Keharusan pindah agama ini menjadi mutlak, karena tata cara pernikahan beda agama tidak ada.

Perpindahan agama tentu saja tidak selalu dikehendaki oleh pasangan yang menikah. Kenyataan ini sering kali menjadi hambatan ketika pasangan akhirnya memutuskan untuk menikah, bahkan mungkin menjadi ganjalan dan sandungan antar keluarga besar calon mempelai.

Dalam proses pernikahan di institusi lain, misalnya HKBP, Yosefine (seperti contoh di atas) memang akan dimasukkan dalam keanggotaan Gereja tersebut. Artinya, ada proses pindah ke agama Protestan karena pernikahan. Proses pernikahan dengan cara ini mudah, karena halangan nikah beda agama tidak dialami. Padahal, hal yang mudah itu akan membawa persoalan iman dan administratif. Soal iman yang "pindah" itu membuat Yosefine pindah status agama juga. Dengan menikah di Gereja lain, Yosefine akan secara langsung terkena sanksi keluar dari Gereja Katolik, karena diandaikan Yosefine resmi menerima iman dari Gereja lain.

Gereja Katolik menjawab persoalan ini dengan cara yang dapat dikatakan lebih adil, yaitu dengan pernikahan menurut tata cara Katolik, tetapi kedua pihak tetap dalam agamanya masing-masing. Jadi, kalau calon pasangan dari Gereja HKBP, dia tidak akan dibaptis atau dimasukkan dalam Gereja Katolik. Tata cara pernikahan campur ada dalam Gereja Katolik tanpa memasukkan pihak non-Katolik ke dalam Gereja Katolik.

Oleh karena itu, kaum muda yang hendak menikah, mesti menyampaikan kepada pasangannya seputar perkawinan beda Gereja ini, termasuk aturan dan konsekuensinya. Tata cara Katolik tidak membuat pasangan Anda mengingkari imannya, karena tata cara dibuat dengan penyesuaian ritus. Misalnya, tanpa Misa. Peneguh dan semua doa dilaksanakan secara Katolik demi sahnya secara gerejani. Akan tetapi, sekali lagi tidak ada ritus memasukkan calon non-Katolik menjadi Katolik.

Gereja mengizinkan pernikahan campur, tetapi semua anak yang dilahirkan harus dibaptis dan dididik secara Katolik. Itu adalah janji mereka yang mau menikah dengan pasangan beda agama. Janji itu yang harus diketahui oleh pasangan, meskipun ia bukan anggota Gereja Katolik. Pemberitahuan seperti ini menuntut suatu pengertian dan pendekatan yang penuh kesabaran dan informasi lengkap.

Jangan pernah bertanya pada yang tidak tahu jelas dan jangan menafsirkan sesuatu yang tidak ketahui. Bertanyalah pada imam di paroki, supaya mendapat informasi yang jelas mengenai proses perkawinan beda agama/Gereja ini.

Sangat dianjurkan keterbukaan dalam hal ini, supaya segala sesuatu menjadi lebih jelas dan kelak jangan menjadi persoalan yang rumit dan melemahkan hidup bersama sebagai pasangan suami-istri. Selamat mempersiapkan pernikahan.

editor: adrian

Orang Kudus 6 September: St. Thomas Tzugi


BEATO THOMAS TZUGI, MARTIR
Thomas lahir di Omura, negeri Jepang, dari sebuah keluarga kristen. Kesaksian hidup para misionaris yang berkarya di tanah airnya menarik perhatiannya semenjak kecil. Oleh karena itu ia bercita-cita menjadi imam. Untuk itu ia kemudian masuk seminari. Di sekolah ia terkenal cerdas sehingga bisa menamatkan studinya dengan hasil gilang gemilang; ia lalu masuk Serikat Yesus. Thomas kemudian berhasil mencapai cita-citanya dengan menerima tahbisan imamat dalam Serikat Yesus. Kecerdasannya benar-benar terbukti dalam karyanya sebagai imam. Ia terkenal sebagai seorang imam yang rajin dan pengkotbah ulung yang fasih berbicara.

Ketika terjadi aksi penganiayaan terhadap umat kristen dan penghambatan besar terhadap karya misi, Thomas mengungsi ke Makao. Namun ia tidak dapat bertahan lama di sana. Mengingat saudara-saudaranya yang mengalami berbagai penderitaan dan kekejaman karena imannya dari penguasa setempat, ia akhirnya mengambil keputusan untuk pulang dan menderita bersama-sama dengan mereka. Sebagai pahlawan Kristus, ia pulang untuk berjuang di baris terdepan pembelaan iman kristen. Tidak lama kemudian setelah tiba di Omura, ia ditangkap polisi dan diseret ke dalam penjara bersama dua orang kawannya. Tigabelas bulan lamanya Thomas bersama dua rekannya meringkuk di dalam penjara.

Pada tanggal 6 September 1627 mereka dibawa ke tempat hukuman mati. Dengan semangat iman yang membara dan keperwiraan, Thomas bersama dua rekannya menaiki timbunan kayu yang telah disulut api. Kepada ribuan orang yang datang untuk menyaksikan pembunuhan atas mereka, Thomas memberi wejangan iman mengenai Yesus Kristus. Banyak orang mencucurkan air matanya karena terharu mendengarkan kotbahnya. Mereka menyaksikan bagaimana Thomas meninggal dengan cara yang ajaib. Sekonyong-konyong dari dada Thomas memancarlah api yang menyala-nyala dan bersinar ke angkasa. Nyala api itu adalah jiwanya yang melayang masuk ke dalam kemuliaan surgawi.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Kamis Biasa XXII - Thn II

  Renungan Hari Kamis Pekan Biasa XXII B/II
Bac I  1Kor 3: 18 – 23; Injil       Luk 5: 1 – 11

Simon adalah seorang nelayan karena ia hidup dekat danau. Bisa dikatakan bahwa keluarga besarnya (bapak dan kakeknya) adalah juga nelayan. Mereka hidup dari hasil danau Genezaret. Oleh karena itu, Simon sangat menguasai seluk beluk perikanan di danau tersebut. Pengetahuan itu bukan cuma di dapat dari informasi turun menurun, melainkan juga dari pengalaman hidupnya.

Karena itu wajar ketika Yesus menyuruhnya bertolak ke danau dan menebarkan jalanya, Simon merasa aneh. Secara akal sehat yang didasarkan pada pengalaman hidup dan juga wawasan dari keluarganya, perintah Yesus itu merupakan sesuatu yang mustahil. Apalagi Yesus orang Nazaret, sebuah tempat di pegunungan (dataran tinggi). Danau adalah dunianya Simon, bukan Yesus.  "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa," keluh Simon sebagai ungkapan kemustahilan atas perintah Yesus itu.

Namun satu hal yang menarik untuk direnungkan adalah sikap Simon. Sekalipun ia lebih menguasai danau ketimbang Yesus, ia mau mengikuti perintah Yesus. "Tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga," ungkap Simon. Di sini Simon menyerahkan hidup dan dirinya kepada kehendak Yesus. Dan terjadilah apa yang sama sekali tidak masuk akal manusia.

Lewat kisah ini Tuhan mau bersabda kepada kita bahwa dalam Yesus apa yang tidak mungkin bagi manusia menjadi mungkin. Dalam Yesus tidak ada yang mustahil. Dibutuhkan iman, sikap berserah diri, menyerahkan diri dan seluruh hidup kepada penyelenggaraan ilahi. Tentu harus ditunjang juga oleh kemauan untuk berusaha. Simon telah menunjukkan hal itu.

by: adrian