Jumat, 09 April 2021

INILAH AYAT-AYAT FATALISME DALAM AL-QUR’AN


 

Al-Qur’an diyakini umat islam sebagai wahyu Allah yang disampaikan secara langsung kepada nabi Muhammad. Apa yang tertulis di dalamnya merupakan perkataan Allah sendiri. Sekalipun ada umat islam yang percaya bahwa Al-Qur’an turun dalam bentuk satu kitab utuh, namun tetap harus diakui bahwa wahyu Allah itu tidak turun sekaligus, melainkan bertahap selama kurun waktu sekitar 23 tahun. Ada dua tempat turunnya wahyu Allah, yaitu Mekkah dan Madinah. Karena itu, ada dua kelompok surah dalam Al-Qur’an berdasarkan tempat turunnya wahyu Allah.

Kelompok pertama dikenal dengan sebutan surah Makkiyyah. Yang dimaksud dengan surah Makkiyyah adalah wahyu Allah yang turun di Mekkah, saat Muhammad dan pengikutnya belum melakukan hijrah. Wahyu Allah yang tergolong dalam surah makkiyyah turun selama kurang lebih 12 tahun sejak Februari 610 M. Ada 87 surah yang masuk dalam kelompok ini. Kelompok kedua adalah surah Madaniyyah, yaitu wahyu Allah yang turun di Madinah atau setelah Muhammad hijrah. Ada 27 surah yang masuk dalam kelompok surah Madaniyyah ini.

Seperti kitab suci agama lain, Al-Qur’an juga memancarkan wajah Allah SWT. Dari dalamnya mengalir pandangan-pandangan teologi, baik itu tentang Allah sendiri maupun hubungan-Nya dengan umat islam. Salah satunya adalah fatalisme.

QS al-Baqarah (2)

97      : Katakanlah (Muhammad), “Barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka (ketahuilah) bahwa dialah yang telah menurunkan (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan izin Allah.

102    : Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah.

251    : Maka mereka mengalahkannya dengan izin Allah, dan Dawud membunuh Jalut.

253    : Kalau Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Tetapi Allah berbuat menurut kehendak-Nya.

255    : Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya.

QS Ali Imran (3)

Kamis, 08 April 2021

POLA BERMAIN PADA MASA AWAL KANAK-KANAK


 

Memiliki anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri. Anak bisa menjadi jawaban atas setiap doa yang selalu dipanjatkan segera setelah menikah. Akan tetapi, perlu juga diketahui bahwa menjadi orangtua tidak hanya sebatas mendapatkan anak, tetapi juga harus ditindak-lanjutnya dengan merawat, menjaga, membesarkan dan terutama mendidik anak. Untuk menunjang tugas ini, orangtua perlu tahu bahwa dunia anak adalah dunia permainan.

Dilansir dari Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 122, orangtua harus mengetahui permainan-permainan apa saja yang cocok pada anak. Berikut ini beberapa deskripsi pola permainan untuk anak.

Bermain dengan Mainan

Pada permulaan masa awal kanak-kanak, bermain dengan mainan merupakan bentuk yang dominan. Minat bermain dengan mainan mulai agak berkurang pada akhir awal masa kanak-kanak, pada saat anak tidak lagi dapat membayangkan bahwa mainannya mempunyai sifat-sifat hidup seperti yang dikhayalkan sebelumnya. Lagi pula dengan meningkatnya minat terhadap bermain dalam kelompok, anak menganggap bermain dengan mainan yang umumnya bersifat bermain sendiri, tidak lagi menyenangkan.

Dramatisasi

Sekitar usia tiga tahun dramatisasi terdiri dari permainan dengan meniru pengalaman-pengalaman hidup, kemudian anak-anak bermain permainan pura-pura dengan teman-temannya seperti polisi dan perampok, Indian-indianan atau penjaga toko, berdasarkan cerita-cerita yang dibacakan kepada mereka atau berdasarkan acara-acara film dan televisi yang mereka lihat.

Konstruksi

Rabu, 07 April 2021

INSPIRASI DARI KISAH WANITA PEZINAH


 

Ketika sedang mengajar, beberapa kaum pria datang dengan membawa seorang perempuan. Menurut mereka perempuan itu kedapatan berpenampilan seksi sehingga menggoda seorang pemuda untuk berbuat mesum. Bahkan penampilan seksi itu menyebabkan banyak kaum pria jatuh ke dalam dosa. Karena itu, perempuan itu harus dihukum. Mereka minta pendapat Sang Guru.

Sang Guru menatap wajah mereka satu per satu dengan wajah memelas. Dengan tenang ia kembali duduk dan membisu. Kaum pria tadi terus bertanya mendesak. Mereka ingin mendengarkan pendapat Sang Guru yang terkenal bijak. Sementara si perempuan sudah pasrah ketakutan. Dia siap menerima hukuman, sekalipun ia merasa tak bersalah. Bukankah wanita punya hak untuk berpenampilan seksi. Ia sama sekali tidak punya niat untuk menggoda siapa pun.

Karena terus menerus didesak, akhirnya Sang Guru berdiri. Setelah kembali menatap wajah mereka satu per satu dengan wajah berbelas, ia berkata, “Siapa di antara kalian yang tidak berdosa, silahkan menjatuhi hukuman kepada perempuan ini.” Setelah berkata demikian, ia kembali duduk dan membisu.

Para kaum pria tadi saling pandang satu sama lain. Semua merasa berdosa. Akhirnya mereka pergi meninggalkan perempuan itu dan Sang Guru. Tak ada satu orang pun yang menjatuhkan sanksi kepada perempuan, yang bagi kaum pria dilihat sebagai biang dosa.

Sang Guru menatap ke sekitar, tak ditemukannya siapapun selain dirinya dan perempuan itu. Ia bertanya, “Kemana mereka tadi?”

“Sudah pergi.” Sahut si perempuan dengan nada harap-harap cemas.

“Tidak adakah yang menghukum kamu?”

“Tidak ada Guru.”

“Pergilah! Aku pun tidak menghukum engkau.”

diambil dari tulisan 7 tahun lalu