Senin, 12 Juli 2021

CERPEN - DOA SI TONI KECIL

 


Toni sedang mengerjakan PR Matematika bersama ibunya di ruang keluarga saat Stefanus Rachmat Hadi Purnomo masuk sambil mendesah. Antonius Padua Hadi Purnomo adalah siswa SD St. Fransiskus Asisi kelas satu. Toni dan ibunya, Monika Fitria Handayani, segera menghentikan aktivitas mereka sementara. Lirikan mata ibu dan anak itu mengikuti langkah kaki Stefanus hingga di sofa. Persis di depan mereka.

Stefanus menghempaskan tubuhnya di sofa itu sambil meletakkan map berkas di atas meja, samping lembaran tugas Toni. Ia merentangkan kedua tangannya di bahu sofa sambil menerawang langit-langit rumah, tak peduli pada empat mata yang sedari tadi mengawasinya.

“Ada apa sih, Pa? Gagal lagi, ya?” Monika mencoba memecah kebekuan.

“Yah…,” jawab Stefanus singkat sambil mendesah. “Kami tak tahu apa sih maunya mereka. Semua tuntutan dalam SKB sudah dipenuhi, eh malah dicurigai ada pemalsuan tandatanganlah, permainan uanglah, inilah, itulah.”

Stefanus terus merocos menumpahkan unek-unek kekesalannya atas penolakan izin pembangunan gedung gereja Paroki St. Yohanes Paulus II. Penolakan itu bukan baru terjadi satu atau dua kali saja, melainkan sudah berkali-kali. Sudah enam tahun panitia pembangunan berjuang untuk mendapatkan IMB, namun yang didapat hanyalah penolakan.

Gedung gereja Paroki St. Yohanes Paulus II merupakan gedung lama, ketika masih berstatus stasi dari Paroki Kristus Raja Semesta Alam. Sejak pemekaran, terjadi peningkatan jumlah umat. Gedung lama, yang bisa menampung 1500 orang, dirasakan sudah tidak memadai lagi, baik dari segi daya tampung maupun dari segi kondisi bangunan. Di beberapa bagian dari gedung sudah terlihat rusak. Dengan dasar pertimbangan inilah akhirnya Dewan Pastoral Paroki memutuskan untuk membangun gedung gereja yang baru.

Memang sedari awal pembentukan panitia, Pastor Paroki sudah memperingati bahwa mereka bakal menghadapi tantangan berupa penolakan. Mereka juga berpikir begitu. Namun semua mereka tidak menyangka penolakan akan berlangsung lama. Dasar pertimbangan mereka adalah relasi Gereja dengan umat non katolik di sekitarnya amat sangat baik. Sering terjadi kegiatan lintas agama.

Jumat, 09 Juli 2021

PERBANDINGAN AYAT CINTA DAN AYAT PERANG DALAM AL-QUR'AN

 


Ketika terjadi aksi teroris yang melibatkan umat islam, biasanya umat islam lainnya akan mengatakan bahwa “islam adalah agama kasih” sambil mengecam aksi teroris tersebut. Umumnya mereka membela diri dengan berkata “Agama islam telah dibajak oleh pelaku terorisme”. Orang yang punya akal sehat, pastilah hanya bisa tersenyum mendengar rasionalisasi atau pembenaran itu. Mereka hanya bisa diam, karena takut kena amuk massa islam bila mengatakan “Tidak benar islam itu agama kasih.”

Benarkah islam itu agama kasih? Pertanyaan ini sering dilontarkan oleh umat non muslim, yang tentunya hanya sebatas dalam hati. Artinya, di sini ada 2 pendapat yang berbeda tentang agama islam. Umat islam berpendapat islam adalah agama kasih, sementara umat lain mengatakan islam agama perang. Jika kita menghormati pendapat umat islam yang mengatakan agamanya adalah agama kasih, maka umat islam juga harus menghormati pendapat yang berbeda dengannya. Yang penting, setiap pendapat harus mempunyai data atau dasar, bukan hanya sekedar berpendapat.

Untuk mengupas pernyataan “islam adalah agama kasih” atau “islam adalah agama perang”, pertama-tama kita harus merujuk langsung ke sumber ajaran agama itu. Salah satu sumber ajaran islam adalah Al-Qur’an. Sejauh mana ajaran kasih itu terlihat jelas dalam Al-Qur’an, dan sejauh mana ayat yang bertentangan dengannya (ayat perang misalnya) ada di sana?

Berangkat dari Al-Qur’an inilah, kita mencoba menelusuri “ayat cinta”´dan “ayat perang” yang ada dalam Al-Qur’an. Demi menjaga konsistensi, kita harus membatasi jumlah kata yang ditelusuri. Untuk “ayat cinta” kita hanya fokus pada 2 kata dasar, yaitu cinta dan kasih, dan untuk “ayat perang” juga pada 2 kata dasar, yaitu perang dan jihad. Memang, pencarian tidak hanya terbatas pada 2 kata dasar itu saja, melainkan juga kata turunannya seperti mencintai, kekasih, memerangi, berjihad, dll.

Jika kita melakukan pencarian terhadap kata-kata tersebut dalam Al-Qur’an, maka kita akan melihat perbedaan yang mencengangkan antara “ayat cinta” dan “ayat perang”. Lebih jelas perbandingannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kamis, 08 Juli 2021

INSPIRASI DARI KISAH ORANG SAMARIA

 


Ada seorang Yerusalem pergi ke Yerikho. Di tengah jalan ia diserang oleh penyamun-penyamun. Para penyamun itu bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati di padang gurun.

Tak lama kemudian, ada seorang imam turun melalui jalan itu. Ia melihat orang sekarat itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi yang datang ke tempat itu. Ketika ia melihat orang sekarat itu melambai-lambaikan tangan meminta pertolongan, ia melewatinya dari sebarang jalan. Akhirnya, karena kehabisan darah dan dehidrasi, orang itu pingsan.

Lalu datang seorang Samaria. Ia dalam perjalanan menuju Yerikho hendak berdagang. Ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia mendekati tubuh sekarat itu, membersihkan luka-lukanya dan menyiraminya dengan minyak dan anggur lalu membalut luka-lukanya. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke Yerikho. Ia masuk ke sebuah penginapan dan merawat orang itu di sana.

Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: “Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.”

diambil dari tulisan 7 tahun lalu