Sabtu, 26 Januari 2013

Kafe Paroki Bikin Umat Betah

SARANA BUAT UMAT BETAH DI GEREJA
Pada abad ke-16, Gereja Katolik melabelkan kopi sebagai minuman iblis. Pada saat kini, paroki-paroki Korea Selatan telah beralih ke cappuccino dan latte membantu umat menghadiri misa harian.

Segera setelah Pastor Lee Kyung-hun diangkat menjadi pastor paroki di Heukseok, Sungai Han, ia membuka kafe di pelataran gereja tahun 2009 untuk membudayakan kedai kopi di ibukota Korea Selatan itu.

“Umat, khususnya kaum muda, memberikan respon sangat positif,” katanya. “Kedai kopi menjadi media yang menyatukan umat beriman dan kafe kami memiliki hot spot.”

Saat ini, sekitar 60 persen dari mereka yang dibaptis di parokinya berada di usia 30-an dan 40-an, berbeda dengan paroki lain di mana orang lansia menjadi mayoritas. Demikian penjelasan Pastor Lee.

“Selain itu, kehadiran dalam Misa harian meningkat,” katanya. Sebelum ada kedai kopi umat segera pulang rumah setelah Misa, namun kini godaan kedai kopi tersebut membuat banyak umat berlama-lama di gereja.

“Saya terkejut dilayani kopi oleh pastor paroki sendiri,” kata Rosa Yoo Seunga, seorang umat berusia 37 tahun. “Dibandingkan semua kedai kopi, kedai ini harganya termasuk murah.”

Sedangkan merek-merek terkenal seperti Starbuck harganya antara 4.000 dan 5.000 won (US $ 4-5) untuk americano dengan harga pasaran tertinggi di Korea Selatan dibandingkan dengan negara lain di seluruh dunia. Namun, kafe Pastor Lee menjualnya dengan harga 2.000 won per cangkir.

Namun, hukum ekonomi kopi di Korea Selatan bukan kasus sederhana dari penawaran dan permintaan. Riset pasar menunjukkan bahwa ketika permintaan tinggi di ibukota Korea Selatan, kedai kopi paroki menurunkan harga mereka bagi para pelanggan.


Kedai kopi Seoul biasanya tempat bagi kaum muda untuk saling interaksi. Apakah secara logika hal ini diterapkan di Gereja meskipun masih belum jelas.
“Kami tidak perlu membayar sewa, loyalitas atau upah bagi para pekerja seperti kafe lain. Kami hanya menawarkan kualitas kopi yang tinggi dengan harga murah,” kata Pastor Lee.

Dari laba yang diperoleh, pihaknya menyalurkan kepada para siswa miskin, misionaris luar negeri dan memperbaiki rumah-rumah orang miskin yang hidup di daerah tersebut.

Sementara itu, model kedai kopi paroki sudah mulai menjamur ke paroki lain. Sekitar 200 baristas (pembuat kopi) telah dilatih di bawah bimbingan Pastor Lee yang telah mendirikan Asosiasi Baristas Katolik yang memulai cabang ke paroki lain.

Dari 226 paroki di Seoul, 10 paroki kini memiliki kedai kopi sendiri dan tren itu mulai berkembang di luar ibukota itu.

Di Suwon, sebuah kota sekitar 32 kilometer selatan Seoul, paroki-paroki yang membangun gereja-gereja baru telah diberitahu untuk membuat kafe sebagai standar, yang masuk akal di negara yang merupakan rumah bagi 20.000 kedai kopi kebanyakan berkembang dan peringkat importir terbesar ke-11 dari biji kopi di dunia.


“Aroma kopi dapat menggoda orang untuk merasakan,” kata Pastor Lee. “Saya berharap bahwa lebih banyak paroki dapat menarik orang dengan aroma kopi.”

sumber: Catholic Cafe pioneer boosts Seoul congregation with cappuccinos
diambil dari kiriman Rm Marcel Gabriel di Facebook Para Imam

Orang Kudus 26 Januari: St. Timotius & Titus

Santo Timotius & Titus, uskup
Timotius dikenal sebagai rekan kerja dan pendamping terpercaya dari Santo Paulus Rasul dalam perjalanan-perjalanan misinya. Ia (mungkin!) lahir di Lystra, sebuah kota di Asia Kecil. Ayahnya kafir, sedang ibunya beragama Yahudi. Bersama ibunya, Eunike, dan neneknya, Lois, Timotius bertobat dan menjadi kristen pada saat Santo Paulus pertama kali mengunjungi Likaonia (2 Tim 1: 5). Semenjak masa mudanya, Timotius sudah mengenal Kitab Suci agama Yahudi dari ibunya. Bahkan kitab itu menjadi bacaan utamanya.

Tujuan tahun kemudian (setelah menjadi kristen) – ketika Santo Paulus kembali ke Lystra – Timotius sudah menjadi seorang pemuda yang aktif, saleh dan bersemangat rasul. Ia dipuji oleh saudara-saudara seiman di Lystra dan Ikonium (Kis 16: 2). Untuk menghilangkan pertentangan antara kaum Yahudi dan Yudeo-kristen, Timotius disunat (Kis 16: 3). Ia lalu menemani Paulus ke Berea. Di sana ia tinggal bersama Silas, sementara Paulus melanjutkan perjalanannya. Kemudian ia bertemu lagi dengan Paulus di Korintus (Kis 18: 5). Ketika berada bersama Paulus di Efesus, ia diutus ke Makedonia (Kis 19: 22) dan lalu menemani Paulus ke Yerusalem (Kis 20: 4).

Timotius dikenal sebagai orang yang bersama Paulus menulis enam pucuk surat (1 Tes 1: 1, 2 Tes 1: 1 2 Kor 1: 1, Flp 1: 1, Kol 1: 1, Fil 1). Namanya tercantum lagi dalam surat-surat penjara yang memberitakan tentang pengutusan Timotius untuk mengunjungi orang-orang kristen di Filipi. “Karena tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan yang begitu bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu; sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus. Kamu tahu bahwa kesetiaannya telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya. Dialah yang kuharap untuk kukirimkan dengan segera, sesudah jelas bagiku bagaimana jalannya perkaraku...” (Fil 2: 20 – 23).

Timotius sungguh dicintai dan disayang oleh Paulus. Hal ini dapat terlihat pada awal setiap surat yang ditujukan Paulus kepadanya, “Anakku yang terkasih...” Paulus sungguh kagum akan kesetiaan Timotius terhadap setiap ajarannya: “Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra. (2 Tim 3: 10 – 11). Setelah Paulus dilepaskan dari penjara ia mengangkat Timotius sebagai Uskup di Efesus. Ia dibunuh dengan kejam pada tahun 97.

Selain Timotius, Titus adalah seorang rekan seperjalanan Paulus. Ia berasal dari Antiokia di Asia Kecil. Ia lahir di dalam sebuah keluarga yang masih kafir. Kerena pewartaan Paulus, Titus bertobat dan menjadi seorang kristen yang aktif dalam karya pewartaan Injil. Ia menemani Paulus ke Yerusalem untuk menghadiri konsili mengenai Hukum Musa. Sesudah itu Paulus mengirim dia dua kali ke Korintus untuk menasehati orang-orang kristen di sana dalam beberapa masalah yang membahayakan kesatuan iman dan kebenaran iman.

Karena jasa-jasanya dan semangatnya dalam melayani Injil dan orang-orang kristen, maka Paulus mengangkat Titus menjadi uskup di Kreta. Paulus menahbiskan dia untuk melanjutkan misi yang telah dimulai di Pulau Kreta. Titus meninggal di Kreta.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Sabtu Biasa II-C

Renungan Hari Sabtu Biasa II, Thn C/I
Bac I : 2Tim 1: 1 – 8; Injil       : Mrk 3: 20 – 21

Dalam bacaan pertama Paulus mensyeringkan pengalaman pribadinya dalam melayani Tuhan, yang menurutnya ia layani "dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku." (ay. 3). Pelayanan tugas Paulus dilakukan secara total. Karena itu, Paulus menghendaki agar Timotius mau mengikutinya dalam hal pelayanan kepada Tuhan. Untuk itulah Paulus memintanya untuk mengobarkan kurnia Allah (ay. 6), tidak perlu takut (ay. 7) dan jangan malu (ay. 8) dalam menjalani tugas.

Totalitas dalam melaksanakan tugas terlihat juga dalam diri Yesus. Dalam Injil hari ini totalitas Yesus dalam pelayanan-Nya terungkap dari pernyataan bahwa Yesus tidak waras lagi. (ay. 21). Yesus melayani orang sampai lupa akan diri-Nya sendiri. Prioritas hidup Yesus adalah orang lain, bukan diri-Nya.

Sabda Tuhan hari ini mengajarkan kepada kita tentang totalitas pelayanan sebagai murid Yesus. Kita terpanggil untuk ambil bagian dalam tugas pelayanan Yesus, sama seperti yang dilakukan oleh Paulus. Oleh karena itu, hendaknya kita menjalaninya dengan sepenuh hati. Kita tak perlu takut dan juga malu. Totalitas pelayanan itu dapat terlihat dari mendahulukan orang lain daripada diri sendiri; mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.

by: adrian