Jumat, 23 Maret 2018

MENGENAL NAMA BAPTIS ORANG KATOLIK

Setiap manusia pasti punya nama, entah satu kata atau beberapa kata. Nama menunjukkan identitas seseorang. Akan tetapi, nama tidak hanya sekedar menunjukkan identitas saja, melainkan memiliki makna yang berdampak pada hidup mereka yang menggunakannya. Ada harapan dan pesan tersembunyi di balik sebuah nama.
Orang katolik biasanya akan memberi nama pada anaknya pada saat baptis. Ini dikenal dengan nama baptis. Tradisi Eropa dulu memang tidak menemukan persoalan, karena kekristenan begitu dominan, merasuk dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Nama anak yang diberi pada waktu baptis dapat dengan mudah menjadi nama dirinya di kemudian hari. Nama yang dipakai waktu pembaptisan dengan mudah menjadi nama di akta lahir dan dokumen lainnya.
Berbeda dengan di Indonesia dewasa kini. Kerap terjadi orangtua baru memberi nama baptis pada anaknya pada waktu baptis, sementara sebelumnya anak sudah memiliki nama, yang tertulis dalam surat lahir dan/atau akta lahir. Dengan demikian, nama baptis sering menjadi tambahan kemudian, yang terkadang menimbulkan kekacauan. Ada orangtua yang terbiasa dengan nama baptis, sehingga ketika mendaftarkan anak ke sekolah menggunakan nama baptis tersebut, yang jelas berbeda dengan akta lahir.
Bagaimana dengan nama baptis? Apa yang dimaksud dengan nama baptis? Kitab Hukum Gereja menganjurkan anak-anak yang dibaptis memiliki nama yang tak asing dari citarasa kristiani (kan. 855). Dengan kata lain, nama baptis adalah nama yang tak asing dari citarasa kristiani. Apa maksud citarasa kristiani?

Rabu, 21 Maret 2018

INI CARA MENGETAHUI KEPRIBADIAN INTROVERT DAN EKSTROVERT

Kecepatan jalan seseorang ternyata tidak hanya menunjukkan suasana hati dan emosinya, tetapi juga kepribadiannya. Salah satunya adalah kepribadian introvert dan ekstrovert. Hal ini diungkapkan dalam sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Social Psychological and Personality Science.
Penelitian ini mengatakan bahwa orang-orang ekstrovert berjalan lebih cepat ketimbang rekan mereka yang introvert.
Para peneliti di Amerika Serikat dan Perancis menemukan, orang yang berjalan relatif cepat cenderung lebih tinggi nilai extraversion – tipe kepribadian yang minatnya lebih mengarah ke alam dan fenomena sosial, openness (imajinatif, kreatif dan artistik), conscientiousness-nya (kemampuan fokus), dan lebih rendah untuk neuroticsm (pengaruh dan pengendalian emosi).
Extraversion berhubungan dengan kecepatan berjalan rata-rata 0,06 meter per detik. “Studi ini membuktikan kecepatan berjalan merefleksikan kepribadian individu,” ungkap peneliti.
Untuk sampai pada temuan ini, para peneliti mengumpulkan data dari lebih 15.000 orang dewasa demi mengetahui kepribadian mereka dan cara berjalannya. Data kepribadian para partisipan diambil melalui survei berdasarkan lima kepribadian besar, yakni extraversion, openness, conscientiousness, agreeableness dan neuroticsm.
Kepribadian tak hanya mempengaruhi kecepatan berjalan, tetapi juga cara berjalan. Mereka yang lebih rendah nilai neuroticism dan lebih tinggi nilai extraversion, openness, dan conscientiousness-nya, cenderung tak mengurangi kecepatan berjalannya ketimbang orang lainnya.
Sebuah studi sebelumnya memperlihatkan, mereka yang lebih tinggi nilai neuroticism dan conscientiousness yang lebih rendah kurang aktif bergerak dan lebih banyak melakukan perilaku sedentary (tak beraktivitas).
“Jika Anda pergi bersama keluarga, lalu orangtua Anda bilang, ‘cepat’, ‘Ayo’ atau ‘Lihat ini’, itu akan berpengaruh pada kecepatan berjalan Anda,” tutur Patti Wood, penulis buku Snap: making the Most of First Impressions.
sumber: Tempo Gaya

Senin, 19 Maret 2018

KASIH KRISTUS DASAR RELASI SUAMI ISTRI

Rasul Paulus menggambarkan dengan sangat bagus relasi suami dan istri, dengan membandingkannya dengan relasi Kristus dan Gereja. Penggambaran ini dapat ditemukan dalam Efesus 5: 22– 33. Sangat dianjurkan sebelum dan sesudah membaca katekese ini, teks Efesus itu dibaca. Bagi Paulus, kasih Kristus pada Gereja merupakan dasar relasi suami istri (istri suami). Sama seperti Kristus, yang karena kasih mau berkorban demi mendatangkan keselamatan sehingga Gereja patut menghormati Dia, demikian pula suami dan istri.
Ada tiga poin penting pada kasih Kristus untuk dijadikan teladan bagi suami istri. Pertama, kasih, yang terlihat dari tindakan melindungi (bdk. ay. 26 – 27) serta mengasuh dan merawat (ay. 28 – 29). Di sini suami istri harus saling melindungi pasangannya. Kelemahan dan kekurangan pasangan jangan diumbar ke/di luar. Melindungi tidak hanya menjaga fisik, tetapi juga psikis dan jiwa (iman) agar pasangan tidak bercela. Selain itu, suami istri juga harus saling memperhatikan dan peduli. Sikap kasih ini juga harus dimunculkan dalam relasi orangtua dan anak.
Kedua, pengorbanan, sama seperti Kristus, yang “telah menyerahkan diri-Nya” (ay. 25). Pengorbanan Kristus bukan untuk diri-Nya sendiri, tetapi untuk jemaat. Demikian pula suami istri harus berkorban demi pasangannya. Pengorbanan ini juga harus dimunculkan dalam relasi orangtua dan anak. Yang pertama harus dikorbankan adalah ego. Orangtua harus berani berkorban demi anaknya. Misalnya, jika ingin anak kuliah, maka orangtua harus berani mengorbankan keinginannya, seperti judi, mabuk-mabukan, pemborosan, dll.
Ketiga, pengampunan. Pengorbanan Kristus membawa pengampunan atas dosa jemaat. Sekalipun jemaat berdosa, Kristus tetap mengampuni. Ini semua karena kasih. Demikian pula hendaknya suami istri. Di saat salah satu berbuat salah, hendaknya mau mengorbankan egonya untuk mengampuni. Pengampunan ini juga harus dimunculkan dalam relasi orangtua dan anak.
by: adrian