Selasa, 10 November 2015

Renungan Hari Selasa Biasa XXXII - Thn I

Renungan Hari Selasa Biasa XXXII, Thn B/I
Bac I  Keb 2: 23 – 3: 9; Injil      Luk 17: 7 – 10;

Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Kebijaksanaan, penulis menyampaikan apa yang dikehendaki Allah bagi umat manusia. Satu harapan penulis adalah supaya umat senantiasa hidup dalam kasih setia dan belas kasihan. Kesetiaan itu hanya ditujukan kepada Allah, sekalipun untuk itu umat akan mendapat siksa. Namun penulis kitab ini meyakinkan bahwa sekalipun mendapatkan siksa, hendaklah tidak menghilangkan harapan akan kebakaan. Karena setelah siksaan itu akan datang anugerah yang besar (ay. 5). Bagi penulis Kitab Kebijaksanaan, kasih setia dan belas kasihan menjadi bagian dari orang-orang pilihan Allah.
Jika Kitab Kebijaksanaan menghendaki umat untuk menumbuhkan sikap kasih setia dan belas kasihan, dalam Injil Tuhan Yesus menghendaki agar para murid-Nya menumbuhkan sikap rendah hati. Dalam sikap rendah hati ada kasih setia dan belas kasih. Hal ini terlihat dalam pengajaran Tuhan Yesus yang mengambil perumpamaan seorang hamba pekerja. Sekalipun sudah bekerja setengah mati, hendaklah seorang pekerja tidak menyombongkan diri atas pekerjaannya. Sebaliknya seorang pekerja tetap membangun skap rendah hati. “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” (ay. 10). Dengan sikap ini seorang pekerja sudah menunjukkan kesetiaannya dan juga sikap belas kasihnya kepada tuannya.
Sering kita jumpai orang merasa hebat atas apa yang telah dilakukannya. Orang lantas mengharapkan pujian. Di sini terlihat jelas kesombongannya dan juga sikap tidak menghargai apa yang menjadi subyek kerjanya. Dia merasa bahwa dirinya adalah pusat perhatiannya. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk menyingkirkan sikap seperti ini. Tuhan menghendaki supaya kita tetap membangun sikap rendah hati dalam setiap karya kita. Pusat perhatian dari karya kita bukanlah diri kita atau karya itu sendiri, melainkan apa yang kita layani. Dan semuanya itu hendaklah demi kemuliaan Allah dan kebahagiaa sesama.***
by: adrian

Senin, 09 November 2015

(Pencerahan) Berbagi Tugas sebagai Keutamaan

BERBAGI ATAU MEMBERI TUGAS
Berbagi merupakan suatu kegiatan memberi apa yang dimiliki kepada orang lain. Yang diberi ini tidak harus berwujud materi, tetapi dapat juga berbentuk non materi seperti saran, ilmu pengetahuan atau tugas pekerjaan. Jadi, berbagi di sini terjadi pada orang yang memiliki “kelimpahan” dan menyerahkan “kelimpahan” itu kepada yang tidak mempunyai.
Berbagi bisa terjadi dalam urusan pekerjaan. Berbagi tugas misalnya. Sebagai contoh, seorang pimpinan memberikan beberapa tugas kepada bawahannya untuk dikerjakan. Orang yang menerima tugas tersebut bertanggung jawab kepada si pemberi tugas.
Akan tetapi, tidak selamanya memberi tugas itu termasuk berbagi tugas. Memberi tugas kepada orang lain terjadi karena si pemberi tidak dapat mengerjakan tugas-tugas itu pada waktu yang sama dan di tempat yang berbeda. Misalnya, pastor paroki tidak dapat merayakan dua misa pernikahan pada waktu yang sama di dua tempat yang berbeda. Jika ia memberikan salah satu tugas itu kepada pastor pembantunya, ia bukan berbagi tugas, melainkan memberi tugas.
Memberi tugas juga dapat terjadi karena si pemberi tidak suka pada pekerjaan yang dihadapinya. Misalnya, seorang ibu minta pelayanan misa arwah di rumahnya. Pastor paroki tidak suka merayakan misa di sana karena yakin ia tidak akan mendapatkan uang stipendium yang besar. Maka ia menyerahkan tugas pelayanan itu kepada pastor pembantunya. Terkesan bahwa pastor paroki ini sudah berbagi tugas, padahal dia hanya memberi tugas.
Dengan berbagi tugas seseorang tidak hanya memberikan suatu tugas, melainkan memberikan kepercayaan. Sekalipun seseorang dapat melakukan tugas-tugas tersebut, namun ia menyerahkan kewenangan itu kepada orang lain, dan ia akan tunduk karena ia sudah percaya kepadanya.
Sebagai contoh akan diambil dari kehidupan di paroki. Di paroki pastor paroki adalah pemegang kuasa. Semua tugas adalah kewenangannya. Pastor pembantu hanya menerima sisa-sisa; atau tugas yang sama sekali tidak bisa dikerjakan oleh pastor paroki karena keterbatasan ruang dan waktu atau karena ketidaksukaan pada tugas.
Misalnya, seorang pastor paroki mempercayakan kepada pastor pembantunya untuk bertugas membagikan jadwal misa; dan ia akan tunduk pada pembagian yang dibuat pembantunya itu. Atau pastor paroki memberi keparcayaan kepada pastor pembantunya untuk mengurus soal Kursus Persiapan Perkawinan, administrasi paroki, pembinaan katekumen/komuni pertama/krisma, dll.
Di dalam berbagi tugas ada terkandung beberapa keutamaan, yaitu sikap rendah hati dan semangat bekerja sama. Hanya orang yang rendah hati dan yang memiliki semangat bekerja sama saja mau memberikan sebagian kewenangannya kepada orang lain. Orang yang rendah hati akan tahu diri tentang keterbatasan dirinya dan makna tugas pelayanannya. Karena itu, orang yang memiliki sikap rendah hati akan selalu terbuka dengan siapa saja sehingga ia dapat bekerja sama.
Jadi, ada perbedaan antara memberi tugas dengan berbagi tugas. Berbagi tugas merupakan suatu keutamaan, sedangkan memberi tugas bukan merupakan keutamaan. Ia adalah hal biasa, karena adanya keterbatasan ruang dan waktu atau karena selera. Untuk perkembangan suatu lembaga, dibutuhkan adanya sistem berbagi tugas dari para pimpinan kepada bawahan.
Pangkalpinang, 30 Agustus 2015
by: adrian
Baca juga tulisan lainnya:

Renungan Pesta Pemberkatan Basilika Lateran - B

Renungan Pesta Pemberkatan Basilika Lateran, Thn B/I
Injil    Yoh 2: 13 – 22;
Hari ini adalah Pesta Pemberkatan Gereja Basilika Lateran. Bacaan-bacaan liturgi berkisah tentang Bait Allah (Gereja), meski dengan kisah yang bertentangan namun saling melengkapi. Bacaan pertama menggambarkan tentang Bait Allah. Dari sini kita dapat melihat bahwa Bait Allah adalah sumber kehidupan; di sana ada kesegaran dan kesembuhan. Sumber kehidupan itu ada pada air yang mengalir dari dalam Bait Allah. Air itu sampai ke Laut Asin (Laut kematian) sehingga mengubahnya menjadi Laut Kehidupan.
Gambaran yang berbeda dengan Injil. Dalam Injil kita mendengar kisah Tuhan Yesus membersihkan Bait Allah. Akan tetapi, kita dapat mengetahui dasar tindakan Tuhan Yesus itu. Bait Allah yang seharusnya menjadi sumber kehidupan semua orang, tapi diubah menjadi sumber “kematian” rakyat kecil dan sumber kehidupan pejabat. Tuhan Yesus melihat ada perubahan makna Bait Allah. Karena itu, Tuhan Yesus berusaha mengembalikan fungsi Bait Allah. Dari sini juga Tuhan Yesus langsung merujuk kepada Diri-Nya sebagai Bait Allah, karena dari Diri-Nya mengalir rahmat kehidupan dan keselamatan.
Apa yang diungkapkan Tuhan Yesus di atas, kembali ditegaskan oleh Paulus dalam bacaan kedua. Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus mengingatkan akan pentingnya menghargai dan menghormati Bait Allah, karena ia adalah kudus. Dan Paulus mengingatkan jemaatnya bahwa setiap orang adalah bait Allah karena Roh Allah diam di dalam diri setiap individu. Di sini Paulus mau mengajak jemaat untuk dapat menghormati tubuh pribadi dan juga orang lain.
Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita akan peran gereja dalam kehidupan kita. Tuhan mengajak kita untuk membangun sikap yang benar terhadap gereja. Perayaan Pesta Pemberkatan Gereja Basilika Lateran mengajak kita untuk merenungkan gedung gereja kita. Sudahkah kita menjadikannya sebagai tempat atau sumber kehidupan? Dan lebih dari itu, kita juga semakin diingatkan bahwa diri kita adalah Bait Allah yang hidup. Sudahkah kita menjadi saluran rahmat kehidupan bagi sesama? Kita juga diajak untuk mau menghormati tubuh kita sendiri dan orang lain, karena tubuh ini adalah bait Allah.***

by: adrian