Renungan
Hari Selasa Biasa XXXII, Thn B/I
Dalam bacaan pertama, yang
diambil dari Kitab Kebijaksanaan, penulis menyampaikan apa yang dikehendaki
Allah bagi umat manusia. Satu harapan penulis adalah supaya umat senantiasa
hidup dalam kasih setia dan belas kasihan. Kesetiaan itu hanya ditujukan kepada
Allah, sekalipun untuk itu umat akan mendapat siksa. Namun penulis kitab ini
meyakinkan bahwa sekalipun mendapatkan siksa, hendaklah tidak menghilangkan
harapan akan kebakaan. Karena setelah siksaan itu akan datang anugerah yang
besar (ay. 5). Bagi penulis Kitab Kebijaksanaan, kasih setia dan belas kasihan
menjadi bagian dari orang-orang pilihan Allah.
Jika Kitab Kebijaksanaan
menghendaki umat untuk menumbuhkan sikap kasih setia dan belas kasihan, dalam
Injil Tuhan Yesus menghendaki agar para murid-Nya menumbuhkan sikap rendah hati.
Dalam sikap rendah hati ada kasih setia dan belas kasih. Hal ini terlihat dalam
pengajaran Tuhan Yesus yang mengambil perumpamaan seorang hamba pekerja. Sekalipun
sudah bekerja setengah mati, hendaklah seorang pekerja tidak menyombongkan diri
atas pekerjaannya. Sebaliknya seorang pekerja tetap membangun skap rendah hati.
“Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami
harus lakukan.” (ay. 10). Dengan sikap ini seorang pekerja sudah menunjukkan
kesetiaannya dan juga sikap belas kasihnya kepada tuannya.
Sering kita jumpai orang
merasa hebat atas apa yang telah dilakukannya. Orang lantas mengharapkan
pujian. Di sini terlihat jelas kesombongannya dan juga sikap tidak menghargai
apa yang menjadi subyek kerjanya. Dia merasa bahwa dirinya adalah pusat
perhatiannya. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk menyingkirkan sikap
seperti ini. Tuhan menghendaki supaya kita tetap membangun sikap rendah hati
dalam setiap karya kita. Pusat perhatian dari karya kita bukanlah diri kita
atau karya itu sendiri, melainkan apa yang kita layani. Dan semuanya itu
hendaklah demi kemuliaan Allah dan kebahagiaa sesama.***
by:
adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar