Setiap
manusia pasti punya nama, entah satu kata atau beberapa kata. Nama menunjukkan
identitas seseorang. Akan tetapi, nama tidak hanya sekedar menunjukkan
identitas saja, melainkan memiliki makna yang berdampak pada hidup mereka yang menggunakannya.
Ada harapan dan pesan tersembunyi di balik sebuah nama.
Orang
katolik biasanya akan memberi nama pada anaknya pada saat baptis. Ini dikenal
dengan nama baptis. Tradisi Eropa dulu memang tidak menemukan persoalan, karena
kekristenan begitu dominan, merasuk dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Nama anak yang diberi pada waktu baptis dapat dengan mudah menjadi nama dirinya
di kemudian hari. Nama yang dipakai waktu pembaptisan dengan mudah menjadi nama di akta lahir dan dokumen lainnya.
Berbeda
dengan di Indonesia dewasa kini. Kerap terjadi orangtua baru memberi nama
baptis pada anaknya pada waktu baptis, sementara sebelumnya anak sudah memiliki
nama, yang tertulis dalam surat lahir dan/atau akta lahir. Dengan demikian,
nama baptis sering menjadi tambahan kemudian, yang terkadang menimbulkan
kekacauan. Ada orangtua yang terbiasa dengan nama baptis, sehingga ketika
mendaftarkan anak ke sekolah menggunakan nama baptis tersebut, yang jelas
berbeda dengan akta lahir.
Bagaimana
dengan nama baptis? Apa yang dimaksud dengan nama baptis? Kitab Hukum Gereja menganjurkan anak-anak yang
dibaptis memiliki nama yang tak asing dari citarasa kristiani (kan. 855).
Dengan kata lain, nama baptis adalah nama yang tak asing dari citarasa
kristiani. Apa maksud citarasa kristiani?
Pertama-tama
harus dipahami bahwa citarasa kristiani tidak hanya berarti nama santo santa, sebagaimana dipahami banyak orang.
Artinya, nama anak yang mau dibaptis memiliki nama yang diambil dari nama
santo-santa atau orang kudus. Kebanyakan orang memahaminya demikian, karena
dalam upacara baptis atas ritus litani, berdoa kepada santo-santa pelindung,
yang menjadi nama baptis calon baptis. Bahkan ada pastor, ketika anak yang mau dibaptis tidak punya nama santo santa, maka dipaksa harus ada.
Harus
ditegaskan bahwa Hukum Gereja tidak secara eksplisit menyebutkan nama harus memakai nama orang kudus. Citarasa kristiani tidak melulu hanya nama santo santa. Citarasa kristiani bisa juga merujuk pada
nama-nama tokoh yang ada dalam Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru. Jadi, anak bisa diberi nama Adam, atau Yakob, Samuel, Musa,
Ruth, Sarah, Yeremia, Elia, Elisa, Daud, Hana, dll.
Selain
itu, citarasa kristiani juga dapat merujuk pada nilai-nilai kekristenan atau
istilah-istilah yang tak asing dalam dunia kristiani. Berikut ini sebagai
contoh untuk nama yang diambil dari dunia kristiani: Imanuel, Asumpta,
Imakulata, Fatima, Gloria, Hosana, Adoramus, Natal, Paskah, Adven, Cinta, Kasih,
Yesus, Maranatha, Firman, Wahyu, dll. Berikut ini contoh nama yang
mengungkapkan nilai-nilai kristiani: Wicaksana, Waskita, Gusti, Agung, Arif, dll.
Jadi,
orangtua bisa memberi nama baptis pada anaknya misalnya Ruth (nama tokoh Kitab Suci Perjanjian Lama), karena mungkin
orangtua kagum dengan tokoh tersebut atau ada harapan putrinya bisa tampil
seperti tokoh tersebut. Atau bisa juga orangtua memberi nama baptis pada anaknya
Wicaksana (= bijaksana, salah satu
nilai keutamaan kristiani), karena ada harapan kelak anaknya dapat tampil
bijaksana.
Menjadi
pertanyaan adalah bagaimana dengan ritus litani orang kudus dalam upacara
pembaptisan jika nama baptis anaknya tidak diambil dari nama santo santa. Tidak
adanya nama santo santa atau tidak disebut nama santo santanya dalam litani
orang kudus seakan-akan anak kehilangan tokoh pelindungnya. Ini jelas-jelas
salah. Anak tetap memiliki pelindung, karena pelindung utama kita adalah Yesus
Kristus.
Karena
itu, persoalannya adalah apakah nama santo santa sebagai nama baptis agar bisa
muncul dalam litani merupakan keharusan. Jelas TIDAK. Nama baptis anak tidak
wajib diambil dari nama santo santo atau orang kudus. Gereja sendiri hanya menyebut
citarasa kristiani. Ini berarti Gereja masih menghargai dan menghormati pilihan
orangtua, bahkan menghargai nilai-nilai budaya setempat yang selaras dengan
nilai-nilai kristiani.
Koba,
25 Desember 2017
by:
adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar